Sukses

Sekolah Gratis untuk Warga Miskin dari Mantan Jurnalis

Mantan wartawan ini rela tinggalkan dunia jurnalis untuk mendirikan sekolah gratis bagi warga kurang mampu.

Liputan6.com, Tasikmalaya - Tahyudin Ali Mursid, mantan jurnalis harian daerah di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat punya misi mulia. Seperti motonya, banyak jalan menuju surga, maka dia meninggalkan dunia jurnalis untuk mendirikan sekolah gratis bagi warga kurang mampu.

Minimnya informasi sebagai pengajar bukan halangan baginya untuk berkiprah di masyarakat. Namun pengalamannya sebagai penulis menuntun mata hatinya berbagi dengan mereka yang kurang mampu dalam meraih asa dan citanya.

"Awalnya banyak orangtua yang datang ke sini tidak percaya (berkembang) bakal berlanjut, sekolahnya saja masih ngampar (lesehan) karpet," ujar Wiwin Nurkamelia, kepala sekolah MI Cintaraja, sekaligus istri Tahyudin, mengawali pembicaraan, saat ditemui Sabtu pagi, 27 Mei 2017.

Bermodalkan tanah warisan mertua yang kini digunakan sebagai bangunan Madrasah Ibtidaiyah (MI), ia bersama Tahyudin bahu membahu mengembangkan sekolah terpadu Islami yang terletak di Kampung Gandrung, Desa Cintaraja, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat tersebut.

"Lumayan menguras tenaga dan pikiran, namun kini terbayar (tercapai) perjuangan itu," kata dia.
Mantan wartawan ini rela tinggalkan dunia jurnalis untuk mendirikan sekolah gratis bagi warga kurang mampu. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)
Awalnya sekolah berbasis keagamaan ini sulit mendapatkan siswa. Selain tidak memiliki nilai jual karena kondisi belajar mengajar masih lesehan menggunakan karpet menimbulkan cibiran warga sekitar yang meremehkannya. Alhasil tak mengherankan pada saat tahun kedua penerimaan siswa di sekolah gratis ini hanya dua orang yang mendaftar.

"Dari sana mulai terbuka (kesulitan), apakah lanjut atau berhenti, padahal sekolahnya gratis," ujar dia meyakinkan Tahyudin yang tak hentinya berpromosi mengajak anak bersekolah.

Pola pun berganti, ia rela meminta Tahyudin menjemput bola menjadi sopir sekaligus untuk mengantarkan siswa hingga sekolah dengan mobil butut sekolah yang dipeliharanya hingga kini. "Pokoknya asal anak-anak mau sekolah," kata dia.

Bahkan untuk menutupi biaya operasional sekolah, ia rela menggunakan modal usaha sebagai pedagang buku dan kuliner hingga 70 persen. "Kadang ada juga orang tua siswa yang bantu meskipun tidak wajib," ujarnya.

Perlahan dengan pasti, akhirnya sekolah yang dirintis sejak 2009 ini pun terus berkembang, menggunakan kurikulum berbasis karakter atau pembiasaan yang baik, selain kurikulum KTSP dan Kurtilas yang selama ini diterapkan sekolah konvensional, daya tawar sekolah ini pun menjadi naik.

"Kita punya kurikulum Rakaat ( Raport Kegiatan Anak- Anak Takwa), setiap hari kita periksa, pemantauannya langsung kerjasama dengan orang tua, sehingga siswa didik lebih terpantau," ujar pengajar yang pernah meraih Juara Satu Piala Presiden KH Abdurrahman Wahid ( Gus Dur) Syaembara resensi kitab kuning tersebut.

Selain itu, ragam prestasi mulai dicapai seperti penghargaan Garuda Siaga Berprestasi Tingkat Nasional, Juara II lomba Tekram Kepramukaan tingkat Kab, Juara Tenis Meja, Juara Pildacil dan yang lainnya. "Kita ingin anak-anak di sini berprestasi menjadi anak yang cerdas dan takwa dunia akhirat,” pintanya.
Mantan wartawan ini rela tinggalkan dunia jurnalis untuk mendirikan sekolah gratis bagi warga kurang mampu. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)
Tahyudin yang kini didaulat menjadi Ketua Yayasan Ponpes Riyadlu As- Shalihin yang menaungi sekolah ini, mengatakan, selain prestasi ekstra kulikuler, keberadaan sekolah gratis ini mulai menunjukan prestasi akademik yang mumpuni. "Banyak lulusan kami meskipun baru satu angkatan (kelulusan), mendominasi ranking kelas di sekolah barunya,” ujarnya.

Untuk mempertahankan prestasi siswa, Tahyudin meminta seluruh siswanya mengutamakan hafalan (tahfidz) al-quran, terutama surat pendek, sehingga mereka terdaluntukmbaca kita suci umat islam tersebusekolahmudian sholat lima waktu tepat waktu, hingga hal sepele mengenai soal kebersihan. "Di sekolah kami ada program ketawa, ketemu sampah langsung bawa, masukan ke tong sampah, ini kan pembisaan yang baik,” ungkapnya.

Tahyudin mengatakan, kendati sampai sekarang sekolah yang dirintisnya terus melakukan pembangunan, namun sekuat tenaga ia terus mempertahankan sekolah gratis, tanpa mengandalkan bantuan pihak lain termasuk orang tua siswa.

"Ini murni dari hasil usaha saya, tidak ada meminta-minta, bahkan bantuan dari pemerintah, saya yakin kalau niatnya untuk kepentingan agama ada saja barokahnya," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.