Sukses

Siapa MK yang Terima Rp 2 M dalam Kasus Suap Patrialis Akbar?

Sidang kasus dugaan suap kepada mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar kembali digelar.

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus dugaan suap kepada mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Kali ini dengan agenda mendengarkan keterangan dua orang saksi yang dihadirkan jaksa KPK. Mereka adalah Fenny dan Basuki Hariman, selaku pemilik PT Impextindo Pratama.

Majelis hakim dalam sidang mencecar soal adanya inisial MK dalam laporan pembukuan perusahaan tempat saksi Fenny bekerja atau perusahaan milik Basuki. Di mana, kata Hakim, dalam laporan pembukuan ada penarikan uang sejumlah Rp 2 miliar rupiah untuk keperluan MK.

"Itu apa maksud MK itu apa?" tanya majelis hakim dalam sidang dengan terdakwa Patrialis Akbar, di PN Tipikor Jakarta, Senin (19/6/2017).

"MK itu Muhammad Kamaludin. Itu hanya jadi kode saya sama Pak Basuki aja," jawab saksi Fenny.

Majelis hakim kembali mencecar saksi Fenny lantaran nama Kamaludin tidak menggunakan Muhammad di depannya. Kamaludin sebagai pihak yang diketahui mengenalkan Basuki dengan Patrialis Akbar.

"Tahu enggak Kamaludin enggak pakai Muhammad. Jadi enggak ada itu Muhammad?" kata hakim.

"Tidak tahu, Pak," jawab saksi Fenny.

Kemudian saksi Fenny menuturkan, soal uang Rp 2 miliar yang dikeluarkan dan terlampir dalam laporan pembukuan perusahaan atas permintaan atasannya, Basuki. Saat itu dirinya diminta Basuki untuk menyiapkan uang Rp 2 miliar yang akan diberikan kepada Kamaludin. Atas perintah itu, Fenny meminta staf bagian keuangan, Dewi, agar mencatat penarikan uang itu untuk keperluan MK.

"Saya suruh tulis di voucer dengan tulisan MK, karena Bu Dewi kalau ambil uang selalu tanya ditulisnya untuk keperluan apa," ujar Fenny.

Terkait Impor Daging

Suap yang diberikan kepada Patrialis Akbar bermula saat Basuki Hariman selaku pemilik PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa bersama anak buahnya NG Fenny meminta bantuan kepada Kamaludin. Menurut pengetahuan Basuki dan NG Fenny, Kamaludin mengenal dekat salah satu hakim MK.

Permintaan bantuan tersebut guna mempercepat dikeluarkannya putusan permohonan uji materi yang diajukan oleh enam pemohon, yaitu Teguh Boediyana, Mangku Sitepu, Dedi Setiadi, Gun Gun Muhamad Lutfi Nugraha, Muthowif, dan H Rachmat Pambudy. Tujuannya agar permohonan tersebut dikabulkan.

Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, maka impor daging kerbau dari India dihentikan. Sebab, pemerintah telah menugaskan Bulog untuk mengimpor dan mengelola daging kerbau dari India dan akan berdampak pada ketersediaan daging tersebut lebih banyak dan membuat harga semakin murah.

Patrialis Akbar didakwa dengan Pasal 12 c jo Pasal 18 UU RI Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 dan Pasal 64 KUHP.

Pada sidang minggu lalu, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar telah menerima suap dari Basuki Hariman dan NG Fenny melalui Kamaludin.

"Terdakwa sebagai penyelenggara negara menerima hadiah USD 70 ribu, Rp 4,043 juta, dan janji Rp 2 miliar," ujar jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Pemberian uang USD 70 ribu dan Rp 4,043 juta kepada Patrialis Akbar dilakukan dalam beberapa tahap dan terjadi di Jakarta. Uang tersebut digunakan oleh Patrialis antara lain untuk bermain golf.

Kemudian terkait janji Rp 2 miliar yang akan diberikan kepada Patrialis akhirnya dipersiapkan oleh Basuki Hariman.

Pada 24 Januari 2017, di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Basuki Hariman dan NG Fenny menyuruh Kumala untuk menukar Rp 2 miliar dengan mata uang Singapura menjadi SGD 211.300.


Saksikan video menarik di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.