Sukses

Kisah Soegeng Boedhiarto, Pejuang Pribumi Keturunan Tionghoa

Pejuang pribumi keturunan Tionghoa itu berperan mengatur strategi perang masuk Kota Purwokerto.

Liputan6.com, Semarang - Masalah pribumi dan non-pribumi masih belum tuntas di Indonesia. Isu ini kadang masih menjadi pemicu ketegangan atau konflik. Warga keturunan pendatang masih sering mendapat cap bukan pribumi.

Dalam sejarahnya, warga pribumi keturunan tercatat memberi kontribusi bagi negeri bahkan sejak memperjuangkan kemerdekaan. Salah satu contohnya adalah Soegeng Boedhiarto, pejuang keturunan Tionghoa yang tinggal di Banjarnegara, Jawa Tengah.

Dia selalu semangat mengisahkan perjuangan dalam perang melawan penjajahan Jepang dan Belanda. Ayah sembilan anak yang lahir di Purwokerto pada 4 Juli 1929 ini memang seorang veteran pejuang kemerdekaan Indonesia.

Setiap peringatan Hari Pahlawan 10 November, dia selalu membuka kenangan perjuangan saat ikut mengangkat senjata bersama pejuang lainnya untuk mengusir penjajah. Kala itu beratnya perjuangan di masa penjajahan tidak saja dirasakan pejuang. Rakyat juga ikut merasakan penderitaan yang terjadi di masa pendudukan.

Di masa itu, perjuangan melawan penjajah dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat. Tidak hanya mengangkat senjata, membantu memenuhi kebutuhan pejuang juga dilakukan masyarakat pada umumnya. Semuanya adalah pahlawan.

Demikian pesan yang selalu dikisahkan Soegeng Boedhiarto, Saat bercerita kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu, dia menuturkan masa itu semangat nasionalisme dan keinginan untuk merdeka dari penjajahan mampu menyatukan semua elemen bangsa Indonesia.

Di masa hiruk-pikuk perjuangan, Soegeng berperan mengatur strategi perang masuk Kota Purwokerto. Dengan informasi yang dipasok ke pasukan, penyerangan bisa dilakukan lebih intensif dan optimal.

Untuk memudahkan penyerangan pada malam hari, Seogeng memberikan ide agar tower pengintai dirobohkan. Pejuang yang akan merebut ke Purwokerto sempat dihalau, tapi akhirnya berhasil menusuk jantung lawan.

Di sisi lain, penjajah menganggap pejuang kemerdekaan sebagai kelompok ekstremis. "Jika tertangkap mereka akan disuruh lari, kemudian ditembak dari arah belakang. Sehingga seolah-olah pejuang kemerdekaan adalah ektremis yang melarikan diri," ujarnya.

Setelah Indonesia merdeka, Seogeng Boediarto sempat bertugas di Corps Polisi Militer (CPM) sampai dia mengundurkan diri dari militer. "Tepatnya pada tanggal 6 Januari 1950," katanya.

Pemerintah tidak melupakan jasa-jasanya. Pada 15 Agustus 1981 dia mendapat gelar Kehormatan Penghargaan Veteran Pejuang Kemerdekaan RI.

Setelah mundur dari karier militer, kesempatan dan waktu kumpul keluarga dimanfaatkan pejuang pribumi keturunan Tionghoa itu untuk lebih fokus mendidik putra-putrinya agar menjadi generasi penerus yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.