Sukses

Pengacara: Ahok Sudah Kalah di Pilkada, Tak Perlu Tekan Hakim

Toommy meyakini, kasus dugaan penistaan agama muncul karena Ahok minoritas.

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memasuki babak akhir. Saat ini, persidangan akan dilanjut dengan pembacaan vonis pada awal Mei mendatang.

Sebagian pihak meminta agar hukuman yang diberikan Ahok diringankan. Namun, pihak yang kontra justru berharap agar vonis bagi Ahok diperberat.  

Kuasa hukum Ahok Tommy Sihotang menilai, tekanan agar hukuman Ahok diperberat semestinya tidak perlu lagi disuarakan. Terlebih saat ini Ahok sudah kalah di Pilkada DKI Jakarta. Sudah saatnya untuk merajut kembali kedamaian.

"Kan Ahok sudah tidak terpilih di Pilkada jadi peace man. Ahok sudah puas dengan banyak karangan bunga. Kenapa harus digergaji lagi. Buat apa tuntut jaksa, hakim?" ujar Tommy di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (29/4/2017).

Tommy juga meyakini, kasus ini muncul karena Ahok merupakan minoritas. Ditambah dengan statusnya sebagai calon gubernur DKI Jakarta saat itu.

"Pertanyaan saya, kalau Ahok tidak mencalonkan diri jadi gubernur, kalau Ahok beragama mayoritas masih ada kah kasus ini?" tambah dia.

Pernyataan ini langsung dikritisi Ketua PP Pemuda Muhamamdiyah Dahnil Anzar Simanjuntak. Dahnil memastikan, kedamaian itu harus dijaga oleh setiap warga negara Indonesia. Tapi, urusan penegakan hukum juga tidak boleh dicampuradukkan.

"Jangan sampai seperti ditilang damai tapi sogok itu bahaya kalau damai dalam artian itu. Kami ingin memberikan edukasi, apapun yang terjadi di masyarakat ada pelanggaran hukum, laporkan secara hukum, jangan anarkis," kata Dahnil.

Tidak Waras

Hal ini sama dengan ketika Ahok meminta maaf kepada seluruh masyarakat setelah kejadian itu. Sebagai umat muslim tentu sudah memaafkan. Tapi maaf tidak bisa menafikan proses hukum begitu saja.

"Kita maafkan, sebagai muslim saya diajarkan. Tapi proses hukum kan tetap harus jalan. Justru pelanggaran hukum harus diselesaikan dengan hukum," imbuh dia.

Pernyataan soal kasus dan mayoritas juga ditanggapi minor oleh Wakil Ketua bidang hukum dan perundang-undangan MUI Ikhsan Abdullah.

Ikhsan menegaskan, kasus penistaan agama sebelum Ahok lebih banyak dilakukan oleh muslim. Sebut saja Lia Eden, Arswendo, Abeh Yasin, hingga Gafatar. Semuanya diberi hukuman maksimal.

"Kalau disebut, Ahok sudah kalah, masa masih dihukum, ini pikiran tidak waras. Hukum harus ditempatkan proporsional," ujar Ikhsan.

Bagi dia, kasus penistaan agama ini tidak bisa dianggap remeh. Hukuman maksimal ini juga ditujukan agar menjadi efek jera dan tidak terulang di kemudian hari.

"Kalau tidak maksimal, ah Pak Ahok aja enggak ditahan enggak di apa-apain. Padahal, semua pelaku penista agama ditahan, Pak Ahok saja yang tidak, ini efek tidak bagus," pungkas Dahnil.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, politikus yang kini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta
    Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, politikus yang kini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta

    Ahok