Sukses

Warga Protes Film Dokumenter Banda The Dark Forgotten Trail

Film dokumenter Banda The Dark Forgotten Trail mengingatkan pada kejayaan Banda masa lalu.

Liputan6.com, Ambon - Keluarga besar Wandan Banda Eli-Elat dan anak cucu Mboyratan menolak pemutaran film dokumenter Banda, the Dark Forgotten Trail arahan sutradara Jay Subyakto. Film itu dinilai dapat menciptakan instabilitas di Maluku.

"Kami juga mengutuk keras pernyataan yang mengatakan kalau orang asli Banda telah habis dibantai dan punah dalam perang genosida tahun 1621," kata Ketua Dewan Pengurus Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Wandan, Kamaludin Rery di Ambon, Senin (31/7/2017), dilansir Antara.

Pernyataan Kamaludin disampaikan saat menggelar demonstrasi bersama puluhan warga Banda Eli-Elat di halaman Gedung DPRD Maluku. Para pendemo akhirnya diterima Ketua Komisi A DPRD Maluku, Melkias Frans dan anggota Herman Hattu, serta Raad Rumfor dan Ridwan Elys.

Kamaludin menegaskan, orang asli Banda yang keluar meninggalkan harta bendanya dan berpencar di berbagai penjuru Maluku hingga luar negeri masih tetap ada. Mereka memiliki keturunan banyak hingga hari ini.

Mereka berpencar di Pulau Seram, seperti wilayah Kabupaten Seram Timur dan Maluku Tengah, Banda Eli, dan Banda Elat di Kabupaten Maluku Tenggara, maupun di Pulau Haruku (Kailolo) dan Pulau Ambon seperti di Negeri Amahusu.

"Untuk itu kami minta Lembaga Sensor Film (LSF) nasional untuk menghentikan pemutaran film dokumenter tersebut karena telah memicu instabilitas keamanan di Maluku dan dianggap membuat alur ceritera yang memutarbalikkan sejarah," ia menandaskan.

Tokoh masyarakat Wandan lainnya, Salamun Yusran, mendesak Kapolda Maluku melakukan tindakan hukum terhadap penulis naskah film tersebut, M Irfan Ramli dan sutradara Jay Subyakto, karena bisa memicu konflik sosial atau suku.

Menurut dia, sudah ada fakta saling ancam dan saling hujat antara masyarakat Banda Naira dan masyarakat Banda Ely-Elat serta anak cucu Mboiratan yang terjadi di media sosial.

Keluarga besar Wandan dan anak cucu Mboyratan akan melayangkan somasi serta melapor secara resmi penulis dan sutradara karena telah memicu keresahan antarwarga dan suku di Maluku, khususnya masyarakat Wandan dengan masyarakat Banda Naira.

"Kami minta DPRD tidak hanya diam dengan tuntutan kami, tetapi harus ditindaklanjuti secepatnya untuk meminta Lembaga Sensor Film (LSF) nasional tidak melakukan pemutaran film tersebut," ucap Yusran yang juga salah satu tokoh perjanjian perdamaian Maluku di Malino (Sulsel).

Ketua komisi A DPRD Maluku, Melkias Frans, pihaknya akan melanjutkan tuntutan keluarga besar Wandan dan anak cucu Mboyratan kepada pimpinan DPRD untuk menyurati Kapolda Maluku dan instansi terkait, termasuk Parfi maupun lembaga sensor film nasional. 

DPRD akan meminta Polda dan Polres untuk melarang pemutaran film Banda, the Dark Forgotten Trail dimaksud. "Bila ada chaos dengan mereka yang ada di Banda Naira, maka itu adalah tanggung jawab aparat keamanan," katanya.

Saksikan video menarik di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Banda, Pala, dan Jalur Sutera

Banda, the Dark Forgotten Trail adalah film yang menceritakan kembali sejarah Kepulauan Banda dan pala yang hampir terlupakan. Film itu menjadi karya film panjang pertama dari Jay Subyakto yang memiliki ketertarikan dan perhatian terhadap pulau Banda.

"Sangat penting Banda Neira buat bangsa kita, karena di sini lahir banyak pemikiran, lahir banyak kepedihan, lahir banyak semangat, dan lahir banyak ironi yang terjadi sampai hari ini," kata Jay dalam sebuah pernyataan tertulis seperti dikutip Antara.

Pengalaman pertama menyutradarai film panjang ini menjadi pengalaman yang sangat mengesankan yaitu, kata Jay, "melakukan suatu pekerjaan yang kita cintai dengan tim terbaik di negeri surgawi." Sebagai sutradara, dia menerima tawaran dari Sheila Timothy.

Irfan Ramli sebagai penulis naskah mengatakan, Banda, the Dark Forgotten Trail adalah upaya untuk menegaskan relasi antara masa lampau dengan persoalan-persoalan kekinian.

"Menelusuri masa lampau artinya mempelajari apa yang terjadi dan yang akan terjadi, menjadi bagian dari identitas dan kesadaran komunal," ucap Irfan Ramli.

Film tersebut mengingatkan Kepulauan Banda pada masa lalu yang menjadi salah satu kawasan paling diburu karena menghasilkan pala. Sejak diperkenalkan para pedagang China, pala menjadi salah satu komoditas rempah yang sangat tinggi. Bahkan, segenggam pala pernah dianggap lebih bernilai dari segenggam emas.

Hal tersebut membuat pedagang China menutupinya dengan kain sutera. Jalur Sutera menjadi dikenal dunia padahal sebenarnya merupakan usaha menutupi jalur rempah. Yang jelas ekspedisi-ekspedisi besar dari Eropa bergerak dan saling berlomba menuju pulau kecil di Timur ini.

Sejarah Banda penuh dengan kesedihan. Satu versi catatan sejarah menyebutkan Banda berubah saat Jan Pieterszoon Coen yang berbendera VOC tiba dan melakukan aksi pembantaian pada 1621. Setelah itu, terjadi eksodus yang mengakibatkan penduduk asli Banda sulit ditemukan, terutama di Kepulauan Banda.

Di sisi lain, eksodus besar-besaran itu menjadikan Banda sebuah kawasan unik yang dihuni beragam suku bangsa di Nusantara, Arab, Tionghoa, dan Eropa. Masyarakat itulah yang membentuk masyarakat Banda hari ini.

Mengisahkan kehidupan di Kepulauan Banda dan pala saat ini adalah mengisahkan kisah-kisah tersembunyi. Kepulauan Banda dengan pala pada satu masa telah menjadi penyebab migrasi manusia secara besar-besaran dari satu kawasan ke kawasan lain dan menciptakan ruang akulturasi bangsa dari seluruh penjuru dunia.

Saat ini Banda bertahan dengan industri perikanan dan pariwisata bawah lautnya. Pala Banda yang pernah menjadi bagian penting dalam sejarah penjelajahan, saat ini sekadar komoditas sampingan karena tidak adanya inovasi dan kebaruan.

Sheila Timothy selaku produser Banda, the Dark Forgotten Trail berharap, "Semoga film ini dapat dinikmati oleh seluruh pencinta film nasional, dan sejarah Banda dapat kembali diingat untuk dijadikan semangat dan harapan untuk Indonesia di masa depan."

Banda, the Dark Forgotten Trail tayang serentak mulai 3 Agustus 2017 di jaringan bioskop nasional. Film ini dijadwalkan tayang perdana pada 31 Juli 2017. Tanggal itu bertepatan dengan peringatan 350 tahun Perjanjian Breda yang menyepakati penyerahan Pulau Rhuin, Banda dari Inggris ke Belanda yang ditukar dengan Manhattan dan New York.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.