Sukses

Dinkes DKI: Ada Kesalahan RS Mitra dari Awal Kasus Bayi Debora

Menurut Koesmedi, pihak RS Mitra Keluarga tidak tahu kalau bayi Debora adalah pasien BPJS.

Liputan6.com, Jakarta - Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyatakan ada dugaan kelalaian dari pihak Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, dalam kasus kematian bayi Tiara Deborah Simanjorang atau Debora.

Kepala Dinkes DKI Jakarta Koesmedi Priharto mengatakan, seharusnya pihak RS Mitra Keluarga dari awal menanyakan pihak keluarga kroban, siapa yang akan membiayai perawatan bayi Debora.

"Ini kesalahannya dari awal. Seharusnya pihak rumah sakit bertanya, pembayarannya dilakukan oleh siapa. Ternyata dia punya BPJS, tapi tidak terinformasi dari awal," ujar Koesmedi dalam di kantor Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Senin (11/9/2017).

Jika bayi Debora menggunakan BPJS, Koesmedi melanjutkan, pendanaan pembiayaan untuk penanganan gawat darurat hingga stabil, bisa ditagihkan ke BPJS.

"Nah, RS Mitra Keluarga sudah pernah menjalankan seperti itu," ujar dia.

Sayangnya, kata Koesmedi, ada kesalahan informasi dari awal soal pembiayaan bayi Debora, sehingga terlambat penanganan hingga akhirnya bayi tersebut meninggal.

"Yang tadi saya bilang, ini salah informasi, tidak tercatat sebenarnya siapa yang mendata. Ini dari keterangan yang kami terima dari rumah sakit. Nanti kita coba tanya ke keluarga, apakah benar seperti itu," ujar dia.

Menurut Koesmedi, pihak RS Mitra Keluarga tidak tahu kalau bayi Debora adalah pasien BPJS. Baru diketahui setelah beberapa jam sang bayi masuk IGD.

"Syarat untuk masuk ruang PICU, awalnya RS Mitra Keluarga enggak tahu kalau ini (Debora) pasien BPJS. Baru diketahui bahwa ini pasien BPJS sekitar jam enam pagi," ujar dia.

Adapun, dokter yang menangani bayi Debora di IGD menyarankan agar bayi Debora masuk PICU. Biaya perawatan PICU Rp 19,8 juta dengan uang muka 50 persen. Sementara, keluarga hanya memiliki uang Rp 5 juta.

"Keluarga pasien masih punya uang Rp 5 juta, disampaikan, untuk masuk PICU harus 50 persen dari biaya yang disampaikan pihak RS," Koesmedi menegaskan.

Sementara, Direktur Mitra Keluarga Fransiska mengatakan, saat ini ada 12 cabang RS Mitra Keluarga. Namun, baru satu cabang yang sudah bekerja sama dengan BPJS.

"Kami saat ini sedang menuju proses bekerja sama dengan BPJS. Nanti rencananya berurutan," ujar dia pada kesempatan yang sama.

Untuk pasien yang membutuhkan perawatan darurat, Fransiska menyatakan, RS Mitra Keluarga tidak pernah menolaknya, termasuk bayi Debora.

"Untuk kasus emergency kami tidak pernah menolak pasien dari mana pun. Untuk pelayanan emergency, bahwa tidak demikian kejadiannya. Bahwa saya sudah melaporkan, dan itu wewenang beliau (Kadinkes) untuk memberikan pernyataan," Fransiska menandaskan.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sesak Napas

Bayi Debora Simanjorang atau Debora dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat, pada Minggu 3 September 2017, sekitar pukul 03.00 WIB, karena mendadak sesak napas.

Tiba di RS Mitra Keluarga, sang bayi langsung ditangani dokter di UGD. Dokter menyarankan bayi Debora masuk Perinatology Intensive Care Unit (PICU). Adapun, biaya PICU Rp 19,8 juta dan harus membayar uang muka 50 persen.

Orangtua sang bayi hanya memiliki sisa uang Rp 5 juta, setelah membayar administrasi, pengambilan darah, dan prosedur lainnya Rp 2 juta. Orangtua sang bayi berusaha meyakinkan rumah sakit agar menerima sisa uang tersebut sebagai jaminan, sementara sisanya dibayar menyusul.

Namun, RS Mitra Keluarga tetap menolak. Ketika orangtua tengah mencari dana dan rumah sakit lain yang menerima BPJS dengan fasilitas PICU, nyawa bayi Debora tak tertolong dan meninggal dunia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.