Sukses

Asyiknya Berswafoto Digital di Alun-Alun Kota Yogyakarta

Bisa berganti-ganti pakaian dengan cepat dan mudah, serta tidak pakai lama.

Yogyakarta - Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) 2017 di Alun-Alun Utara, Yogyakarta, ternyata terus berupaya menyesuaikan masa dengan mengikuti perkembangan teknologi. Salah satu yang cukup terlihat, yakni di stan Taman Pintar (Tampin) yang terletak di sebelah timur Masjid Gede Kauman, tepatnya di sebelah selatan stan informasi KR.

Di stan Tampin ini, pengunjung terutama anak-anak bisa mengasah kreativitas dengan bermain pasir warna. Anak bisa dengan leluasa bermain menyusun bentuk bangunan sesuai yang diinginkan.

Kamaludin, pemandu yang bertugas pada Sabtu, 11 November 2017, mengungkap stan yang ada di Sekaten dilengkapi dengan beberapa alat yang biasanya hanya bisa ditemukan saat berkunjung langsung di Taman Pintar, seperti baju adat digital, Big Screen Dinosaurus dan Pasir Warna.

Tiga alat tersebut sengaja ditampilkan untuk mengenalkan lebih dekat wahana menarik yang ada di Taman Pintar.

"Misalnya di baju adat digital, pengunjung bisa mengenal banyak pakaian adat nusantara dari Sumatera hingga Papua. Menariknya lagi bisa langsung selfie dengan display baju adat digital yang bisa mengikuti gerakan tubuh karena ada sensornya. Jadi, seolah kita pakai baju adat namun secara digital," ungkap dia.

Sementara di Big Screen Dinosaurus, pengunjung bisa merasakan lebih dekat dengan hewan-hewan masa purbakala tersebut lantaran screen dibuat transparan yang secara langsung memperlihatkan aktivitas pengunjung yang ada di stan Tampin.

"Pengunjung bisa tahu bentuk dinosaurus dan seakan dekat karena layar yang memang dibuat transparan. Silakan datang ke stan Tampin jika ke Sekaten," imbuhnya.

PMPS 2017 kali ini memang dibuat jauh lebih meriah dibandingkan biasanya, mengingat tahun ini adalah tahun Dal dalam kalender Sultan Agungan yang hanya diperingati setiap delapan tahun sekali. Berbagai wahana permainan, hiburan, kuliner, serta kebutuhan lainnya ada di area Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aksi Kocak Pematung di Yogyakarta Saat Saling Bertarung

Pendopo Museum Sandi Yogyakarta di kawasan Kotabaru pada Rabu (8/11/2017) tampak lebih ramai daripada biasanya. Sekitar 20 pematung yang turut dalam agenda Jogja Street Sclupture Project (JSSP) 2017 "Jogjatopia" tampak beradu kemahiran mematung atau "battle" menciptakan karya patung wajah (potrait) pematung lain yang jadi lawan duel.

Keseriusan dengan kerutan dahi hingga kekocakan saling lempar "lempung" (tanah liat) menjadi pemandangan menarik yang terlihat di salah satu sudut Yogyakarta tersebut. Para pematung yang biasanya diidentikkan dengan seorang yang sangat serius saat berkarya mendadak berubah saat mengikuti lomba bertajuk "Battle Star Sclupture" ini.

Para pematung ini ditantang untuk menciptakan karya berdasar model nyata yang merupakan wajah (potrait) lawan duelnya. Sontak saja hal tersebut menjadi sangat menarik karena dikemas secara informal dengan suasana yang akrab tanpa batas.

Guyonan dan candaan pun berulang kali muncul dari para pematung yang sebenarnya merupakan maestro di salah satu disiplin seni ini. Kurator, Greg Wuryanto, mengungkap agenda "Battle Star Sclupture" ini sengaja dibuat untuk memberikan ruang pada masyarakat menyaksikan langsung bagaimana sebuah karya patung diciptakan.

"Masyarakat bisa lihat langsung, bagaimana proses kerja kreatif dari seorang pematung karena selama ini mungkin hanya tahu hasil akhirnya saja. Hari ini masyarakat bisa saksikan bagaimana para pematung ini battle menghasilkan karya yang merupakan potrait dari lawannya (sama-sama pematung)," ungkapnya.

Dalam battle ini, masing-masing pematung diberikan waktu satu jam untuk menyelesaikan patung potrait wajah pematung lainnya. Hasilnya, siapa yang berhasil menciptakan karya paling mirip akan menjadi juara.

"Intinya bukan juara, tapi siapa yang paling mirip itu dianggap levelnya paling di atas. Tapi di atas semua itu, esensinya adalah masyarakat bisa menyaksikan langsung bagaimana proses karya seni dibentuk," Greg memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.