Sukses

Ritual Masyarakat Tengger Ingatkan Kematian pada Manusia

Ritual ini merupakan bagian dari rangkaian perayaan Hari Raya Karo di Kabupaten Probolinggo.

Liputan6.com, Probolinggo - Warga Suku Tengger di Brang Wetan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, melaksanakan ritual adat Nyadran. Ritual ini tampak di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Ritual yang merupakan rangkaian perayaan Hari Raya Karo ini berupa ziarah ke makam keluarga.

Suasana di sekitar pemakaman umum Desa Ngadisari terasa berbeda dari biasanya. Sejak pagi, sekitar pukul 07.30 WIB, sejumlah warga tampak berkumpul di pinggir jalan yang menghubungkan ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

Di antara mereka, ada yang mengecek sound system, memasang tenda, hingga ada yang langsung menuju pemakaman dengan membawa rantang berisi makanan dan bungkusan bunga ziarah.

Mereka sedang bersiap menggelar ritual adat Nyadran yang digelar setahun sekali oleh warga Desa Ngadisari, yakni saat bulan Karo, salah satu bulan dalam kalender adat Tengger.

"Perayaan ini sebagai bentuk rasa syukur dan refleksi kehidupan mereka sehari-hari dalam hubungannya dengan sesama manusia, alam dan Tuhan," kata Sunarip, warga desa setempat, Senin, 11 September 2017.

Ritual Nyadran, tradisi warga Tengger berziarah ke makam keluarga. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Dalam ritualnya, warga asli Ngadisari ini bersama istrinya membagi nasi dan lauk-pauk yang dibawanya di rantang untuk lima makam yang dikunjunginya. Tak lupa, dia yang dibantu anak-anaknya juga menaburkan bunga di atas batu nisan satu per satu di makam keluarganya itu.

"Ini sudah adat kami setiap datang Hari Raya Karo. Berangkat ke makam dari rumah dengan bawa makanan, dan kemudian meninggalkan makanan di makam," ucapnya.

Makanan yang dibawa akan disantap setelah berdoa bersama yang dipimpin dukun adat Tengger.

"Nyadran bersama ini punya makna, yakni mengingatkan kami, bahwa yang sekarang masih hidup, akan mati dan dikubur seperti keluarga-keluarga kami yang mati duluan," tutur Supoyo, salah satu tokoh Suku Tengger.

Supoyo menyebut perayaan Karo ini menjadi salah satu bentuk pelestarian budaya. Ritual ini juga menggambarkan kentalnya kebersamaan yang dibangun warganya di tengah kehidupan sehari-hari.

"Setiap tahunnya, kami menggelar perayaan Karo ini dengan biaya yang ditanggung murni dari warga," ujar mantan Kepala Desa Ngadisari ini.

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.