Sukses

Di Balik Tawa 2 Anak Penjual Cobek Usai Pamannya Keluar Penjara

Kedua anak yang disebut menjadi korban penjual cobek mengaku trauma gara-gara melihat pamannya dipenjara.

Liputan6.com, Purwakarta - Kisah Tajudin yang ditahan sembilan bulan karena diduga terlibat perdagangan orang akibat dua keponakannya, Dendi Darmawan (15) dan Cepi Nurjaman (16), berjualan cobek mendapat perhatian Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.

Ia lalu mengundang ketiganya makan malam bersama. Di sela-sela kegiatan itu, kedua anak yang diduga menjadi korban mengaku memang tak ingin melanjutkan sekolah dan memilih ikut berjualan cobek.

"Teu sakola, teu diteruskeun. Hoream, hayang gawe weh. Jual coet ge hayang sorangan teu diajakan ku sasaha. (Tidak sekolah, tidak diteruskan. Males, pingin kerja saja. Jual cobek juga pingin sendiri tidak diajak siapa-siapa)," ucap Dendi yang juga keponakan Tajudin.

Dendi sebelumnya sempat mengenyam pendidikan hingga lulus SD. Sementara, Cepi yang merupakan anak paman Tajudin, sempat bersekolah hingga di bangku kelas 2 SMP sebelum berhenti. Keduanya kompak beralasan ingin mencari uang sendiri.

Dendi menuturkan, dalam sehari dia bisa membawa delapan cobek ukuran kecil dengan bobot sekira 16 kg. Cobek tersebut dia beli dengan harga Rp 5 ribu per buah, dan bisa dijualnya hingga Rp 40-60 ribu per buah.

Meski memiliki tekad untuk 'berwirausaha' tinggi, Dendi dan Cepi sadar diri dengan fisiknya yang belum biasa mengangkat beban banyak dalam seharian. Dalam satu minggu, keduanya hanya keluar tiga kali untuk jualan berkeliling jalan atau perumahan di sekitar Tanggerang.

"Bawa delapan juga paling laku hanya dua. Dapet untung Rp 80 ribu itu buat makan, jajan, dan ditabung buat pulang ke rumah. Paling bawa ke rumah itu Rp 500 ribu," kata Dendi.

Pasca-'penyergapan' Tajudin, keduanya mengaku merasa trauma. Mereka kini tak mau lagi berjualan dan memilih untuk membantu orangtuanya menjadi perajin cobek di rumah.

"Sekarang nggak jualan tapi bikin coet (cobek). Dari bahan batu ditatah. Sehari paling dapat Rp 20-30 ribu," tutur Dendi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rayuan Dedi dan Mimpi Jadi Pemain Bola

Setelah keduanya bercerita, giliran Dedi merayu kedua anak tersebut agar mau meneruskan sekolah. Rayuannya mulai bantuan mengikuti sekolah kejar paket hingga iming-iming uang.

"Daek teu sakola deui? lamun daek ku saya dibere duit Rp 5 juta keur duaan. Daek teu sakola di sakola terbuka (Mau enggak sekolah lagi? kalau mau, nanti saya beri uang Rp 5 juta untuk berdua. Mau nggak sekolah di sekolah terbuka?" rayu Dedi yang dibalas dengan diam oleh keduanya.

"Ieu serius saya ngabantuan. Salian ti tukang coet hayang jadi naon. Ku saya dibantuan meumpeung amprok. Hayoh hayang naon, saya ikhlas ngabantuan (Ini serius saya membantu. Selain jadi tukang cobek, mau jadi apa? Sama saya dibantu mumpung ketemu. Ayo mau apa, saya ikhlas membantu)," sambung Dedi.

Atas pertanyaan itu, keduanya menjawab hobi bermain bola dan ingin menjadi pemain profesional. Dedi pun kembali mengeluarkan jurus rayuan mautnya. Setelah adu kata-kata, Dendi dan Cepi akhirnya setuju untuk ditampung di SMPN 6 Purwakarta.

Sekolah itu merupakan satu-satunya sekolah yang menjadi tempat pembibitan pemain bola Asli Sepakbola Asal Desa (ASAD) 313 Jaya Perkasa yang sudah sering menjuarai berbagai kompetisi di tingkat nasional maupun internasional.

Di sekolah tersebut, Cepi dan Dendi akan tinggal di asrama dan mendapatkan pelajaran seperti pada umumnya. Bedanya, di sekolah tersebut anak-anak lebih ditekankan untuk belajar sepakbola, mengaji, dan Bahasa Inggris.

"Ya sudah mulai besok saya daftarkan di SMPN 6. Kalau memang tetap ingin cari uang dari bikin cobek silahkan, nanti bahannya bawa dari rumah pahat setelah beres latihan bola dan sekolah," Dedi menawarkan.

Dedi juga sempat meminta ilmu membuat cobek yang dimiliki oleh Cepi dan Dendi pun agar 'ditularkan' pada temannya yang lain dan dikembangkan.  "Kalau perlu dan memang berbakat saya khusus akan panggil guru pahat. Dan kalau memang bakat kalian dipahat memahat, saya sekolahkan ke Bali," imbuh pria yang juga Ketua DPD I Golkar Jabar itu.

Seusai makan malam, Dedi mengungkapkan keinginannya untuk menyekolahkan Dendi dan Cepi bukan tanpa alasan. Pasalnya, pasca-kasus hukum yang menimpa Tajudin tidak ada kejelasan terhadap kedua anak yang disebut 'korban' traficking.

"Malah dari pada dagang saya rasa lebih berat membuat cobeknya. Dan dari segi uang yang didapat kedua anak itu juga lebih kecil membuat daripada menjual. Saya tidak mau mengurusi urusan hukumnya. Terpenting saya ingin membantu hidup Pak Tajudin dan dua anak tadi agar mau sekolah," kata Dedi.

Bagi Dedi keinginan Cepi dan Dendi untuk mencari uang sendiri adalah sebuah hal yang wajar terlebih melihat status dan kehidupan mereka di rumahnya. Bahkan, Dedi pun menyebut saat masih kecil dirinya tak jauh berbeda dengan Cepi dan Dendi.

Saat masih sekolah Dedi pernah merasakan menjadi pedagang es, penjual layangan, tukang foto keliling, hingga menjadi kenek angkutan umum. "Bedanya saya waktu itu masih tetap sekolah," ucap dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini