Sukses

Kemendagri: Negara Tidak Pernah Jual Data Kependudukan

Kemendagri telah bekerja sama dengan berbagai lembaga, baik pemerintah maupun swasta, untuk mempermudah akses pemanfaatan data penduduk.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga, baik pemerintah maupun swasta, untuk mempermudah akses pemanfaatan data kependudukan. Namun, kerja sama itu membuat pemerintah dianggap telah menjual data kependudukan pada pihak ketiga.

Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, pemanfaatan data kependudukan untuk penyelenggaraan pembangunan merupakan perintah Pasal 58 UU 24 tahun 2013. Karena itu, kerja sama yang telah dilakukan Kemendagri adalah dalam rangka melaksanakan perintah UU tersebut.

"Data kependudukan yang bersumber dari Dukcapil Kemendagri tersebut digunakan untuk perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, misalnya untuk penyusunan DAU, DAK," ucap Zudan dalam keterangannya, Senin (30/10/2017).

Pemanfaatan data kependudukan, kata dia, juga untuk mendukung konsolidasi demokrasi. Misalnya, digunakan sebagai basis data Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Pilkada maupun untuk pemilihan legislatif dan pemilihan presiden.

"Data kependudukan juga untuk mendukung upaya penegakan hukum. Bahkan bisa dimanfaatkan untuk pencegahan tindak kriminal. Misalnya untuk cek sidik jari oleh Bereskrim, juga untuk pencegahan terorisme dan untuk pelayanan publik, seperti pembuatan SIM, paspor, polis asuransi, sertifikat tanah, rekening bank, pemberian kredit, perizinan, dan pendaftaran kartu prabayar," ucap Zudan.

Menurut dia, pemanfaatan data kependudukan dilakukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan transparan. Ke depan, semua proses di Indonesia akan menggunakan data tunggal penduduk berbasis NIK dan KTP elektronik dalam rangka menuju single identity number.

Zudan menegaskan, dalam pemanfaatan data ini, negara tidak pernah menjual data kependudukan. Sampai saat ini, semuanya gratis dan dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku.

"Kerangka hukumnya juga sangat jelas, ada dalam Pasal 83 UU Administrasi Kependudukan. Dalam UU itu diamanatkan, bahwa data penduduk yang sudah disimpan dan dilindungi dalam database dapat dimanfaatkan untuk pemerintahan dan pembangunan. Lembaga yang akan memanfaatkan memang harus ada izin dari penyelenggara, yaitu Menteri Dalam Negeri," tegas Zudan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cegah Data Ganda

Jadi, kata dia, pemanfaatan data tunggal penduduk ini menjadi sangat urgent. Ini agar tidak ada lagi penduduk yang bertransaksi menggunakan data ganda. Ini juga penting untuk keamanan masyarakat dan negara, sehingga tidak ada lagi aksi penipuan, terorisme, membuka rekening, paspor dengan identitas palsu.

Selain itu, secara hukum internasional ketika penduduk melakukan transaksi pelayanan publik dengan mengisi biodata, contohnya di rumah sakit, hotel, perbankan, dan pembelian nomor HP, pada saat itulah penduduk berjanji menyerahkan dan mempersilakan penggunaan data dirinya untuk keperluan pelayanan dimaksud.

"Sejak saat itulah hak privasi data dirinya berpindah kepada lembaga pengguna, namun hanya untuk kepentingan layanan publik dimaksud," Zudan memungkasi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.