Sukses

Untung Rugi Festival Bunga Tomohon bagi Petani Lokal

Kalkulasi untung antara petani lokal dan Pemkot Tomohon terkait dampak pelaksanaan Festival Bunga Tomohon berbeda jauh.

Liputan6.com, Tomohon - Festival Bunga Tomohon Internasional alias Tomohon International Flower Festival (TIFF) digelar sejak 2007 lalu. Ratusan ribu kuntum bunga terpakai dalam event tahunan yang melibatkan sejumlah negara tetangga.

Apakah event tersebut berdampak signifikan bagi para petani bunga lokal yang menggantungkan hidup pada semerbak bunga? Jawaban datang dari Fredy Liuw. Anak tertua dari tiga bersaudara itu sejak puluhan tahun silam sudah terlibat dalam bisnis bunga keluarga.

Sejak masih menempuh ilmu di Jurusan Biologi FMIPA Unima, Fredy sudah serius membantu ayahnya, Yongki Liuw mengurus lahan bunga di sekitar pemukiman mereka.

"Bertanam bunga ini sudah menjadi bagian dari hidup keluarga kami. Sudah puluhan tahun kami jalani," ujar Fredy saat ditemui di rumahnya, Kelurahan Kakaskasen III, Kecamatan Tomohon Utara, Selasa, 1 Agustus 2017.

Rumah Fredy masih satu pekarangan dengan rumah adiknya, Sonny. Kini, mereka berdua sudah tidak lagi tinggal dengan di rumah orangtua mereka yang berjarak sekitar 300 meter.

"Setelah menikah dan mengembangkan usaha sendiri, saya tinggal di rumah sini. Di rumah orangtua tersisa adik yang bungsu, yang menjaga orangtua kami," katanya.

Dari usaha mengembangkan tanaman bunga, Fredy bisa membangun rumah sendiri hingga membeli mobil. Selain bunga, Fredy juga menanam sejumlah jenis sayuran untuk dipasok ke sejumlah supermarket.

"Tapi sejak dulu, kami sudah dikenal dengan usaha tanaman bunga, jadi sudah untuk meninggalkan usaha ini," ujar dia.

Memiliki beberapa hektare lahan di sekitar rumahnya yang ditanami bunga dan sayuran, Fredy mengaku di momen tertentu seperti perayaan Paskah dan Natal, permintaan dua komoditas itu meningkat.

"Bahkan ada permintaan bunga dari Malaysia, lewat kenalan kami. Saat Desember misalnya, kami bisa panen dengan jumlah yang cukup besar, yakni lima ribu kuntum bunga berbagai jenis," ujar dia.

Sebagai pelaku industri bunga, Fredy mengaku, festival bunga tahunan yang sudah tujuh kali digelar di kotanya tak berdampak signifikan.

"TIFF untuk masyarakat petani bunga tidak ada keuntungan. Mungkin dari segi ekonomi yang lain seperti kuliner. Tapi dari petani, hanya petani tertentu yang dekat dengan pemerintah saja," ujar Fredy.

Dia menyebut, hanya petani berdasi saja yang mendapatkan bantuan seperti bibit bunga. Sementara, petani bunga 'tradisional' yang berjumlah sekitar 50 orang dan sudah puluhan tahun menggantungkan hidup dari usaha itu tidak terdampak manfaat TIFF.

"Hanya orang dekat dengan pemerintah yang menerima bantuan. Petani berdasi yang dapat keuntungan saat TIFF. Kalau petani-petani lain menanam kemudian tidak dibeli, lebih baik tanam di saat Natal saja," ucap dia.

Saksikan video menarik di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Untung atau Buntung?

Apa yang dijalani Alex Mongdong sedikit berbeda dengan Freddy. Selasa pagi, 2 Agustus 2017, Alex terlihat sementara berada di green house yang terletak di kawasan Jalan Lingkar Timur, Kota Tomohon. Ia bukan pemilik lahan, tapi hanya sebagai pekerja di green house itu.

"Ini milik salah satu Pegawai Negeri Sipil. Saya hanya bekerja di sini," ujar dia sambil memperlihatkan dua green house yang berjejer di situ.

Meski tak punya perhitungan yang detail karena hanya menjadi pekerja, Alex mengatakan, keuntungan yang diperoleh saat TIFF bisa sekitar Rp 18 juta.

"Karena satu tangkai atau kuntum itu dijual dengan harga Rp 3.500. Sementara, satu green house ini bisa menghasilkan enam sampai tujuh ribu kuntum," ucap dia.

Sementara Youla Tooy, seorang petani bunga mengaku, tak mau menerima bantuan pemerintah. Dia juga tidak mau masuk dalam kelompok tani. "Saya tidak mau terima bantuan pemerintah," ujar dia.

Dia mengatakan, pemerintah membentuk kelompok-kelompok tani. Satu kelompok mendapatkan Rp 10 juta, untuk dibagi untuk 10 orang.

