Sukses

Menggoyang Gus Dur yang Dianggap [Selalu] Tidur

Aksi menuntut Presiden Abdurrahman Wahid lengser semakin marak. Sejumlah persoalan bangsa dijadikan pemicu paling sempurna. Sayang, Gus Dur masih tak bergeming.

Liputan6.com, Jakarta: Membangunkan macan tidur, tentu harus bernyali baja. Namun, lain halnya bila ingin mengguncang Presiden Abdurrahman Wahid dari tampuk kepemimpinan nasional. Sebab anjing menggonggong, Gus Dur bakal tak bergeming sejengkal pun. Malah, dia tetap lenggang kangkung, menjalankan program kenegaraan yang sudah diteken sejak awal duduk di bangku pemerintahan tertinggi. Padahal, aksi demonstrasi menuntut presiden ke-4 republik ini, sudah marak, meski tak sedahsyat tatkala kekuatan rakyat menggusur Soeharto. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini rupanya tetap terjaga, walau tampak tertidur, alias mengabaikan suara keluhan dari sana-sini.

Tuntutan mundur --yang biasa diawali barisan mahasiswa-- mulai terasa semakin bergaung di tri semester tahun 2001. Misalnya saja, saat sejumlah pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa menggelar pertemuan di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan yang dihadiri BEM se-Bogor, Jakarta, dan Irianjaya itu mengambil kesimpulan bahwa Presiden Abdurrahman Wahid layak mundur dari jabatannya. Ajang bertukar isi hati atas kinerja pemerintahan itu juga dihadiri sejumlah tokoh Tanah Air. Sebut saja mantan Menteri Keuangan Bambang Sudibyo, tokoh lembaga swadaya masyarakat H.C. Princen, Ketua Partai Uni Demokrasi Sri Bintang Pamungkas, Ketua Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia Jumhur Hidayat, dan Ketua Umum Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia Eggi Sudjana.

Bagi para mahasiswa, Presiden Wahid sudah gagal memulihkan perekonomian, menegakkan supremasi hukum, dan menjaga stabilitas nasional. Dia juga dinilai tak berhasil mengatasi kasus Sampit dan Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang menewaskan ratusan warga Madura. Pertemuan itu berkesimpulan: Gus Dur tak mampu mengemban amanat reformasi.

Di Ibu Kota, ratusan anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menggelar aksi di depan Gedung Televisi RI, Senayan, Jakarta Selatan. Dalam orasinya, KAMMI menuntut Gus Dur untuk mundur dari jabatan presiden. Alasannya, Presiden Wahid dinilai tak sanggup menjalankan kabinet secara efisien. Bahkan sejak menjabat sebagai Presiden, kesejahteraan rakyat Indonesia malah semakin terpuruk. Selain itu, pengunjuk rasa juga menuntut agar TVRI menyiarkan berita secara obyektif. Sayang, di tengah aksi, massa nyaris brutal. Sebab, mereka mencoba menjebol pintu gerbang TVRI. Untung tindakan itu tak berlanjut. Massa memilih long march menuju Gedung DPR/MPR. Mereka berjalan mundur sebagai simbol agar Gus Dur turut mundur pula.

Beberapa waktu kemudian, demonstran yang bernaung di bawah BEM se-Jawa dan Sumatra memaksa Radio Republik Indonesia menyiarkan pernyataan sikap mereka, yang tentu saja meminta Gus Dur mundur. Setelah bernegosiasi, Kepala Sub Direktorat Pemberitaan RRI Djasli Djosan akhirnya setuju menyiarkan pernyataan sikap pengunjuk rasa. Tuntutan tersebut dibacakan Ketua BEM Universitas Indonesia Taufik Riyadi dan disiarkan dalam siaran berita programa nasional pukul 14.00 WIB.

Isi tuntutan yang dikumandangkan yaitu meneruskan agenda reformasi, menurunkan Gus Dur, dan mempercepat pemulihan ekonomi. Korupsi, kolusi, dan nepotisme, Orde Baru, dan Partai Golongan Karya adalah musuh bersama. Selain itu masih ada kebijakan dan kenyataan bangsa yang mesti ditentang. Yaitu: disintegrasi bangsa, menuntut pendidikan murah, menolak kenaikan harga bahan bakar minyak, dan sembilan bahan pokok.

