Sukses

Kasus Patrialis, Majelis Kehormatan MK Konfirmasi KPK soal Etika

Patrialis diduga melakukan suap uji materi Undang-Undang No 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) itu berencana mencari informasi lanjutan terkait perkara suap yang menjerat Hakim MK Patrialis Akbar.

"Kita minta informasi, sejauh mana fakta yang menyangkut kasusnya Pak Patrialis. Kita mau bicarakan," ujar Asad Said Ali dari Mahkamah Kehormatan MK di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2017).

Asad mengaku, Majelis Kehormatan MK sudah rapat terkait kasus dugaan suap uji materi Undang-Undang No 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dari rapat tersebut, pihaknya mengumpulkan beberapa informasi.

"Nah ini kita mau konfirmasi kepada KPK. Terkait dengan etika, apakah ini masuk pelanggaran berat atau bagaimana. Kita tidak memasuki wilayah hukum. Itu tugas KPK," sambung dia.

Nantinya, lanjut Asad Said Ali, informasi yang dia dapat dari KPK bisa dijadikan pegangan untuk lebih mengawasi kinerja para hakim di MK.

"Oh jelas. Itu kan nanti akan kelihatan berbagai kelemahan aturan, atau kelemahan pengawasan. Akan kelihatan nanti," kata Asad Said Ali.

Patrialis Akbar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Grand Indonesia bersama seorang wanita. Patrialis diduga melakukan suap uji materi Undang-Undang No 41 tahun  2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu, KPK juga ikut mengamankan Kamaludin (KM) yang diduga sebagai perantara suap.

Patrialis disangka menerima suap dari Basuki Hariman (BHR) dan NG Fenny (NGF). Basuki merupakan ‎bos pemilik 20 perusahaan impor daging, sedangkan NG Fenny adalah sekertarisnya.

Oleh Basuki, Patrialis Akbar dijanjikan uang sebesar USD 20 ribu dan SGD 200 ribu. Diduga uang USD 20 ribu dan SGD 200 ribu itu sudah penerimaan ketiga. Sebelumnya sudah ada suap pertama dan kedua.

Sebagai penerima suap, Patrialis Akbar dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.