Sukses

Bareskrim Usut TKI Korban Perdagangan Manusia

Kepala BNP2TKI Moh. Jumhur Hidayat mendukung langkah Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Polri dalam mengusut adanya praktik perdagangan manusia (human trafficking). Terutama, terhadap TKI "overstay" dan TKI bermasalah.

Liputan6.com, Jakarta: Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh. Jumhur Hidayat mendukung langkah Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Polri dalam mengusut adanya praktik perdagangan manusia (human trafficking). Terutama, terhadap TKI "overstay" dan TKI bermasalah yang dipulangkan pemerintah dari Jeddah, Arab Saudi, dalam enam gelombang mulai 14 Februari-19 Maret 2011.

Demikian dikemukakan Jumhur di Jakarta, Senin (21/3). Menurut dia, hingga pemulangan gelombang VI pada Sabtu silam, Bareskrim Mabes Polri menemukan indikasi 126 TKI sebagai korban tindak perdagangan manusia. "Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan BNP2TKI sudah membiayai pemulangan para WNI atau TKI overstayers dan TKI bermasalah. Namun urusan pelanggaran hukum yang menyangkut perdagangan orang harus ditangani aparat kepolisian,"jelas Jumhur.

Ia meminta Bareskrim tidak segan-segan menyelidiki masalah tindak perdagangan orang pada TKI sampai ke akar-akarnya. Bila ditemukan keterlibatan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), Jumhur juga mendesak Tim Mabes Polri memproses masalah tersebut sesuai hukum yang berlaku. "Ini tidak hanya menyangkut harkat martabat bangsa, tapi juga menyangkut pembelaan terhadap hak asasi manusia (HAM) para TKI," ujarnya.

Menurut data BNP2TKI, pemeriksaan Bareskrim Mabes Polri menunjukkan, saat pemulangan 301 WNI atau TKI overstay dan TKI bermasalah gelombang I pada 14 Februari lalu, terdapat 13 TKI yang diindikasikan korban human trafficking. Pemulangan gelombang II pada 18 Februari, dari 335 WNI atau TKI ditemukan 33 korban trafficking. Untuk gelombang III pada 24 Februari, dari 350 WNI atau TKI terdapat 17 WNI atau TKI menjadi korban trafficking.

Kemudian gelombang IV pemulangan pada 28 Februari, dari 415 WNI atau TKI sebanyak 11 diindikasikan korban trafficking. Gelombang V pada 9 Maret, dari 305 WNI atau TKI terdapat 11 korban. Sementara, gelombang VI dari 365 WNI atau TKI terdapat 41 yang terkena indikasi korban trafficking.

Jumhur menyebutkan, petugas Bareskrim memang melakukan pemeriksaan sebagai saksi terhadap semua WNI atau TKI overstaye dan TKI bermasalah yang baru tiba dari Jeddah, Arab Saudi. Terhadap WNI atau TKI yang diindikasikan terlibat human trafficking, petugas Bareskrim melakukan pemeriksaan tambahan. Mulai dari mengisi formulir, pengambilan sidik jari dan foto, serta ditanya ulang oleh petugas Bareskrim ihwal keberangkatan mereka sebagai TKI sebelumnya.

"Dari laporan sementara yang saya terima, mayoritas WNI atau TKI korban trafficking itu berangkat ke Arab Saudi melalui jasa PPTKIS. Di luar itu ada yang berangkat sendiri dengan menggunakan visa umrah," tutur mantan aktivis mahasiswa Institut Teknologi Bandung itu.

Jumhur mengaku sedih karena di antara TKI korban trafficking itu ada yang masih di bawah umur. Karena itu, pihaknya akan terus mendorong Bareskrim mengambil tindakan hukum yang keras terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam trafficking yang mengorbankan para TKI tersebut, termasuk siapa saja yang mengorbankan TKI di bawah umur.

"Ini pelanggarannya bertumpuk-tumpuk dan harus diberantas sebagai tindak human trafficking pada TKI. Mulai pemalsuan dokumen keberangkatan, penyalahgunaan visa kerja, TKI di bawah umur, dan pekerjaan yang menyalahi perjanjian sehingga TKI nyata-nyata dirugikan," sungut Jumhur.

Ditambahkan Jumhur, para TKI yang diperiksa sebagai saksi sekaligus korban human trafficking itu, sebelum diantar pulang ke rumah masing-masing oleh BNP2TKI atau dijemput keluarga mendapatkan konseling atau nasihat terlebih dahulu selama dua hingga tiga hari. Konseling diadakan di Rumah Penampungan Trauma Center (RPTC) milik Kementerian Sosial di Cipayung, Jakarta Timur.(ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.