Sukses

Usulan Penundaan Proses Hukum Paslon Pilkada Ditolak DPR

Beberapa anggota dewan dari Fraksi Hanura dan Gerindra juga interupsi menolak usulan dari Kapolri Tito soal pasangan calon di pilkada.

Liputan6.com, Jakarta - Saran dari Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengenai proses hukum peserta pilkada ditunda sampai penyelenggaraan pilkada selesai dan dilanjutkan sesuai hukum yang berlaku, ditolak dalam rapat konsultasi di DPR.

Usulan Tito tersebut sebelumnya termasuk dalam poin sembilan dalam rapat gabungan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, Kejaksaan Agung, pimpinan fraksi dan pimpinan DPR.

Saat rapat berlangsung, Pelaksana tugas (Plt) Ketua DPR Fadlli menyebut hal itu tidak dapat dimasukkan ke rapat konsultasi. Tak hanya itu, beberapa anggota dewan dari Fraksi Hanura dan Gerindra juga interupsi menolak usulan dari Tito.

"Terkait penegakan hukum, kita serahkan ke aparat penegak hukum. Saya kita tidak bisa kita usulkan dalam rapat ini," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2018).

Tito menyatakan, hal tersebut akan dibicarakan lebih lanjut dengan Kejaksaan, Bawaslu, Ketua KPK untuk membahas seperti apa mekanisme yang seharusnya dijalankan.

Dia pun meminta para pihak-pihak jangan menyalahkan penegak hukum saat ada pemanggilan calon pasangan di pilkada yang bermasalah dengan hukum.

"Tapi nanti kalau Polri memanggil Paslon pada saat proses (Pilkada), jangan dikatakan kriminalisasi," jelas Tito.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Usulan Kapolri

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, wacana penundaan proses hukum yang menjerat calon kepala daerah hingga tahapan pilkada usai dikeluarkan untuk menghormati proses demokrasi di Indonesia. Kecuali, lanjut dia, calon kepala daerah itu tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT).

"Dari Polri kami tidak keberatan (proses hukum terhadap calon kepala daerah ditunda), kecuali OTT. OTT harus (ditindak). Justru itu penting untuk menjaga proses demokrasi ini," ujar Tito di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis 11 Januari 2018.

Pengecualian itu cukup beralasan. Apalagi OTT yang dilakukan terkait praktik money politic untuk memuluskan pencalonannya sebagai kepala daerah.

"Walaupun dia sudah ditetapkan sebagai calon (dalam pilkada), kena OTT enggak apa-apa (tetap ditindak). Kalau makai uang disawer-sawer atau membayar penyelenggara atau pengawas, tangkap. Karena itu merusak demokrasi," kata Tito.

Tito mengungkapkan alasan pentingnya menunda sementara kasus yang menjerat calon kepala daerah. Tito tidak ingin proses hukum tersebut dapat mengganggu pencalonannya. Apalagi kandidat tersebut belum bisa dipastikan bersalah pada kasus yang menjeratnya.

"Dalam sistem demokrasi di era reformasi ini, kita lihat para paslon berusaha untuk dapat dukungan publik, voters, suara, maka mereka akan berusaha membuat program yang menarik hati publik," kata Tito.

"Nah di tengah situasi ini bisa saja nanti mereka kehilangan suara, popularitas, elektabilitas karena proses hukum. Kalau proses hukumnya sudah pasti, fine. Tapi kalau seandainya poses hukumnya tidak pasti dan belum tentu salah, kita harus kedepankan asas praduga tak bersalah," sambung dia.

Karena itu, Kapolri mengajak sejumlah lembaga hukum lainnya untuk menghormati proses demokrasi yang berlangsung dengan menunda sementara penanganan kasus yang menjerat calon kepala daerah. Setelah tahapan pilkada usai, penanganan kasus bisa dilanjutkan kembali.

"Selesai pilkada, terpilih atau tidak, proses sebagai saksi atau tersangka bisa dilanjutkan. Ini untuk menghindari kemungkinan adanya pemanfaatan aparat penegak hukum untuk dipolitisasi," Tito menandaskan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.