"Jadi masing-masing dapat Rp 1 juta. Harusnya setelah jadi bibit baru dibagi, bukan dalam bentuk uang," kata Youla.

Lain lagi cerita Netty Karundeng, pemilik Kios Tirza di Kelurahan Kakaskasen II, Kecamatan Tomohon Utara. Ditemui Jumat, 4 Agustus 2017 lalu, Netty mengungkapkan setiap gelaran TIFF dirinya bersama suami ikut mendekor float. Dekorator memberinya uang Rp 1,5 juta per hari.

"Satu float bisa dikerjakan hingga tiga hari saja. Kalau orang lain mungkin seminggu, tapi saya dan suami hanya tiga hari saja mengerjakan satu float. Tahun lalu kami mendekor float milik Pemkot Bitung, tapi tahun ini belum ada orderan," ujar Netty.  

Tahun lalu, dia juga bersama suami mendekor bunga di GMIM Sion Paslaten yang dikunjungi mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri. "Ya bisa dikatakan kami cukup mahir merangkai bunga," tutur Netty.

Disinggung apakah TIFF memberi keuntungan bagi petani dan penjual bunga, dia mengaku memberi dampak. Akan tetapi, dampaknya lebih sedikit dari pada saat Natal dan Tahun Baru.

"Bahkan, jualan bunga saat perayaan hari raya seperti Natal dan Tahun Baru yang kadang lebih besar untungnya. Namun tanpa TIFF pun, kami bisa hidup dari bunga," beber wanita empat anak ini.

3 dari 3 halaman

Kalkulasi Untung Rugi Petani Bunga Versi Pemkot Tomohon

Pada 2017 ini, Pemkot Tomohon mengucurkan dana sekitar Rp 1,9 miliar untuk pelaksanaan TIFF. Anggaran itu untuk pengadaan bunga, pembuatan kendaraan hias, dan kebutuhan lainnya.

Untuk pembuatan kendaraan hias, dikucurkan dana antara Rp 50 – 70 juta tiap kendaraannya. Itu sudah termasuk sewa kendaraan, dekorasi, dan pengadaan bunga. Pihak ketiga atau dekorator yang biasa berurusan dengan Pemkot Tomohon terkait hal ini.

Di sisi lain, petani tradisional yang puluhan tahun menggantungkan hidup dari menanam bunga merasa tidak diuntungkan dari event itu. Bagaimana tanggapan Pemerintah Tomohon atas hal ini?

"Kalau dikatakan petani-petani ini ada kedekatan-kedekatan dengan orang pemerintah, itu tidak ada," ujar Kepala Dinas Pertanian Kota Tomohon, Ir Vonny Pontoh, Selasa, 1 Agustus 2017.

Vonny mengatakan, kelompok tani itu yang sudah lama ada, dan mereka yang sudah bermitra dengan pemerintah untuk mengembangkan krisan. "Karena kalau dia baru, tidak akan mampu menanam bunga khususnya krisan," ujar Vonny.

Dia mengakui, ada bantuan dari pemerintah untuk kelompok tani dalam bentuk bibit, pupuk, zat perangsang tumbuh, serta tenaga teknis pendampingan. "Dari total 100 ribu bibit krisan, itu yang kita bagi ke 34 kelompok. Per kelompok hanya menerima 3 ribu sampai 4 ribu," tutur Vonny sambil menambahkan, jika dirupiahkan nilainya sekitar Rp 2,1 juta.

Bantuan ke kelompok ternyata juga tidak secara merata diterima oleh tiap anggota. Apalagi untuk penanaman bunga krisan, hanya khusus bagi yang punya green house.

"Khusus krisan lulu dan pulo itu bisa ditanam tanpa green house. Tetapi dengan kondisi alam kali lalu kan tidak memungkinkan, hanya yang punya green house yang kita berikan bantuan. Jadi, tidak harus seluruh anggota kelompok terima bantuan," ungkap Vonny.

Terkait keuntungan yang bisa didapat kelompok tani, Vonny mengungkapkan, kalau petani bisa menghasilkan 5 ribu kuntum dan nilai jualnya Rp 3 ribu, berarti mendapat hasil Rp 15 juta.

"Mereka sudah tahu keuntungannya. Ada yang tanam 20 ribu, berarti dia akan dapat sekitar Rp 60 juta," kata Vonny.

Vonny mengatakan, pihaknya sudah menghitung dari sisi analisis usaha tani berapa keuntungan yang didapat petani. "Keuntungan banyak, sehingga untuk harga petani tidak akan meminta lebih dari itu. Rp 3.500, mereka sudah untung cukup banyak,” papar Vonny.

Dari data di Dinas Pertanian Kota Tomohon, terdapat 50 kelompok petani bunga. Tiap kelompoknya sebanyak 15 orang, sehingga total ada 750 orang. Sedangkan, luas lahan sebesar 300 hektare per tahun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.