Sukses

Fakta-Fakta Serda Wira, dari Prajurit Gagah hingga Dirantai

Berdasarkan foto-foto Serda Wira yang beredar selama bertugas, dia merupakan prajurit yang punya paras tampan.

Liputan6.com, Riau - Pemukulan dan tendangan sepeda motor oleh anggota Korem Wirabima Bukit Barisan, Sersan Dua (Serda) Wira Sinaga, terhadap anggota Satuan Lalu Lintas Polresta Pekanbaru, Bripda Yoga Vernando, menambah daftar panjang arogansi aparat di Indonesia.

Kejadian di Jalan Jenderal Sudirman, persisnya di depan Plaza Sukaramai atau dikenal masyarakat dengan Ramayana pada Kamis 10 Agustus 2017 petang itu, juga menjadi viral setelah video berdurasi 60 detik beredar di Instagram dan Facebook.

Kini, Serda Wira Sinaga sudah berada di sel isolasi Datesemen Polisi Militer TNI AD di Jalan Ahmad Yani karena perbuatannya. Sanksi sudah menunggunya karena petugas Polisi Militer AD tengah memprosesnya.

Masyarakat tentu saja berharap kejadian seperti ini tak terulang lagi. Apalagi melibatkan institusi yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom serta memberi ketenangan bagi masyarakat.

Terlepas dari itu, setidaknya ada 6 fakta yang berhasil dihimpun Liputan6.com dari kejadian ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

1. Serda Wira Merupakan Prajurit Sakit

Arogansi yang diperlihatkan Serda Wira terhadap Bripda Yog memang membuat geleng-geleng kepala. Hanya saja setelah ada keterangan dari atasannya, ternyata Serda Wira mengalami depresi dan gangguan kejiwaan.

Hal ini diakui oleh Komandan Korem Wirabima Brigjen TNI Abdul Karim. Dia menyebut Wira mulai menunjukkan kelakuan aneh sehingga divonis depresi oleh dokter di TNI AD setelah pulang bertugas dari Papua.

"Pada tahun 2012 sampai 2013 ditugaskan di Papua‎. Sekitar akhir tahun 2013 pulang dan kemudian pada tahun 2014 sudah mulai sakit," kata pria berbintang satu di pundaknya ini di Markas Detasemen Polisi Militer AD di Jalan Ahmad Yani, Pekanbaru, Jumat 11 Agustus 2017.

Abdul Karim menerangkan, Wira mendaftar sebagai anggota TNI pada tahun 2010-2011. Setelah menjalani seleksi, Wira kemudian menjalani pendidikan di Aceh.

Begitu lulus, Wira ditempatkan di Batalion 121 Macan Kumbang Sidikalang. Beberapa tahun di sana, tepatnya pada tahun 2012 hingga 2013, Wira ditugaskan untuk ikut operasi di Papua.

"Pulang dari sini, ia mulai sakit, ‎dan dipindahkan ke Korem Padang pada tahun 2015," sebut Abdul Karim.

Pada tahun 2016, Wira dipindahkan ke Korem Wirabima Bukit Barisan di Riau. ‎Dia tidak mendapatkan jabatan karena dinilai tidak cocok lagi berada di satuan tempur.

"Makanya di sini (Korem) tak ada jabatan, tidak cocok lagi di satuan tempur karena sudah depresi," tegas Abdul Karim.

3 dari 7 halaman

2. Pembuat Masalah dan Tidak Sekali Berurusan dengan Polisi

Serda Wira, sebelum kejadian dengan Polantas di Pekanbaru, ternyata punya setumpuk masalah selama berdinas. Hal itu dimulai dari kepulangannya pasca operasi militer di Papua pada tahun 2013.

"Pada tahun 2015, dia ini dipindahkan ke Korem Padang (Sumatera Barat), sempat berurusan pula dengan Polantas di sana setelah 2 bulan berdinas," kata Abdul Karim.

Serda Wira juga pernah dihukum selama 1 bulan 20 hari mulai dari Oktober hingga akhir Desember 2015.

"Istilah TNI itu ada THTI, yaitu tidak hadir tanpa izin. Setelah diproses, kemudian dihukum," kata Abdul Karim.

Serda Wira sendiri pindah tugas ke Pekanbaru pada tahun 2016. Dia tidak mendapatkan jabatan karena dinilai sudah tidak cocok lagi berada di satuan tempur.

Dan tepat pada 10 Agustus 2017, Serda Wira berulah lagi setelah melintas di Jalan Jenderal Sudirman, persisnya di depan Plaza Sukaramai atau dikenal Ramayana.

4 dari 7 halaman

3. Punya 'Pengawal' Pribadi

Serda Wira sudah mengalami depresi sejak pulang bertugas dari Papua. Dipindahkan ke Pekanbaru pada tahun 2016, Wira ternyata punya 'pengawal pribadi'.

Pengawal ini ditugaskan mengikuti langkah jebolan tentara tahun 2011 itu kemana saja karena dikhawatirkan mengganggu orang lain. Hanya saja ketika Serda Wira mengamuk, memaki, menampar hingga menendang sepeda motor Bripda Yoga Vernando, dia ternyata lepas dari kawalan rekannya.

"Pada kejadian kemarin itu, dia lepas dari kawalan. Dia dikawal temannya yang serumah dinas, kan bujangan," kata Abdul Karim.

Dia menjelaskan, pengawalan terhadap Serda Wira dilakukan setelah ada vonis depresi dari dokter. Dia pun tidak diberi jabatan di Korem karena dinilai sudah tidak cocok berada di satuan tempur.

