Sukses

Buang Kebencian Pagi Hari dengan Bunga Aster

Sebelum dikenal dengan nama Aster, bunga ini dinamai Starwort, kemudian berubah lagi menjadi Santo Michael Daisy.

Liputan6.com, Semarang - Pernahkah pagi hari saat bangun tidur mendapatkan pesan yang berisi kebencian? Jika merasa jengah dengan pesan seperti itu, cobalah jalan-jalan ke Dusun Ngasem, Desa Jetis, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Kira-kira butuh waktu 10 menit menuju kebun bunga ini dari pasar Bandungan. Di dusun ini akan ditemukan para petani bunga di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Berbagai bunga bisa ditemukan. Mulai dari bunga Krisan atau Chrysantemum, Dahlia, Rose, hingga bunga hadiah dewa, yakni bunga Aster. Jika Aster benar hadiah para dewa, apa kaitannya dengan pesan kebencian?

Begini, kata Aster yang menjadi nama bunga itu ternyata berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berarti 'bintang'. Memang mahkota bunga Aster yang bertumpuk, jika digambar dua dimensi akan menyerupai bintang. Sebelum dikenal dengan nama Aster, bunga ini dinamai Starwort, kemudian berubah lagi menjadi Santo Michael Daisy. Alasannya simpel, karena selalu mekar pada saat dirayakannya St. Michael Day di daratan Eropa.

Sejarah lahirnya bunga Aster sendiri diceritakan dalam mitologi Yunani. Saat itu di Zaman Besi semua orang berlomba-lomba mempelajari untuk membuat alat dan senjata dari besi. Menyaksikan hal ini Zeus marah. Apalagi yang kelihatan adalah pertempuran antarmanusia sejak pagi hari.

Ada Aster berwarna ungu yang dalam mitologi Yunani berasal dari darah Raja Aegeus yang berduka dan bunuh diri. (foto: Liputan6.com/Istiqomah/edhie prayitno ige)

Zeus lalu memutuskan untuk menghancurkan seluruh umat manusia dengan mendatangkan banjir. Para dewa di Bumi yang mengetahui hal ini segera melarikan diri meninggalkan Bumi. Hanya ada Dewi Astraea yang merasa sedih dan meminta untuk diubah menjadi bintang.

Manusia punah oleh air bah. Saat air surut, ternyata ada dua jenzsah manusia berpelukan yang tertutup lumpur. Saking sedihnya, Dewi Astraea menitikkan air matanya. Air mata tersebut jatuh ke Bumi sebagai serbuk bintang dan begitu mengenai Bumi berubah menjadi bunga bintang yang indah yang kemudian disebut Aster. 

"Memang adem kok main ke sini. Kalau mau foto-foto tempatnya juga instagramable. Sebaiknya memang tidak diniatkan untuk bikin orang lain iri," kata Fransiska, salah satu pengunjung kepada Liputan6.com, Rabu, 6 Desember 2017.

Menurut Fransiska, selain adem, bermain-main di antara bunga menimbulkan perasaan kreatif dan berenergi penuh. Ia sendiri mengaku lebih senang berada di bunga-bunga Aster yang monkrom. Menurut dia, hal itu bisa menghadirkan suasana utuh sebagai manusia.

"Apalagi saya kan senang bermain medsos (media sosial). Di medsos itu kadang kita selalu ingin jadi pusat dan melupakan sisi kemanusiaan kita. Jadi egois. Tak peduli pagi hari, siang, atau malam hari," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aster Kuning dan Juru Sembuh

Pengakuan Fransiska itu sebangun dengan kisah lain seputar bunga Aster. Masih dari mitologi Yunani, Raja Aegeus dari Athena suatu ketika harus mengirim tujuh pemuda dan tujuh perawan kepada raja Kota Crete. Mereka hendak dikorbankan dan diserahkan kepada Minotaur, makhluk yang memiliki tubuh banteng dan berkepala manusia.

Theseus, putra Raja Augeus, kemudian mengajukan dirinya sendiri sebagai salah satu persembahan tahun itu. Theseus yakin bisa mengalahkan Minotaur. Setelah diyakinkan, Raja Aegeus mengizinkannya dengan syarat ketika Theseus berlayar ke Crete harus menggunakan layar hitam di kapalnya. Dan jika ia kembali ke Athena ia akan mengibarkan layar putih sebagai tanda bahwa ia telah berhasil mengalahkan Minotaur dan kembali dengan selamat. 

Sebagai remaja, Theseus malah jatuh cinta dengan Ariadne, putri raja Crete. Dibantu Ariadne inilah ia sukses mengalahkan Minotaur. Sayang sekali, Theseus masih manusia yang dianugerahi sifat lupa. Ia kembali ke Athena, tapi lupa mengibarkan layar putih. Melihat kapal yang kembali dengan layar hitam, Raja Aegeus percaya bahwa anaknya gagal. Sang raja pun bunuh diri dan dari darah Raja Aegeus yang mengalir muncullah bunga-bunga Aster berwarna ungu. Bunga ini adalah hasil mantra yang diberikan Medea, seorang penyihir yang menjadi istrinya.

"Beneran, Mas, ada cerita itu? Kok serba kebetulan ya?" kata Fransiska menanggapi lontaran cerita yang disampaikan Liputan6.com.

Fransiska tak sendirian. Ada Kiki dan banyak lagi pengunjung lain yang menyebutkan bahwa selain mendapati bunga yang warna-warni, para pengunjung akan mendapat bonus berupa udara yang sejuk di kaki Gunung Ungaran.

Berfoto diantara bebungaan mungkin akan membuat orang lain iri karena terlihat bahagia. (foto : Liputan6.com/Istiqomah/edhie prayitno ige)

Sementara itu, kisah Aster Kuning sebagai warna pahlawan dan penyembuh berkembang di suku Indian Cherokee. Diawali dari dua suku yang berebut tanah buruan. Penyelesaian pun menggunakan jalan perang. Setiap bukit, lembah, sungai dan desa yang dilewati kedua suku ini selalu hancur karena perang tersebut.

Dalam suatu desa semua penduduk tewas akibat perang, kecuali dua perempuan bersaudara. Mereka mengenakan pakaian doeskin (terbuat dari kulit rusa). Pakaian mereka berbeda, satu diwarnai dengan lavender yang ungu, satunya kuning cerah.

Dua bersaudara ini kemudian sembunyi-sembunyi mencari peramu obat yang tinggal di atas gunung. Sang peramu obat selalu mencari tanaman obat pada siang hari dan meramu obat pada malam harinya. Tahu ada dua bersaudara mencarinya, ia melihat ke masa depan.

Diketahuilah mereka dikejar musuh. Wanita peramu obat itu menemukan keduanya sedang tidur di bawah bintang. Diam-diam ia menaburkan ramuan buatannya dan menutupi mereka dengan daun. Keesokkan paginya ketika terbangun, dua bersaudara itu menemukan berada di sebuah taman bunga dan hanya ada dua warna. Aster yang berwarna ungu, seperti warna pakaiannya, dan yang satu adalah Golderod berwarna kuning cerah. 

Menilik kisah-kisah mitologi dan lahirnya Aster, meskipun sangat imajinatif, namun setidaknya pesan-pesan kebencian yang diterima melalui media sosial akan meluruh. Semangat berbuat baik akan muncul. Dan jika saat ini sudah berbuat baik, alam semesta akan membalasnya dengan kebaikan pula. (Sheyla)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.