Sukses

Patrialis Mundur, Pemerintah Percepat Bentuk Pansel Hakim MK

Patrialis Akbar menyatakan mundur sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) karena ditangkap KPK atas dugaan menerima suap.

Liputan6.com, Jakarta - Patrialis Akbar menyatakan mundur sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) karena ditangkap KPK atas dugaan menerima suap. Pemerintah pun langsung mempercepat pembentukan panitia seleksi hakim MK untuk menggantikan Patrialis Akbar.

"Kami ingin segera karena Pak Patrialis sudah mengundukan diri dan pansel segera dibentuk kemudian juga tidak ada lagi halangan," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/1/2017).

Saat ini, belum ada surat permintaan pergantian hakim dari MK. Meski begitu, Presiden sudah menyiapkan pansel untuk menyeleksi.

Jokowi juga meminta kasus Patrialis Akbar menjadi pelajaran terutama dalam hal penunjukkan hakim MK. Karena itu, partisipasi publik tetap harus dilibatkan.

"Yang penting mekanismenya dilakukan dengan transparan, terbuka, melibatkan publik karena kita belajar dari pengalaman kalau mendapat sorotan di ruang publik itu pasti akan mendapat calon yang lebih baik," jelas politisi PDIP itu.

Pemerintah berharap dengan adanya seleksi terbuka lahir hakim MK yang terbaik. Jokowi juga punya pengalaman dalam memilih hakim MK melalui pansel.

"Pengalaman sebelumnya saat Presiden memutuskan Pak Palguna dan satu lagi mekanisme itu yang akan dilaksanakan, tentu orang-orang yang kredibel," ucap Pramono.

Terpisah, Ketua MK Arif Hidayat mengakui belum mengirimkan surat ke Presiden Jokowi terkait penrgantian hakim MK. Pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan Majelis Kehormatan MK.

Arif menjelaskan, meski Patrialis Akbar telah mengundurkan diri, hal ini tidak membuat Majelis Kehormatan MK yang berisikan dewan etik MK menghentikan pemeriksaan.

"Belum karena majelis kehormatan yang berwenang untuk menentukan apakah itu ada pelanggaran berat atau tidak," ucap Arif.

Menurut dia, nantinya Majelis Kehormatan MK, akan memutuskan apakah Patrialis terbukti melanggar etik berat atau tidak.

"Kalau diberhentikan dengan segera, maka kita bisa kemudian meminta Presiden untuk memberhentikan tetap dan kita minta kepada Presiden untuk segera mengisi kekosongan Jabatan itu dalam waktu yang tidak terlalu lama," jelas Arif.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini