Sukses

6 Ancaman Serius Pemerintah untuk PNS Terlibat HTI

Usai Perrpu Ormas diterbitkan, pemerintah mencabut badan hukum HTI. Setelah itu, pemerintah akan menindak tegas anggotanya.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017. Perppu itu sebagai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Dalam keterangannya, Menko Polhukam Wiranto mengungkapkan ormas yang ada di Indonesia perlu diberdayakan dan dibina. Namun, masih ada kegiatan ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal inilah yang menjadi alasan pemerintah menerbitkan perppu.

"UU 17/2013 tentang Ormas telah tidak lagi memadai sebagai sarana mencegah ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945," ucap dia dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu, 12 Juli 2017.

Banyak yang menilai penerbitan Perppu Ormas tersebut akan menyasar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun Wiranto menegaskan, perppu ini bukan untuk membatasi kewenangan ormas tertentu, apalagi mendiskreditkan ormas Islam.

"Perppu ini justru untuk merawat persatuan dan kesatuan," ujar Wiranto.

Namun nyatanya, usai penerbitan Perppu Ormas, Kemenkumham mengumumkan pencabutan izin status badan hukum HTI pada Rabu, 19 Juli 2017. Salah satu alasannya adalah untuk merawat Pancasila.

Menurut Kemenkumham, surat keputusan pencabutan badan hukum HTI telah dilakukan berdasarkan data, fakta, dan koordinasi dari seluruh instansi yang dibahas dalam koordinasi Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Selain itu, pemerintah kini bakal mengambil langkah-langkah terhadap mereka, terutama PNS yang diduga menjadi anggota HTI. Apa saja ?

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Data PNS

Pemerintah mendata aparatur sipil negara atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi pengurus organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pengurus yang masuk dalam struktur akan diberi sanksi tegas.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan, PNS memiliki tugas utama melayani, bergerak, dan mengorganisasi masyarakat. Ketika penggerak masyarakat sudah anti-Pancasila, tentu bertentangan dengan tugas yang seharusnya dilakukan.

"Kalau dia sudah anti-Pancasila, padahal tugasnya adalah menjabarkan sila-sila Pancasila, membuat perda, membuat kebijakan, dan sebagainya," Tjahjo menandaskan.

Sebab menurut Tjahjo, PNS sejatinya mengabdi untuk negara dan masyarakat, bukan sebaliknya merongrong persatuan bangsa.

3 dari 7 halaman

Kepala Daerah Cari PNS HTI

Pemerintah secara resmi telah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menyikapi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta agar Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang aktif di HTI mengundurkan diri.

Tjahjo pun mengaku telah meminta kepala daerah untuk menyusuri jajaran PNS di wilayahnya yang aktif di HTI, baik sebagai anggota atau simpatisan.

"PNS juga harus hati-hati, harus diukur betul tingkat keterlibatannya. Apakah dia sebagai pengurus, kader, atau hanya ikut-ikutan?" Kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/7/2017).

Tjahjo mengaku pihaknya telah mengirim surat kepada para kepala daerah untuk menyeleksi dengan benar PNS yang berafiliasi dengan HTI. Paling tidak, mereka harus disadarkan dan diingatkan bahwa pemahaman HTI bertentangan dengan Pancasila.

"Kalau enggak, harus disuruh mundur kan repot. Kalau dia sebagai pengurus, ya silakan mundur karena sudah kader dia. Ya, itu saja," ujar politikus PDI Perjuangan itu.

4 dari 7 halaman

Bakal Dipecat

Pemerintah Jawa Barat akan menyelidiki aparatur sipil negara (ASN) yang diduga menjadi anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terkait surat edaran Menteri Dalam Negeri dengan membentuk sebuah tim.

Isi dari surat edaran Menteri Dalam Negeri yang secara tertulis belum diterima oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat tersebut. Di antaranya adalah ASN anggota HTI harus mengundurkan diri. Apabila tetap bersikukuh menjadi anggota HTI, PNS tersebut akan dipecat.

Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa, tim ini nantinya akan mengklarifikasi dan mendata ASN yang menjadi anggota HTI.

