Sukses

[VIDEO] Ketua MK pun Korupsi, Apa Kata Dunia?

MK adalah benteng terakhir penegakan hukum konstitusi di Indonesia. Tapi ketuanya malah korupsi.

Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap. Ini merupakan peristiwa besar, karena MK adalah benteng terakhir penegakan hukum konstitusi di Indonesia.

9 Pilar kokoh di muka Gedung MK melambangkan 9 hakim konstitusi. Itulah benteng terakhir penjaga dan penegak konstitusi di bumi pertiwi Indonesia. Tapi kini benteng itu tak lagi kokoh, karena pilar utamanya roboh oleh godaan uang.

Ya, Akil Mochtar, Ketua MK yang dulu begitu disegani dan dihormati malah ditangkap KPK, karena diduga menerima suap. Akil, Rabu malam lalu, tertangkap tangan di rumah dinasnya di Kompleks Perumahan pejabat Jalan Widyachandra 3 Nomor 7U, Jakarta saat menerima suap dari anggota DPR, Chairunnisa dan seorang pengusaha, Cornelis Nalau.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) itu, petugas KPK mendapati uang suap sejumlah Rp 3 miliar rupiah dalam dolar singapura dan dolar amerika.

Pada waktu yang sama, di Hotel Redtop yang berjarak sekitar 7 kilometer dari rumah Akil, KPK juga menangkap Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih dan stafnya, Dhani. Uang miliaran rupiah diduga untuk menyuap Akil yang sedang menangani sengketa Pemilihan Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

2 Pasang kontestan pilkada itu menggugat KPU Gunung Mas ke MK, karena yakin pilkada pada 4 September lalu dicurangi. Hambit Bintih tentu berkepentingan dengan gugatan itu, karena ia adalah bupati petahana yang memenangi lagi pilkada.

Hanya itukah kasus yang membelit Akil Mochtar Tidak. Ia ternyata juga terlibat dalam dugaan suap sengketa Pemilihan Bupati Lebak, Banten yang juga bergulir ke MK.

Dalam kasus ini, KPK menangkap Tubagus Chaeri Wardhana, seorang pengusaha yang juga adik kandung Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah dan Susi Tur Andayani, seorang pengacara.

Pada Kamis 3 Oktober sore, setelah pemeriksaan selama beberapa jam, KPK menetapkan Akil Mochtar dan 5 orang lainnya sebagai tersangka dalam 2 kasus dugaan suap sengketa pilkada di Kabupaten Gunung Mas dan Lebak. Terkait kasus dugaan suap Pilkada Lebak, KPK juga mencegah Gubernur Banten Ratu Atut pergi ke luar negeri.

Ibu pertiwi menangis. Juga semua anak bangsa yang mendambakan Indonesia yang bersih. Betapa tidak? Bukannya binasa, korupsi ternyata makin meraja, menggerogoti jiwa para penyelenggara negara.

Lengkap sudah korupsi menjangkiti 3 lembaga pemegang kekuasaan negara, trias politica, Akil mewakili lembaga yudikatif, Chairunnisa mewakili lembaga legislatif dan Hambit Bintih dari kekuasaan eksekutif. Mungkin sebutan baru trias corruptica tak terlalu salah kita sematkan pada mereka.

Penangkapan Akil, Chairunnisa dan 5 orang lainnya oleh KPK menyentak semua orang. Nyaris tak bisa dipercaya. Bagaimana mungkin Ketua MK, benteng konstitusi terakhir yang selama ini begitu disegani ternyata menerima suap?

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kegeramannya atas kasus dugaan suap yang dilakukan Akil yang ia lantik dan ambil sumpahnya pada 13 Agustus 2013 lalu.

Bahkan pendahulu Akil, Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD menilai Akil layak dihukum mati. Sangat mengkhawatirkan memang bila para penegak hukum kotor lalu kepada siapa lagi rakyat mengadu untuk mendapatkan keadilan?

Pertanyaan yang sangat beralasan. Betapa tidak? Lembaga penegak hukum lain pun sudah ternoda oleh korupsi, baik kepolisian, kejaksaan maupun kehakiman.

Entah kapan negeri yang dimerdekakan dengan air mata darah dan nyawa para pahlawan ini bisa bersih dari korupsi? Mestikah para koruptor dijerakan dengan hukuman mati?

Dan kembali ke Akil. Akankah ia rela pedang dewi keadilan memotong jari tangannya, seperti ide yang ia gagas sendiri saat boroknya masih tersembunyi? Lalu apa tanggapan warga?

"Kecewa ya, karena itu kan lembaga yang istilahnya membuat peraturan, mengawasi peraturan, tapi malah dianya sendiri yang terlibat korupsi," kata wawan, seorang karyawan swasta dalam tayangan Liputan 6 Pagi SCTV, Sabtu (5/10/2013). Komentar dari sejumlah warga lainnya dapat dilihat dalam video berikut ini. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.