Sukses

Rumah Sakit Ini Nombok Rp 700 Juta Tiap Tahun, Kok Bisa?

Setiap tahun rumah sakit ini harus mengeluarkan uang lebih alias nombok sampai Rp 700 juta.

Liputan6.com, Balikpapan - Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo, Balikpapan, Kalimantan Timur, nombok Rp 700 juta per tahun dalam penanganan pasiennya. Uang sebesar itu dipergunakan sebagai pengganti biaya pasien pasien yang tidak mampu membayar biaya perawatan kesehatannya.

"Macam macam yang terjadi, pasien dari keluarga miskin, gelandangan dan kabur begitu saja usai memperoleh perawatan," kata Direktur RS Kanujoso Djatiwibowo, dr Edy Iskandar, Sabtu, 13 Mei 2017.

Tunggakan sebesar Rp 700 juta mayoritas di antaranya merupakan biaya pembelian obat obatan dan rawat inap selama menjalani pengobatan pasien. Para tenaga medis terpaksa juga mengikhlaskan jasa perawatan sudah diberikan pada pasien ini.

"Paling besar untuk obat obatan mencapai 60 persen. Kami kan harus membayar pembelian obat obatan dari perusahaan farmasi. Kalau jasa dokter bisa direlakan saja, mau bagaimana lagi," tutur dia.

Edy mengatakan, permasalahan tunggakan mulai terjadi sejak pemerintah memberlakukan layanan jaminan kesehatan nasional (JKN) ke seluruh masyarakat. Menurutnya, ada sebagian kecil warga Balikpapan yang belum terlindungi layanan diberikan BPJS Kesehatan.

"Masih ada beberapa masyarakat yang belum jadi anggota BPJS Kesehatan. Mereka ini yang tidak bisa membayar biaya kesehatan di rumah sakit," ia memaparkan.

Hingga saat ini, Edy menyebutkan, tunggakan ini akhirnya menjadi beban biaya yang menjadi tanggungan rumah sakit. Mereka tidak bisa membebankan lagi pada anggaran jaminan kesehatan Provinsi Kaltim dan Pemkot Balikpapan.

"Tidak ada lagi Jamkesprov dan Jamkesda. Ini akhirnya menjadi beban rumah sakit, kami anggap saja seperti corporate social responsibiity (CSR) kami saja untuk masyarakat," ia mengungkapkan.

Namun demikian, Edy mengakui, permasalahan ini akhirnya menggerus asset sudah dimiliki Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo. Menurut dia, Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo sudah dituntut menjalankan operasional medisnya secara mandiri tanpa tergantung bantuan Pemprov Kaltim.

"Kami sudah menjalankan operasional medis secara mandiri, sehingga permasalahan sangat membebani rumah sakit," ujar dia.

Edy menyakini, permasalahan ini terjadi pula di rumah sakit negeri lainnya di wilayah Kaltim. Pemerintah sudah mewajibkan layanan maksimal pasien pasien pengguna BPJS Kesehatan di seluruh rumah sakit negeri di Indonesia.

"Kami memaksimalkan pelayanan seluruh pasien terlebih dahulu. Di antaranya warga miskin yang tidak terlindungi layanan JKN sehingga sulit membayar," sebut dia.

Kepala BPJS Kesehatan Balikpapan, Muhammad Fakhriza mengatakan, sebanyak 86 persen warga Balikpapan totalnya sebanyak 700 ribu sudah terdaftar JKN Kesehatan. Mereka terdaftar sebagai peserta perusahaan maupun mandiri dipersyaratkan pemerintah.

"Sudah mayoritas terdaftar di BPJS Kesehatan Balikpapan," kata dia.

Namun demikian, Fakhriza mengakui adanya puluhan ribu warga Balikpapan lainnya yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Selain itu juga adanya beberapa peserta BPJS Kesehatan Balikpapan tidak aktif membayar premi kesehatan.

"Masih banyak juga yang belum jadi anggota dan aktif membayar premi kesehatan. Sehingga otomatis tidak memperoleh layanan kesehatan. Mereka ini yang akhirnya membebani rumah sakit di Balikpapan," Edy memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini