Sukses

KPK Masih Pertimbangkan Permohonan JC Setya Novanto

KPK akan melihat kekonsistenan Setnov dalam persidangan kasus e-KTP, apakah yang bersangkutan cukup kooperatif dan mengakui perbuatannya.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mempertimbangkan pengajuan untuk menjadi justice collaborator (JC) dari terdakwa kasus e-KTP Setya Novanto. JC merupakan pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus yang juga melibatkan dirinya.

"Masih dalam proses pertimbangan karena mengabulkan atau tidak posisi JC tidak bisa dilakukan secara cepat. Butuh pertimbangan yang cukup panjang," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 12 Januari 2018.

Selain itu, kata dia, KPK pun akan melihat juga konsistensinya Setya Novanto dalam persidangan perkara e-KTP, yaitu apakah yang bersangkutan cukup kooperatif dan mengakui perbuatannya.

"Kalau masih berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatan tentu saja itu akan menjadi faktor tidak dikabulkannya JC karena itu kami butuh waktu. Kami lihat perkembangan proses penyidikan dan proses persidangan yang sedang berjalan ini sampai dengan tahap akhir nanti," tutur Febri seperti dikutip Antara.

Menurut dia, posisi Setya Novanto yang mengajukan JC akan sangat berkonsekuensi nantinya terhadap tuntutan, putusan, atau hal-hal setelah nantinya menjadi terpidana.

"Itu perlu kami pertimbangkan lebih lanjut. Terutama kami juga akan melihat siapa saja aktor lain yang akan dibuka oleh Setya Novanto terkait e-KTP atau kasus yang lain," ucap Febri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dakwaan Setnov

Untuk diketahui, Setya Novanto didakwa mendapat keuntungan US$ 7,3 juta dan jam tangan Richard Mille senilai US$ 135 ribu dari proyek e-KTP. Dia didakwa Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.