Sukses

Buat Jalan Pintas untuk Koas, Mahasiswa UGM Terbang ke Hong Kong

Dua mahasiswa UGM itu terbang ke Hong Kong mewakili Indonesia untuk bersaing dengan perwakilan dari 10 negara lainnya.

Liputan6.com, Yogyakarta - Dua mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) dari Fakultas Kedokteran Gigi, Silva Eliana, dan Fakultas Teknik, Arief Faqihudin akan mewakili Indonesia dalam final kompetisi Asia Social Innovation Award tingkat Asia di West Kowloon, Hong Kong pada 16-19 Februari 2017.

Kedua mahasiswa itu mengusung aplikasi COASS dalam ajang tersebut. Sebelumnya, mereka terpilih menjadi pemenang dalam kompetisi serupa tingkat nasional pada 2016.

COASS merupakan aplikasi berlatar bisnis sosial yang menghubungkan profesi dokter gigi atau ko-asistensi (koas) dengan pasien sesuai dengan kebutuhan dan jadwal perawatan keduanya. Ide ini bermula ketika Silva merasa prihatin dengan minimnya jumlah dokter gigi di Indonesia.

Menurut WHO, rasio ideal jumlah dokter gigi dengan penduduk yaitu 1:2.000, sedangkan keberadaan dokter gigi dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia adalah 1:22.000.

"Jumlah dokter gigi jauh dari ideal, bahkan persebarannya tidak merata, 70 persen di Pulau Jawa," kata Silva, Senin, 9 Januari 2017.

Ia menyebutkan, setiap tahun dokter gigi hanya bertambah 600 orang yang lulus dari berbagai perguruan tinggi, sehingga rasio idel baru bisa tercapai pada 2030 mendatang.

Menurut dia, salah satu faktor yang mempengaruhi lambatnya kampus menghasilkan lulusan dokter gigi adalah adanya keterlambatan dalam pendidikan profesi.

Dua mahasiswa UGM itu terbang ke Hong Kong mewakili Indonesia untuk bersaing dengan perwakilan dari 10 negara lainnya. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Normalnya pendidikan profesi ditempuh dalam waktu 1,5-2 tahun. Namun kenyataannya, hampir 50 persen mahasiswa menempuh pendidikan profesi lebih lama karena berbagai faktor.

"Salah satu penyebabnya, mahasiswa koas kesulitan mendapatkan profil pasien yang tepat sesuai kebutuhan atau persyaratan," ucap dia.

Ia mengatakan, persoalan jadwal juga turut berkontribusi dalam memperlambat pendidikan profesi ini. Kesulitan yang umum dialami adalah jadwal koas yang tidak tepat dengan pemeriksaan pasien karena kegiatan pasien, sementara ko-ass dibatasi oleh waktu.

Masalah lain adalah pasien tidak memiliki cukup uang sehingga koas harus membayar untuk menampung pengobatan. Harapannya, aplikasi COASS memberikan kemudahan bagi pasien dan mahasiswa koas untuk bertemu bersama-sama.

Asia Social Innovation Award merupakan sebuah kompetisi ide bisnis start up sosial yang diselenggarakan oleh Social Ventures Hong Kong. Tujuannya, memberi solusi atas berbagai persoalan yang terjadi di Asia.

Kompetisi ini diikuti ratusan peserta dari berbagai negara di kawasan Asia seperti Indoensia, Hongkong, Korea Selatan, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam dan Asia lainnya. Kedua mahasiswa UGM ini akan berkompetisi dengan 10 pemenang perwakilan masing-masing regional.

Kompetisi dimulai dengan seleksi ide bisnis sosial di tingkat regional di 11 wilayah Asia. Ide bisnis sosial terbaik dari masing-masing regional berkesempatan untuk maju ke babak final di Hong Kong.

"Senang dan bangga kami bisa terpilih menerima penghargaan Best Social Start-up Ide di regional Indonesia dan mewakili ke tingkat internasional nantinya," ujar Arief.

Para pemenang regional akan diberi kesempatan untuk mengasah ide dan pengembangan model bisnis melalui  pembinaan dalam lokakarya start up sosial serta pitching ide di Hong Kong.

Selanjutnya, satu ide terbaik dari hasil pitching dipilih menjadi pemenang mendapatkan Grand Award Sosial Innovator 2017. Pemenang berhak memperoleh pelatihan dan masuk dalam keanggotaan di House of Social Innovators selama 1 tahun dan memperoleh uang pembinaan sebesar US$ 9.020.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.