Sukses

Curahan Hati Istri Korban Tsunami Aceh yang Minta Suntik Mati

Korban tsunami Aceh itu semakin putus asa sejak diusir dari barak saat kondisinya lumpuh dan tak bisa lagi bekerja.

Liputan6.com, Banda Aceh - Berlin Silalahi (46), korban tsunami yang selama ini menetap di hunian sementara Barak Bakoy, Aceh Besar, mengajukan permohonan eutanasia atau suntik mati ke Pengadilan Negeri Banda Aceh. Sidang permohonan tersebut kini sedang bergulir.

Ratna Wati, istri pemohon, menyatakan suaminya mengajukan permohonan eutanasia sejak mereka diusir dari Barak Bakoy oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu.

"Kami tidak tahu tinggal di mana lagi. Sejak pembongkaran barak, suami saya tidak bisa berpikir positif lagi. Apalagi, suami saya lumpuh dan dalam kondisi sakit kronis," kata dia Kamis (18/5/2017), dilansir Antara.

Ratna Wati mengaku siap jika Pengadilan Negeri Banda Aceh mengabulkan permohonan suaminya. Apalagi, permohonan suntik mati merupakan kemauan sendiri suaminya.

"Saya siap menerima jika pengadilan mengabulkan permohonan eutanasia. Apalagi suami saya sudah berusaha mengobati penyakitnya di berbagai rumah sakit, termasuk berobat kampung," kata Ratna Wati.

Tim kuasa hukum Berlin, Mila Kesuma dan Yusi Muharnina dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), menyerahkan rekam medis kliennya kepada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Kamis (18/5/2017). Rekam medis tersebut diserahkan dalam sidang kedua dengan hakim tunggal persidangan Ngatemin.

Sidang kedua yang tidak dihadiri Berlin selaku pemohon karena lumpuh itu hanya berlangsung lima menit. Setelah rekam medis diserahkan, hakim menutup persidangan. Sidang dilanjutkan Jumat, 19 Mei 2017, dengan agenda mendengarkan putusan hakim.

Mila Kesuma dan Yusi Muharnina usai persidangan mengatakan, rekam medis yang diserahkan tersebut bukti untuk menguatkan permohonan suntik mati.

"Kami menyerahkan rekam medis pemohon. Pemohon sakit di bagian paru-paru dan tulang belakang. Hasil rekam medis menyebutkan kondisinya kronis," kata Yusi Muharnina, 

Mila Kesuma juga menyebutkan rencana menghadirkan psikolog tidak jadi dilakukan. Seharusnya, pihaknya menghadirkan saksi psikolog pada persidangan kedua.

"Setelah kami berkonsultasi dengan hakim, rencana menghadirkan saksi psikolog tidak jadi kami lakukan. Pada sidang kedua ini hanya rekam medis yang kami serahkan," kata Mila.

"Klien kami mengajukan permohonan eutanasia atas kesadaran sendiri. Klien kami mengajukan permohonan tersebut karena kondisinya sekarang ini lumpuh dan sakit-sakitan," kata Direktur YARA Safaruddin yang juga kuasa hukum Berlin Silalahi.

Karena kondisinya, ucap Safaruddin, kliennya tidak bisa lagi menafkahi keluarga. Istrinya, Ratna Wati, adalah ibu rumah tangga dan tidak memiliki pekerjaan.

Untuk hidup sehari-hari, Berlin Silalahi hanya mengandalkan bantuan sesama korban tsunami yang tinggal di Barak Bakoy. Namun, barak tersebut sudah dibongkar dan penghuninya digusur oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar.

"Pemohon atau klien kami sudah berupaya mengobati penyakitnya. Namun hingga kini, pemohon tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan biaya pengobatannya," ujar Safaruddin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.