Sukses

Ketua Saracen Ditangkap, Harsono Masih Aktif Tebar Kebencian

Polri menegaskan, pihaknya akan membongkar hingga tuntas kasus proyek penebar ujaran kebencian Saracen.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri kembali menangkap tersangka baru dalam jaringan sindikat penebar kebencian, Saracen. Tersangka bernama Muhammad Abdul Harsono alias MAH ditangkap di Pekanbaru, Riau, Rabu, 30 Agustus 2017.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, Harsono terpantau mengubah grup Saracen menjadi NKRI Harga Mati. Harsono juga diketahui tetap aktif menebar kebencian meski Jasriadi atau JAS telah ditangkap.

"Karena sejak awal kita katakan, bahwa web (grup) ini kita biarkan, kita ingin tahu perkembangannya, apa yang dilakukan pasca-penangkapan JAS," ujar Martinus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (31/8/2017).

"Dalam perkembangannya, tersangka menggantinya dan juga melakukan postingan-postingan yang berisi ujaran kebencian dan SARA," sambung dia.

Saat ini, Harsono telah dibawa ke Jakarta dan langsung ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Polisi akan memeriksa secara intensif Harsono untuk mengetahui sepak terjang sindikat Saracen lebih jauh, serta siapa saja pemesan jasa penebar kebencian dan hoax itu.

"Keterlibatan dengan JAS kita dalami. Dari beberapa data yang kita miliki, yang bersangkutan pernah bertemu dengan JAS di Jakarta," ucap Martinus.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bongkar Tuntas

Dalam beberapa diskusi, Harsono dan Jasriadi juga membahas soal rencana pembuatan proposal proyek penebaran kebencian. "Mereka ada upaya-upaya salah satunya membuat proposal, sebagaimana yang sudah disampaikan," kata dia.

Martinus memastikan, pihaknya akan membongkar hingga tuntas kasus proyek penebaran ujaran kebencian Saracen ini. Sebab, ujaran kebencian dan hoax merupakan kejahatan yang sangat berbahaya bagi persatuan bangsa.

"Karena ini tidak hanya melawan hukum, tapi juga berbahaya bagi eksistensi dan keutuhan NKRI," tandas Martinus.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini