Sukses

Auditor Utama BPK Rochmadi Didakwa Melakukan Pencucian Uang

Rochmadi didakwa menerima suap Rp 240 juta dari Pejabat di Kemendes PDTT, serta menerima gratifikasi.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut tiga dakwaan sekaligus terhadap Auditor Utama III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rochmadi Saptogiri.

Rochmadi didakwa menerima suap Rp 240 juta dari Pejabat di Kemendes PDTT, serta menerima gratifikasi atas jabatanya sebesar Rp 3,5 miliar. Dari penerimaan gratifikasi tersebut, Rochmadi didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Terdakwa telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan harta kekayaan berupa uang Rp 3,5 miliar yang patut diduga hasil dari tindak pidana korupsi," ujar Jaksa KPK Asri Irwan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2017).

Menurut Jaksa Asri, uang yang diduga sebagai bentuk gratifikasi tersebut digunakan Rochmadi untuk membeli aset. Aset tersebut berupa sebidang tanah kavling seluas 329 m2 di Kebayoran Essence, Bintaro, Tangerang. Tanah dibeli dari PT Jaya Real Property.

"Pembelian aset tersebut diduga sebagai upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya," kata Jaksa Asri.

Menurut jaksa, uang Rp 3,5 miliar tersebut diterima Rochmadi sejak 11 Maret 2014 hingga 2015. Penerimaan uang tersebut diduga karena jabatan Rochmadi yang bertugas memiliki kewenangan memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pada bidang lembaga negara, kesejahtetaan rakyat, kesekretariatan negara, aparatur negara, serta riset dan teknologi.

Jaksa mengatakan, sejak Rochmadi menjadi auditor BPK, dia tak pernah melaporkan harta kekayaannya. Menurut jaksa, sebelum menjadi auditor BPK, harta kekayaan Rochmadi hanya sebesar Rp 2,4 miliar.

"Bahwa uang yang digunakan untuk membeli tanah tidak sebanding dengan penghasilan dan kekayaan terdakwa. Dengan demikian, asal-usul perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah," kata jaksa.

Jaksa mendakwa Rochmadi melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menerima Gratifikasi

Auditor Utama III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rochmadi Saptogiri didakwa menerima uang suap sebesar Rp 240 juta. Uang tersebut dia terima dari Irjen Kemendes PDTT Sugito melalui Kabag TU dan Keuangan Itjen Kemendes PDTT, atau setingkat dengan pejabat eselon III Jarot Budi Prabowo.

Uang yang diberikan secara bertahap melalui Auditor Utama BPK Ali Sadli ini diperuntukan agar BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP), atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.

Selain didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima uang suap, Rochmadi juga menerima gratifikasi Rp 3,5 miliar.

"Terdakwa menerima gratifikasi yang bertentangan dengan jabatan atau tugasnya," ujar Jaksa Takdir Suhan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2017).

Jaksa Takdir menerangkan, Rochmadi memiliki kewenangan memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pada bidang lembaga negara, kesejahteraan rakyat, kesekretariatan negara, aparatur negara, serta riset dan teknologi.

Menurut Jaksa Takdir, penerimaan gratifikasi oleh Rochmadi sejak 11 Maret 2014 hingga 2017.

Pada 19 Desember 2014, Rochmadi menerima uang Rp 10 juta. Kemudian pada 22 Desember 2014 menerima Rp 90 juta. Pada 19 Januari 2015 menerima Rp 380 juta, pada 20 Januari 2015 Rp 1 miliar.

Kemudian, pada 21 Januari 2017, Rochmadi empat kali menerima uang gratifikasi. Yakni Rp 1 miliar, Rp 30 juta, Rp 200 juta, dan Rp 190 juta. Lau pada 22 Januari 2015, Rochmadi menerima Rp 330 juta.

"Sejak menerima uang, terdakwa tidak melaporkan kepada KPK sampai batas waktu 30 hari dari penerimaan. Dengan begitu, penerimaan uang tersebut terbilang sebagai suap," kata Jaksa Takdir.

Jaksa pun mendakwa auditor BPK Rochmadi dengan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.