Sukses

Geledah 7 Lokasi di Bengkulu, KPK Sita CCTV dan Ponsel

Penggeledahan ini menyusul terungkapnya kasus dugaan suap peningkatan proyek jalan di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.

Liputan6.com, Jakarta - Tim Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan serangkaian kegiatan di Bengkulu terkait suap terhadap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan sang istri Lily Martiani Maddari.

Tim satgas menggeledah tujuh lokasi di Bengkulu secara paralel sejak pukul 11.00 WIB hingga 01.00 WIB, sepanjang Kamis ini. Penggeledahan ini menyusul terungkapnya kasus dugaan suap peningkatan proyek jalan di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.

"Petugas melakukan serangkaian penggeledahan di Bengkulu berkaitan dengan dugaan suap peningkatan jalan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/6/2017).

Tujuh lokasi yang digeledah yakni kantor dan rumah dinas Ridwan Mukti, dua rumah dan satu kantor milik Direktur PT Statika Mitra Sarana (PT SMS) Jhoni Wijaya, kantor milik Rico Dian Sari. Demikian pula kantor, rumah serta sebuah kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemerintah Provinsi Bengkulu.

"Dari hasil penggeledahan, tim menyita sejumlah dokumen ‎proyek, dan barang bukti berupa Handphone serta CCTV (circuit closed television)," kata Febri.

Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti bersama istrinya Lily Martiani Maddari dan dua orang pengusaha, Rico Dian Sari dan Jhoni Wijaya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dua proyek peningkatan jalan di Bengkulu.

Ridwan dan Lily diduga menerima uang suap sebesar Rp 1 miliar dari Jhoni selaku Direktur PT SMS melalui Rico. Uang tersebut bagian dari fee awal sebesar Rp 4,7 miliar lantaran PT SMS dimenangkan untuk menggarap dua proyek senilai Rp 53 miliar.

Atas perbuatannya sebagai penerima suap, Ridwan, Lily, dan Rico disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara itu, Johni sebagai pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

 

 

 

 


Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.