"Insyaallah akan saya segera pelajari lalu akan kita rapatkan dengan pihak-pihak terkait, dalam hal ini BKD, Kesbangpol, dan beberapa yang lainnya. Termasuk mohon masukan dari aparat intelijen melalui Kominda terkait informasi-informasi, sehingga kita mendapatkan data dan fakta yang akurat," kata Iwa melalui telepon di Bandung, Senin, 24 Juli 2017.

Iwa mengatakan, sampai saat ini otoritasnya belum bisa melaksanakan secara resmi surat edaran Menteri Dalam Negeri, terkait ASN yang menjadi anggota HTI.

Namun, dia menyatakan akan menindaklanjuti perintah dari menteri tentang organisasi masyarakat yang dianggap menentang keberadaan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.

5 dari 7 halaman

Cari Dasar Hukum

Pemerintah masih mencari payung hukum untuk memberhentikan PNS yang terlibat ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dengan begitu, pemberhentian PNS tidak akan menimbulkan kontroversi di kemudian hari.

"Lagi dicari UU-nya sama PP-nya. Kalau ada yang dilanggar, pasti ada sanksinya. Jadi saya cari pasal yang melarang itu sekaligus UU-nya. Nanti kalau pasal menyatakan jelas, pasti ada sanksi," kata MenPAN-RB Asman Abnur di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/7/2017).

Sampai saat ini, sudah ada laporan tentang keterlibatan PNS dengan HTI. Hanya saja, informasi itu masih perlu diverifikasi kembali sehingga tidak salah dalam mengambil keputusan. Sambil pemerintah menentukan dasar hukum yang tepat untuk memberikan sanksi pada PNS itu.

"Biar jelas nanti bahwa berdasarkan PP nomor sekian, UU ini bahwa ini dilarang. Jadi sanksinya apa. Jadi kita bicaranya berdasarkan legalitas saja," imbuh Asman.

Informasi yang didapat saat ini, terutama ada pada perguruan tinggi. Beberapa dosen di sejumlah perguruan tinggi dilaporkan terindikasi menjadi bagian dari HTI. Namun, semua itu masih membutuhkan verifikasi.

"Saya akan lihat dasar UU dan PP-nya. Nanti baru kita kasih tahu," ucap Asman.

6 dari 7 halaman

Pindah Negara

Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meminta Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan (ormas) anti-Pancasila agar segera mengundurkan diri. Itu karena mereka dianggap melanggar sumpah yang telah diucapkan.

"Sebagai PNS kan disumpah harus setia pada ideologi pancasila. Ya, kalau dia sudah enggak cocok sama Pancasila, ya sudah mengundurkan diri saja. Secara gentle," kata Djarot di Balai Kota Jakarta, Senin (24/7/2017).

Tak hanya diminta mundur sebagai PNS, Djarot bahkan mempersilakan PNS agar pindah negara. Mereka bisa menuju tempat sesuai dengan ideologi yang dianutnya.

"Yah sebaiknya kalau dia enggak setuju dengan ideologi Pancasila, ya pindah saja. Bukan hanya pindah sebagai PNS, tapi pindah ke negara lain yang sesuai ideologi dia," ujar Djarot.

7 dari 7 halaman

Bina Anggota HTI

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengatakan pemerintah daerah telah diimbau membina para mantan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), agar meninggalkan ajarannya yang bertentangan dengan Pancasila.

"Kemendagri sudah berkomunikasi dengan pemda soal pencabutan status HTI. Selanjutnya, pemda diminta membina mereka agar kembali pada ajaran-ajaran yang diperbolehkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara persuasif," ujar Direktur Organisasi Kemasyarakatan Kemendagri, La Ode Ahmad, di Jakarta, Jumat, 21 Juli 2017.

Ia menjelaskan, pembinaan yang dilaksanakan pemda akan berupa penyuluhan untuk menghilangkan ideologi Khilafah. Selain itu, para mantan aktivis HTI ini juga bakal diperkenalkan dan diajak untuk menerapkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan mereka.

"Pemda juga kami minta untuk memantau kegiatan eks HTI ini. Mereka memastikan agar tidak ada pelanggaran terkait apa yang diputuskan pemerintah," jelas La Ode Ahmad.

Ia berharap para mantan anggota HTI ini dapat kooperatif dengan pemda. Dengan begitu, kondisi masyarakat di daerah tidak terganggu dan tetap kondusif.

 

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.