Sukses

Waspada, Angin Kumbang dan Siklon Bawa Penyakit ke Pantura

Masyarakat diminta waspada atas ancaman penyakit yang dibawa angin kumbang dan siklon ke wilayah Pantura.

Liputan6.com, Tegal - Angin kumbang, udara kering, dan angin siklon melanda sejumlah wilayah pantura Brebes dan Tegal sejak sebulan terakhir. Akibatnya, sejumlah nelayan memilih tak melaut dan lebih memilih menyandarkan kapalnya di dermaga.

Angin yang sedang melanda sejumlah daerah di Pantura Jateng dan Cirebon itu juga kerap mendatangkan berbagai penyakit. Masyarakat pun diminta waspada atas ancaman penyakit yang dibawa.

Prakirawan (Forecaster) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tegal, Hendy Andriyanto mengatakan, angin yang cukup kencang atau disebut angin kumbang itu menyebabkan kelembaban rendah.

"Karena udara kering, kelembaban juga rendah. Sehingga, pada malam hari terasa dingin dan siang hari terasa panas," ucap Hendy Andriyanto, Rabu, 3 Agustus 2017.

Saat malam hari, kata dia, suhu udara bisa mencapai 23-24 derajat Celcius. Sedangkan untuk siang hari, cuaca panas bisa mencapai 33- 34 derajat Celcius.

Menurut dia, suhu udara yang panas saat siang hari menimbulkan banyak debu yang beterbangan di udara. Kondisi itu dapat mengganggu sistem pernapasan.

Berembusnya angin kumbang, seiring dengan musim kemarau yang sedang berlangsung saat ini, meskipun hujan sesekali masih melanda.

Kendati demikian, angin kumbang sangat memberikan keuntungan kepada petani bawang merah. Pasalnya, bawang merah tidak memerlukan udara lembab tinggi dan jumlah air yang banyak.

"Inilah yang membuat angin kumbang memiliki peranan yang baik bagi petani bawang merah," kata dia.

Ia memperkirakan, kondisi itu akan berlangsung hingga akhir Agustus 2017 mendatang. Selain itu, nelayan di perairan Jawa juga diimbau tidak melaut terlebih dahulu. Tiupan angin dapat mengakibatkan gelombang tinggi di laut.

Berdasarkan data di BMKG, kecepatan angin rata-rata 19 kilometer per jam. Sedangkan kelembaban udara bisa lebih rendah hingga 50 persen dibandingkan keadaan normal. Beberapa hari terakhir, nelayan di Tegal memilih tak melaut akibat gelombang tinggi.

"Tidak mau ambil risiko melaut. Selain gelombang tinggi, ikan-ikannya juga kecil kalau pas musim angin kumbang seperti sekarang ini," kata seorang nelayan asal Tegal, Yanto (45).

Ia menambahkan, perahu kecil yang ditumpanginya tidak bisa menahan tinggi gelombang saat musim seperti saat ini. Ia lebih memilih memperbaiki alat tangkap jaring.

Kondisi semacam itu, kata dia, lumrah terjadi lantaran siklus tahunan.

Saksikan video menarik di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Permukaan Bumi Kering

Sementara itu, Kordinator Kelompok Teknis BMKG Stasiun Meteorologi Tegal, Kaharudin memaparkan bahwa pada musim kemarau, permukaan bumi lebih kering, Kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya.

'Pada musim kemarau, di saat permukaan bumi sedang kering, panas matahari akan lebih banyak terbuang dan hilang ke angkasa. Itulah sebabnya, suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan," ucap Kaharudin.

BMKG juga menambahkan bahwa di Pulau Jawa sedang dialiri angin siklon, angin siklon diprediksi berakhir sampai dengan bulan Agustus.

"Sebenarnya, ini sudah memasuki puncak musim kemarau, tetapi karena adanya pengaruh angin siklon, sehingga masih ada terjadinya hujan," kata dia.

Ia pun menghimbau kepada masyarakat untuk selalu menjaga kondisi kesehatan, karena cuaca kemarau suhu udara lebih dingin dari pada musim penghujan.

"Tetap waspada, jaga kondisi kesehatan dan asupan gizi juga diperhatikan," katanya.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.