Sukses

Kelangkaan Ban di Sektor Riil Akibat Regulasi Baru, Benarkah?

Gabungan Importir dan Pedagang Ban Indonesia (Gimpabi) mengeluhkan regulasi baru yang dibuat pemerintah soal impor ban.

Liputan6.com, Jakarta - Gabungan Importir dan Pedagang Ban Indonesia (Gimpabi) mengeluhkan regulasi baru yang dibuat pemerintah soal impor ban. Mereka mengatakan bahwa regulasi itu membuat proses impor lebih rumit.

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 77 tahun 2016, diatur bagaimana mekanisme yang seharusnya dilakukan para pengimpor. Gimpabi mengatakan bahwa mekanisme ini sangat birokratis. Implikasinya di lapangan, impor jadi lambat.

Dengan aturan ini, semua importir harus memiliki perjanjian dengan produsen dan diverifikasi oleh kedutaan besar negara yang bersangkutan. Di dalam negeri, ban impor harus dapat persetujuan dari Kementerian Perindustrian.

Di sini, pengimpor juga harus telah menyertakan data impor seperti ukuran, tipe, kategori, dan jumlah ban yang akan diimpor.

"Sementara sebelum aturan baru setelah dapat sertifikat SNI kami bisa langsung impor. Tiap tiga bulan kami update ke (Kementerian) Perdagangan," ujar Rudy Josano, Bendahara Gimpabi, di kawasan SCBD, Selasa (23/5/2017).

Rudy menilai, aturan ini salah sasaran karena ban yang mereka impor penting bagi pertumbuhan ekonomi. Ban-ban mereka adalah ban untuk kendaraan di sektor ekonomi riil seperti pertambangan yang notabene tidak ada yang membuatnya di sini.

"Produsen ban dalam negeri tidak ada yang memproduksi ban yang kami impor. Ban kami adalah ban value added dengan manfaat yang lebih banyak," tambah Rudy.

Di kesempatan yang sama, Hasan Tan, pengusaha transportasi batu bara, mengatakan bahwa implikasi dari kebijakan ini adalah terjadinya kelangkaan ban. "Padahal tahun ini sektor batu bara mulai tumbuh, tapi terhalang karena ini," terangnya.

Ke depan, Rudy mengatakan bahwa asosiasi akan melakukan tindakan persuasif kepada instansi terkait untuk melonggarkan izin impor. "Bulan puasa nanti mau bertemu dengan Kementerian Perdagangan untuk bahas soal ini," tutup Rudy.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.