Menurut Abdul Karim, pengawal Serda Wira merupakan rekannya sesama TNI AD. Pengawal ini juga bertugas mengantarkan Wira rawat jalan secara rutin sebulan sekali.

5 dari 7 halaman

4. Dari Prajurit Gagah, Sakit, Hingga Dirantai

Berdasarkan foto-foto Serda Wira yang beredar selama bertugas, dia merupakan prajurit yang punya paras tampan. Wira sendiri bergabung dengan TNI pada tahun 2011 dan menjalani pendidikan di Aceh.

Abdul Karim memaparkan, Serda Wira sejak SD sampai SMA tinggal bersama kedua orang tuanya di daerah Sorek, Kabupaten Indrgiri Hulu, Riau. Dia merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. 

"Bapak dan ibunya bekerja di kebun sawit," kata Abdul Karim.

Begitu lulus, Wira ditempatkan di Batalion 121 Macan Kumbang Sidikalang. Beberapa tahun di sana, tepatnya pada tahun 2012 hingga 2013, Wira ditugaskan untuk ikut operasi di Papua.

"Pulang dari sini mulai sakit, ‎dan dipindahkan ke Korem Padang pada tahun 2015," sebut Abdul Karim.

Pada tahun 2016, Wira dipindahkan ke Korem Wirabima Bukit Barisan di Riau. ‎Dia tidak mendapatkan jabatan karena dinilai tidak cocok lagi berada di satuan tempur.

Dia pun berulah dengan mengamuk, memaki, menghardik, menampar dan menendang sepeda motor Bripda Yoga Vernando di Jalan Jenderal Sudirman pada Kamis 10 Agustus 2017.

Setelah aksinya ini, dia dijemput petugas Detasemen Polisi Militer di rumah dinasnya. Seragam militernya dilepas dan dia dipakaikan baju tahanan warna kuning.

Dia pun ditempatkan di sel isolasi di Denpom TNI AD di Jalan Ahmad Yani, Pekanbaru, dengan keadaan tangan diborgol dan kaki dirantai.

6 dari 7 halaman

5. Bripda Yoga Tetap Sabar Meski Jago Tarung Derajat

Kesabaran Bripda Yoga menghadapi amukan dari Serda Wira Sinaga patut diacungi jempol. Meski 'dipermalukan' di depan masyarakat ramai dengan seragam yang dipakainya, Yoga tetap berusaha tenang dan tidak membalas pukulan Wira meski ahli Tarung Derajat.

Yoga Vernando menyebut tindakan yang dilakukannya karena masih memikirkan karir ke depannya.

"Memakai baju dinas tidak semudah yang dibayangkan, jika melawan, sama saja melepas baju dinas kepolisian. Lebih baik tidak (melawan) daripada bermasalah, bukannya takut secara pribadi. Lebih baik saya menjauhi‎," ucap Yoga.

Yoga menceritakan, kejadian yang menjadi perbincangan khalayak ramai ini bermula ketika dirinya melewati sepeda motor Serda Wira. Tanpa ada teguran, Wira langsung menabrak sepeda motor Yoga.

"Tidak ada saya tegur, meski tidak memakai helm dan spion. Saya seharusnya menegur tapi saya juga saling menghargai karena sesama anggota," ungkap Yoga.

Setelah menabrak dari belakang itu, Serda Wira ‎kemudian mendatangi Yoga dan sempat juga mengancam akan mengeluarkan senjata tajam.

"Yoga mengatakan tentara itu akan mengambil sangkur di dalam jok motor, namun tidak jadi," sebut Yoga.

 Dan atas kejadian tersebut, Yoga mengaku sudah memaafkan Serda Wira Sinaga.

7 dari 7 halaman

6. Penghargaan Kesabaran dan Penjara atas Arogansi

Kesabaran Bripda Yoga Vernando meski dimaki, dipukuli, dan sepeda motornya ditendang oleh Serda Wira Sinaga mendapat penghargaan dari Kapolresta Pekanbaru Komisaris Besar Polisi Susanto SIK. Diapun mendapat piagam serta predikat pemberi pelayanan masyarakat yang sabar dalam menjalankan tugas.

Penghargaan ini diberikan Kombes Pol Susanto di halaman Mapolresta Pekanbaru di Jalan Ahmad Yani, Jumat 11 Agustus 2017 siang. Kegiatan ini disaksikan puluhan polisi lainnya yang juga berdinas di Satuan Lantas Polresta Pekanbaru.

"Ini hari istimewa, kami berikan penghargaan atas kesabaran dan keikhlasan melayani masyarakat pengguna jalan raya," kata Kapolresta disapa Santo ini.

Menurut Santo, sikap Yoga yang tidak melawan merupakan cara menghindari serta menyelesaikan masalah. Pasalnya jika Yoga langsung merespons, perkelahian bisa saja terjadi dan ini tentunya tidak pantas terjadi.

"Kalau Yoga respons dengan emosi akan beda persoalannya," kata Santo.

Santo menyebutkan, pemberian penghargaan bertujuan mengingatkan anggota lainnya agar dalam menjalankan tugas harus tulus dan ikhlas. Dua hal ini disebut sebagai kunci utama untuk semuanya.

Santo mengapresiasi Yoga sudah mengikhlaskan kejadian itu dan memberi maaf kepada Serda Wira. "Padahal Yoga ini juga punya ilmu beladiri yakni Tarung Derajat, untung tidak emosi," lanjutnya.

Apa yang didapat Yoga ini berbanding terbalik dengan Serda Wira Sinaga. Arogansinya di depan masyarakat, meski dinyatakan atasannya karena depresi serta gangguan jiwa, berujung di balik sel isolasi Denpom TNI AD dengan tangan terborgol dan kaki dirantai.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.