Sukses

Terkuak, Geng Motor Cirebon Rancang Pembunuhan Sejoli pada HUT RI

Ada balas dendam dan cinta segitiga dalam pembunuhan sejoli oleh geng motor Cirebon pada 27 Agustus 2016.

Liputan6.com, Cirebon - Majelis hakim menyatakan pembunuhan dan pemerkosaan sejoli RS (16) dan VN (16) di tangan geng motor Cirebon sudah terencana. Hal itu terungkap saat Hakim Ketua PN Kota Cirebon Etik Purwaningsih menjatuhkan vonis kepada ST, salah seorang terpidana pada Senin, 10 Oktober 2016.

Majelis hakim menyatakan ST bersalah dan melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang pembunuhan berencana. Dalam sidang putusan itu, Etik membeberkan fakta adanya rencana pembunuhan yang dimulai dengan konsep untuk menyakiti korban pada 17 Agustus 2016.

Pada 17 Agustus 2016, salah seorang pelaku yang masih buron, yaitu DN menyebarkan pesan pendek kepada anggota Moonraker (geng motor kawanan pelaku) untuk menyerang XTC (geng motor lain) yang menjadi musuh bebuyutannya.

"Selain karena balas dendam, ada cinta segitiga. DN menyukai VN tapi VN menolak. Pesan pendek itu merupakan rencana terkonsep untuk menyakiti korban," ujar Etik.

Dalam rencana itu terdapat pembagian tugas sehingga majelis hakim menilai ST terlibat langsung dalam kejadian itu. Dari fakta tersebut, majelis hakim menolak pembelaan yang dipaparkan kuasa hukum ST.

Termasuk keluhan ST atas jalannya persidangan yang membuat ST pusing.

Dalam persidangan itu, hakim membeberkan fakta-fakta lain dari perbuatan para pelaku hingga menewaskan kedua korban. Selain dipukul dengan tangan kosong, korban RS juga dipukul dengan batu, ditusuk bambu dan pedang samurai.

Sementara korban VN, selain diperkosa secara bergiliran, pelaku memukul berkali-kali dengan bambu dan batu. Bahkan, korban juga menyabet bagian belakang VN dengan Samurai.

Sementara itu, kakek korban VN, Sadulah (60) mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim. Dia meminta hukuman minimal 15 tahun dijatuhkan terhadap pelaku yang telah menghilangkan nyawa cucu kesayangannya.

Meski begitu, dirinya tetap menghormati putusan hakim, lantaran ST adalah pelaku di bawah umur. "Kecewa cuma delapan tahun, harusnya minimal 15 tahun. Tapi, kami tetap serahkan pada pihak berwenang, hanya pelaku lain yang belum disidangkan harus dihukum mati," ujar Sadulah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.