Sukses

Konflik Lahan 12 Tahun Berakhir dengan Kerja Sama Konsesi

Dengan kesepakatan solusi konflik lahan, polisi hutan tak bisa lagi menangkapi warga Desa Riding.

Liputan6.com, Palembang - Selama 12 tahun terakhir sejak PT Bumi Mekar Hijau (BMH) membuka lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Desa Riding, Kecamatan Pangkalan Lampang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel), konflik pengelolaan lahan terus terjadi dengan warga sekitar.

Setelah adanya nota kesepakatan kerja sama (NHK) lahan konsesi seluas 10 ribu hektare yang difasilitasi Direktorat Jenderal (Dirjen) Kementerian Lingkungan Hidup, ketegangan konflik lahan belasan tahun berakhir.

Hadi Daryanto, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, konflik menyebabkan areal-areal konsesi atau yang dikelola oleh negara melalui balai taman nasional tidak bisa ditangani dengan baik.

"Dua belas tahun sangat melelahkan bagi warga Desa Riding berkonflik dengan pemegang izin. Pemerintah sekarang ingin menyelesaikannya konflik tenurial hutan, antara hak dan kewajiban soal hutan," ujarnya kepada Liputan6.com, saat menghadiri penandatanganan Nota Kesepakatan Kerjasama (NKK) Kemitraan Kehutanan PT BMH dengan masyarakat Desa Riding di Kabupaten OKI Sumsel, Jumat, 21 April 2017.

Luasan lahan konsesi tersebut dibagi dalam Zona 1 dengan luasan 4.390 hektare untuk lahan infrastruktur, areal lindung dan termasuk 1.800 hektare untuk lahan penggembalaan kerbau.

Sedangkan, Zona 2 dengan total luasan 5.610 hektare diperuntukkan sebagai pengembangan agroforestri seluas 1.500 hektare dan penanaman tumbuhan akasia. Penggarapan lahan konsesi itu juga akan diawasi secara online oleh instansi terkait dan masyarakat.

Kerja sama itu juga sebagai bentuk pelegalan Desa Riding di dalam kawasan hutan seluas 10 ribu hektare. Dengan status baru ini, program pemerintah lainnya bisa disisipkan, sementara polisi kehutanan (Polhut) tidak bisa lagi menangkap para warga.

"Ketika legal, jangan dijualbelikan tanah garapan ini, jangan menanam sawit, karena ini bukan Hak Guna Usaha (HGU). Bisa menanam pangan dan lainnya," katanya.

Proses penyelesaian konflik di Desa Riding ini, lanjut dia, sudah diurus sejak Oktober 2016 lalu, terutama sejak terbit Peraturan Menteri (Permen) P.84 tentang Penanganan Konflik Tenurial Kawasan Hutan dan didukung Permen P.20 tentang Tata Cara Pemberian izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dan Permen P.42 tentang Penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan tanaman pada hutan produksi.

Rekoneksi dan perlindungan kemitraan kehutanan antara gabungan 11 kelompok tani Desa Riding bersatu dengan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu. Perusahaan juga bisa menjalankan CSR di dalam program ini.

"Dengan adanya tanda tangan kerjasama ini, masyarakat diharapkan tidak akan membakar lahan lagi. Ada hak dan kewajiban yang harus dijalankan dalam mengelolanya," lanjut Hadi.

Di Sumsel, ada 325 ribu hektare Hutan Lindung dan 167,8 hektare Perhutanan Sosial. Namun, NKK baru dilakukan di Desa Riding dengan PT BMH. Sedangkan, perusahaan lainnya di Sumsel seperti PT MHP dan PT Reki belum membuka kerja sama dengan warga sekitar untuk menggarap lahan konsesi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Asal Muasal Konflik

Sofuan Isa, Kepala Desa Riding mengatakan konflik lahan antara warga dan PT BMH sudah terjadi sejak 2005. Saat PT BMH masuk ke kawasan Desa Riding, pihak perusahaan tidak meminta izin dan memberitahu warga sekitar.

Akhirnya, masyarakat berdemo sekitar 2006 hingga 2007. Perwakilan warga juga sempat berdemo ke Pemerintah Kota (Pemkot) Lubuklinggau hingga membawa permasalahan ini ke instasi terkait di Jakarta. Lahan konsesi seluas 10 ribu hektare akhirnya tidak bisa dikelola oleh PT BMH karena ditahan warga sekitar.

"Mereka hanya izin ke pemerintah dan setiap ada pertemuan antara perusahaan dan warga, selalu tidak menemukan kata damai. Belum ada menghasilkan kesepakatan seperti ini," kata Sofuan.

Dengan adanya kemitraan ini, sebanyak 1.200 Kepala Keluarga (KK) di Desa Riding bisa bekerja sama mengelola 10 ribu lahan konsesi. Para warga antusias dengan kerja sama yang sudah lama diinginkan mereka.

Menurut Bori, salah satu warga Desa Riding, ia akan menanam bibit pangan dan menambah usaha lainnya di lahan konsesi tersebut, seperti memelihara ikan tawar dan beternak kerbau.

"Perekonomian warga Desa Riding sedang menurun drastis, karena kebanyakan mereka petani karet dan harga karet sedang anjlok. Semoga bisa meningkatkan kesejahteraan warga dengan kerja sama ini," tutur Bori.

Direktur Utama PT BMH Jhonson Lumban Tobing mengatakan, zona pengelolaan kemitraan kehutanan ini akan diperuntukkan bagi kawasan lindung sempadan sungai. Lalu, lahan hijau untuk pakan kerbau, tanaman pangan, pemukiman penduduk serta penanaman akasia pola kemitraan dengan tumpang sari palawija.

Penanaman tumbuhan akasia pola kemitraan dengan masyarakat ini, lanjutnya, akan menyuplai bahan baku ke PT Oki Pulp and Paper Milis. Warga juga akan mendapatkan gaji bulanan untuk produksi tumbuhan akasia.

"Setelah dijual ke PT Oki Pulp and Paper, akan diterapkan sistem bagi hasil, semua akan dihitung. Untuk petak sawah, semua hasilnya untuk warga sebagai bagian peningkatan kesejahteraan masyarakat," ucap Jhonson.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.