Pada saat bersamaan, ratusan mahasiswa lainnya pun berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Istana Wakil Presiden, dan Gedung Departemen Pertahanan dan Keamanan. Semula, mahasiswa mencoba mendesak masuk Istana Merdeka. Kepala Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Mulyono Sulaiman yang turun langsung ke lokasi, mengajak mahasiswa berdialog. Upaya tersebut dibalas dengan pembakaran gambar Presiden. Para pengunjuk rasa menilai Gus Dur tak punya sense of crisis ketika terjadi kerusuhan antaretnis di Kalteng. Mahasiswa mengancam terus menggelar aksi serupa jika tuntutan Presiden Wahid mundur tak dipenuhi. Aksi serupa marak di sejumlah daerah di Tanah Air.

Desakan para mahasiswa itu diamini barisan politikus. Misalnya saja menurut Ade Komaruddin dari Fraksi Golkar dan Pramono Anung dari Fraksi Partai Partai Perjuangan Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dalam pengamatan kedua orang tadi, arah pemerintahan Abdurrahman Wahid hingga kini tak sesuai dengan tujuan reformasi. Karena itu, sudah waktunya pemuda tampil dalam pemerintahan dan meluruskan jalannya pemerintahan sesuai dengan semangat reformasi. Termasuk membangun sebuah koalisi pemerintah untuk meluruskan arah reformasi.

Suara dukungan terhadap kepemimpinan Gus Dur pun semakin menyusut. Bahkan, dari sosok orang kedua sendiri, Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri. Saat Presiden Wahid melawat ke luar negeri, Mega menyatakan bahwa dirinya tak pernah mendukung Gus Dur sebagai Presiden. Pernyataan ini disampaikan Mega dalam pertemuan dengan sejumlah pimpinan pusat Muhammadiyah, di ruang kerja Wapres.

Menurut Sekretaris Jenderal Muhammadiyah Dien Syamsudin, dalam pertemuan tersebut Mega jelas-jelas mengatakan bahwa memang tak pernah mendukung Gus Dur. Sebab, PDI-P telah mengamanatkan dirinya sebagai calon Presiden. Namun, Mega mengaku tak punya pilihan karena sekarang tengah menjadi Wapres. Dia mesti memberikan dukungan dalam pelaksanaan tugas kenegaraan.

Muhammadiyah pun menyampaikan pernyataan sikap atas kepemimpinan nasional saat ini. Menurut organisasi massa Islam kedua terbesar di Indonesia ini, pemerintahan Gus Dur sudah tak lagi memiliki legitimasi untuk melaksanakan pemerintahan yang efektif dan amanah. Karena itu diperlukan kearifan dan keikhlasan untuk menyelamatkan negara, termasuk soal pergantian kepemimpinan nasional secara konstitusional.

Perjalanan Presiden ke sejumlah negara tentu punya tujuan tertentu. Meski demikian, Komisi I DPR tampaknya tetap penasaran. Apalagi sejumlah konflik malah semakin memanas di negeri ini. Buntutnya, beberapa pejabat di lingkungan Istana Negara mesti hadir dalam Rapat Dengar Pendapat. Sekretaris Kabinet Marsilam Simanjuntak sigap menjawab. Menurut dia, lawatan Presiden sudah dipertimbangkan secara matang. Jadi, rencana tersebut tak bisa dibatalkan begitu saja.

Kunjungan yang dianggap bermasalah ini langsung ditanggap nada miring. Menurut Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Anis Matta, berbagai program kenegaraan lewat lawatan ke sejumlah negara di dunia tak membawa pengaruh berarti bagi negeri ini. Sebab, tambah Anis, indikatornya amat jelas: investasi di Indonesia sampai tahun 2000 silam masih di angka nol. Kunjungan Gus Dur selama ini tak menunjukkan hasil berarti di bidang ekonomi.

