Sukses

KPK: Hak Imunitas Tidak Melindungi Orang yang Diduga Korupsi

KPK sudah memanggil Setya Novanto sebanyak 10 kali, baik sebagai saksi atau tersangka.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mempelajari alasan Ketua DPR RI Setya Novanto karena tidak memenuhi panggilan penyidik, Senin, 13 November 2017. Sedianya, Setnov akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Dirut PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudihardjo (ASS).

Dengan absennya Setya Novanto di pemeriksaan kali ini, berarti sudah tiga kali dia tidak memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun ini.

Atas ketidakhadirannya, Ketua Umum Partai Golkar itu pun mengirim surat kepada KPK dengan berkop DPR yang ditandatanganinya sendiri sebagai Ketua DPR.

Di sini, Novanto menyebut bahwa KPK tidak dapat memeriksanya tanpa persetujuan Presiden berdasarkan Pasal 245 ayat (1) UU MD3. Selain itu, Setya Novanto juga berdalih lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu tidak dapat memeriksanya karena memiliki hak imunitas sebagai anggota DPR.

Terkait hal tersebut, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan hak imunitas yang dimiliki oleh Ketua DPR bukan berarti kebal hukum.

"Tentu jangan sampai itu dipahami ada orang yang kebal secara hukum, sehingga tidak bisa dilakukan pemeriksaan atau ada batasan. Apalagi untuk dugaan tindak pidana korupsi dan hak imunitas terbatas saya kira," ujar Febri di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Senin 13 November 2017.

Menurut dia, hak imunitas tidak bisa melindungi orang karena diduga korupsi atau mengetahui informasi terkait korupsi.

Menurut dia, dalam Pasal 245 ayat (3) UU MD3 menyatakan ketentuan izin Presiden seperti yang diatur dalam Pasal 245 ayat (1) UU MD3, tidak berlaku jika pemanggilan terhadap anggota DPR berkaitan dengan tindak pidana khusus seperti korupsi.

"Misalnya terkait apa dibutuhkan persetujuan Presiden atau tidak, saya kira itu cukup jelas. Banyak ahli juga mengatakan ketentuan UU MD3 itu tidak bisa diterapkan dalam konteks dugaan kasus e-KTP. Apalagi pemanggilan sebagai saksi," kata Febri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

KPK Panggil Setya Novanto Sebanyak 10 Kali

Hingga saat ini, kata Febri, penyidik telah memanggil Setya Novanto sebanyak 10 kali. Pemanggilan tersebut baik sebagai saksi ataupun tersangka kasus megakorupsi e-KTP.

Sementara, itu penyidikan dengan tersangka Anang, KPK telah memanggil Novanto sebanyak tiga kali sebagai saksi. Namun, dengan berbagai alasan, dia tidak memenuhi panggilan penyidik lembaga antirasuah itu.

"Kita harap yang bersangkutan mematuhi aturan hukum dan memberikan contoh yang baik sebagai pimpinan lembaga negara untuk bisa datang pada proses pemeriksaan di institusi penegak hukum, termasuk KPK," ucap Febri.

Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.