Sukses

Pagi Berkah Bersama Nelayan di Perairan Bengkulu

Cerahnya pagi membawa rezeki bagi para nelayan.

Liputan6.com, Bengkulu - Kokok ayam jago menemani Buyung Tamang, melakukan aktivitas pagi di sisi dermaga nelayan tradisional yang berada di dalam kawasan pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu. Sambil menaikkan jaring ke atas sampan tanpa cadik, Buyung menatap langit pada pagi yang cerah di pertengahan Bulan Suci Ramadan tahun 2017 ini.

"Semoga cerahnya pagi ini membawa berkah rezeki saya melaut nanti," ujar Buyung di atas sampan, Rabu 14 Juni 2017. 

Sambil memompa mesin setengah PK yang langsung hidup sambil mengepulkan asap putih, Buyung yang merantau dari Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat itu memacu sampan dengan kecepatan sedang ke tengah Samudera Hindia. Dengan mengenakan topi bercaping, dia masih sempat melambaikan tangannya sambil mengacungkan jempol.

Buyung adalah potret nelayan di wilayah Kampung Melayu Kota Bengkulu. Kawasan ini dihuni mayoritas suku perantau dari Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh hingga suku Bugis yang datang dari Makasar. Masyarakat di sini memang menggantungkan hidup dari hasil laut, kebanyakan mereka bekerja pada juragan kapal dengan alat tangkap modern. Tetapi banyak juga yang masih bertahan dengan melaut menggunakan peralatan tradisional seperti jaring dan pancing.

Keberadaan dermaga tradisional tepat berada di seberang Dermaga Samudra yang melakukan bongkar muat menggunakan kapal berukuran besar. Kondisi ini tidak menyurutkan semangat para nelayan tradisional. Mereka terkadang harus mengalah saat akan keluar pintu alur pelabuhan menuju laut lepas saat berpapasan dengan kapal tongkang atau tangker pembawa BBM.

Dengan penuh harapan nelayan kampung melayu Bengkulu mengarungi Samudra Hindia untuk mencari nafkah (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Ambo Caming, salah seorang tetua masyarakat perantau asal Bugis mengatakan, kondisi cuaca di Bengkulu sangat sulit diprediksi, terkadang langit yang cerah di pagi hari bisa berubah sangat cepat. Tetapi para nelayan tradisional sudah dibekali pengetahuan untuk menyelamatkan diri jika amukan badai datang.

Mereka biasanya langsung berlindung di Pulau Tikus yang berada di tengah laut atau kembali ke darat jika masih memungkinkan. Komunikasi kepada kerabat di daratan terus dilakukan untuk mengantisipasi kondisi terburuk saat mereka mencari nafkah di tengah laut.

"Rezeki dan maut itu sudah ada yang mengatur, kita hanya menjalankan saja sambil berusaha dan berdoa," ujarnya.

 

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.