Walau tampak cuek, boleh jadi kuping Presiden panas juga. Buktinya, segera setelah kembali ke Tanah Air, dia hanya singgah sebentar di Jakarta. Sesudah itu, dengan berganti pesawat, Gus Dur langsung menuju lokasi insiden kerusuhan antaretnis yang masih memanas di Sampit, Kalteng. Di sana, Presiden langsung menawarkan jalan keluar. Solusi itu adalah mengembalikan tanah-tanah yang mempunyai nilai sakral bagi suku Dayak, rehabilitasi fasilitas umum terutama fasilitas pendidikan, memberikan beasiswa kepada pelajar-pelajar Dayak, dan memberikan sumbangan beras sebanyak 50 ton kepada korban kerusuhan.

Namun, lagi-lagi, langkah itu digugat. Menurut Ketua Umum Kaukus Kalimantan Z.A. Maulani, kehadiran Presiden di kawasan pertikaian etnis Dayak dan Madura itu tak bermanfaat. Apalagi setelah Gus Dur yakin betul bahwa pada dasarnya masyarakat Sampit dan sekitarnya tetap terbuka menerima saudaranya dari etnis Madura di tanah Kalteng.

Pengamatan Maulani tak berlebihan. Pasalnya, enam warga Dayak tewas menyusul bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa, sesaat setelah kunjungan Presiden di Kota Palangkaraya. Bentrokan berawal dari keinginan para demonstran untuk bertemu Presiden. Warga menuntut agar 84 etnis Dayak yang ditahan dalam kerusuhan antaretnis beberapa waktu silam segera dibebaskan. Unjuk rasa juga menentang rencana pemerintah merelokasi masyarakat Madura yang mengungsi. Kalimantan Tengah pun Siaga Satu.

Pucuk dicinta, ulam tiba. Kejadian itu menambah poin negatif buat Presiden. Kegagalan demi kegagalan dianggap sudah semakin sempurna. Gus Dur diminta mundur secepatnya. Apalagi, pekerjaan rumah dari Wakil Rakyat berupa Memorandum pun belum ditanggap juga.

Namun tunggu dulu. Macan itu rupanya tak benar-benar tidur. Menurut Juru Bicara Kepresidenan Wimar Witoelar, pemerintah tengah menyelesaikan tahap akhir jawaban Presiden atas Memorandum pertama DPR. Rencananya, jawaban Memorandum tersebut tuntas dalam waktu dekat. Sebab sebelumnya, kepastian pengiriman jawaban Memorandum ke DPR masih harus dibahas lagi antara Presiden dan Wakil Presiden. Langkah mempercepat penyelesaian jawaban Memorandum itu dilakukan untuk menghilangkan kesan pertikaian antara legislatif dan eksekutif.

Jawaban Presiden Abdurrahman Wahid atas Memorandum DPR memang diharapkan dapat menghasilkan solusi terbaik menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Menurut Ketua MPR Amien Rais, upaya yang dilakukan Presiden Wahid bersama beberapa anggota kabinetnya adalah respon positif.

Lagi-lagi sayang. Pandangan negatif terhadap kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid sudah membatu. Bahkan kekuasaannya dianggap sudah berakhir. Presiden Wahid kembali dinilai gagal menjalankan berbagai agenda nasional. Sejumlah organisasi kepemudaan bersepakat memberikan pilihan kepada Gus Dur. Pertama mengundurkan diri secara sukarela. Atau memberikan dukungan terhadap proses percepatan pengalihan kekuasaan dalam waktu dekat ini. Pilihan pahit.

Aksi teranyar sedianya bakal digelar Senin (12/03) ini. Sebuah demonstrasi dan mogok massal akan diselenggarakan dengan imbauan pelaksanaan secara nasional. Targetnya, unjuk rasa tersebut mampu melengserkan Gus Dur dari tampuk kepimpinan nasional.

Tak pasti memang "kesuksesan" aksi itu bakal terwujud. Namun yang pasti, macan yang satu ini tak pernah tidur. Sebab dalam pejaman matanya, dia bergumam bakal berkuasa sampai tiga tahun lagi. Tak jelas, kubu mana yang paling kuat bertahan.(BMI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini