Sukses

Trauma di Pilkada, Demokrat Siapkan Buku Putih

Hinca mengatakan bahwa peristiwa penyerangan terhadap Demokrat selama pilkada tidak hanya terjadi sekali tapi berkali-kali.

Liputan6.com, Jakarta - Sekjen DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengungkapkan bahwa Partai Demokrat kerap kali mengalami ketidakadilan selama proses Pilkada.

Hinca mengatakan bahwa peristiwa penyerangan terhadap Demokrat selama pilkada tidak hanya terjadi sekali tapi berkali-kali.

"Semula Partai Demokrat memilih untuk mengalah dan menahan diri dengan harapan hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi. Ternyata perlakuan tidak adil ini terjadi lagi dan terjadi lagi khususnya hari ini," ujar Hinca di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu, 3 Januari 2017.

Trauma yang dimaksud Demokrat, adalah saat Pilkada DKI Jakarta, Pilkada Papua dan Pilkada Kalimantan Timur.

Untuk mengantisipasi hal sejenis di kemudian hari, Demokrat mengaku telah menyiapkan buku putih yang berisi hasil investigasi selama Pilgub DKI 2017.

"Kami sendiri telah melakukan investigasi dan mempunyai buku putih untuk itu yang pada waktunya akan kami buka," imbuh Hinca.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Trauma Pilkada DKI

Menurut Hinca, ada beberapa peristiwa yang membuat Partai Demokrat trauma saat Pilkada DKI.

Pertama adalah tuduhan tidak berdasar kepada Sylviana Murni saat proses Pilkada DKI sedang berlangsung. Saat itu Sylvi sempat diperiksa beberapa kali terkait kasus dugaan korupsi dana bansos.

"Pasangan Agus Harimurti Yudhoyono, yaitu Ibu Sylviana Murni diperiksa oleh penyidik bersama suaminya pada saat pilkada," tutur Hinca. Tuduhan yang dianggap tidak berdasar ini membuat citra pasangan Agus-Sylvi jatuh.

"Pada akhirnya ujungnya toh tidak diketahui juga perkara ini kapan berakhirnya. Yang kita tahu kapan mulainya," ucap Hinca.

Kemudian, Partai Demokrat mengeluhkan insiden penyerangan ke rumah kediamanan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Kuningan pada 6 Februari 2017. Saat itu sekitar 300 orang menyerang rumah SBY tanpa diketahui apa yang menjadi tuntutan pasti. Kejadian telah dilaporkan kepada pihak berwajib tapi kasusnya tak jelas hingga kini.

"Waktu itu sudah kami laporkan tapi sampai hari ini kami tidak mendengarkan hasil akhirnya," ujar Hinca.

Ketiga, adalah tuduhan yang dinilai tidak berdasar oleh Mantan Ketua KPK Antasari Ashar. Waktu itu Antasari mengatakan bahwa SBY adalah dalang dibalik kriminalisasi yang ia terima. Antasari harus mendekam di penjara karena dianggap tidak mau membebaskan besan SBY yang terjerat kasus korupsi yaitu Aulia Pohan.

"Sudah kami laporkan ke penegak hukum yang sampai saat ini belum diproses secara tuntas," jelas Hinca.

Sedangkan peristiwa keempat terjadi saat SBY diduga mendanai aksi 411 dan 212 yang waktu itu menuntut agar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diproses hukum atas kasus penistaan agama.

"Tambahan berikutnya di situ saat rangkaian pilkada itu yang kemudian jadi berat akhir-akhir ini adalah tuduhan kepada ketum kami Bapak SBY yang mendanai aksi 411 dan aksi 212," terang Hinca.

3 dari 3 halaman

Menyerang Paslon Nomor 1

Dalam konferensi pers itu Hinca menyebut bahwa tindakan tidak adil yang dialami Demokrat selama masa Pilgub DKI 2017 bertujuan untuk menjatuhkan pasangan calon nomor urut 1 usungan Demokrat, Agus dan Sylvi.

Padahal Agus dan Sylvi diakui sempat menduduki survei tertinggi. Namun semua tindakan sewenang-wenang tersebut berhasil menjatuhkan citra yang sudah dibangun. Meski begitu partai yang identik dengan warna biru ini menghargai hasil Pilgub DKI 2017.

"Sekalipun demikian pasangan ini dan Partai Demokrat telah menganggapnya selesai dan mengakui pilkada DKI Jakarta selesai dengan baik dan kita akan akui pemenangnya," papar Hinca.

Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.