Sukses

Patrialis Akbar Divonis 8 Tahun Penjara

Patrialis Akbar juga dikenakan pidana tambahan dengan diwajibkannya mengembalikan US$ 10 ribu dan Rp 4.043.195.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar divonis 8 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta. Selain itu, Patrialis juga didenda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa Patrialis Akbar telah terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berlanjut," ucap Hakim Ketua Nawawi Pamolango saat membacakan vonis, Senin (4/9/2017).

Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta majelis hakim menjatuhkan vonis 12 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta atau subsider 6 bulan kurungan.

Tak hanya itu, dia juga dikenakan pidana tambahan dengan diwajibkan mengembalikan US$ 10.000 dan Rp 4.043.195. Hanya saja, majelis hakim menjatuhkan pidana selama satu bulan jika Patrialis tidak mengembalikan uang tersebut. Adapun, jaksa penuntut umum KPK menuntut satu tahun penjara jika tidak mampu mengembalikan.

Hal yang memberatkan menurut majelis hakim, perbuatan Patrialis tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, dan mencederai lembaga Mahkamah Konstitusi.

Sementara itu, hal yang meringankan, Patrialis bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, punya tanggungan. Jasanya sebagai menteri dan mendapat Satya Lencana juga menjadi pertimbangan majelis hakim.


Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tuntutan Jaksa

Pada persidangan sebelumnya, JPU dalam tuntutan menyatakan, perbuatan Patrialis tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Selain itu, terdakwa juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi.

Lebih jauh, jaksa menilai Patrialis dalam persidangan kerap berbelit-belit memberikan keterangan di persidangan. Meski begitu, terdakwa dianggap sopan dalam persidangan dan masih memiliki tanggungan keluarga.

Yang jelas, ucap JPU, Patrialis terbukti menerima hadiah uang US$ 70 ribu dan janji Rp 2 miliar dari Basuki Hariman yang merupakan pemilik PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa dan anak buahnya NG Fenny melalui Kamaludin.

Hadiah dan janji kepada tersebut bertujuan untuk mempengaruhi putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Vonis Penyuap Patrialis

Tak hanya Patrialis, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga sudah menjatuhkan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp 400 juta subsider 3 bulan kurungan penjara terhadap Basuki Hariman. Yang bersangkutan merupakan terdakwa penyuap mantan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar.

Demikian pula dengan NG Fenny yang divonis selama lima tahun penjara. Ia merupakan sekretaris dari Basuki Hariman.

Basuki dan Fenny dinilai oleh jaksa terbukti menyuap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Basuki bersama-sama dengan Fenny, diduga memberikan uang sebesar US$ 50.000 dan Rp 4 juta kepada Patrialis. Keduanya juga menjanjikan uang sebesar Rp 2 miliar kepada Patrialis.

Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Menurut jaksa, meski bukan pemohon uji materi, Basuki dan Fenny memiliki kepentingan apabila uji materi tersebut dimenangkan.

Dalam upaya untuk memengaruhi putusan uji materi, Basuki dan Fenny menggunakan pihak swasta bernama Kamaludin yang dikenal dekat dengan Patrialis Akbar. Dalam penyerahan uang kepada Patrialis, kedua terdakwa juga melibatkan Kamaludin.

Menurut jaksa, Basuki dan Fenny terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.