Sukses

Angin Kencang Terjang Jabodetabek, Ini Penjelasan BMKG

Angin kencang menerjang sejumlah daerah di Jabodetabek siang tadi. Pertanda apa?

Liputan6.com, Jakarta Angin kencang menerjang sejumlah daerah di Jabodetabek. Bahkan, angin tersebut disertai hujan. Akibat angin kencang, banyak pohon tumbang.

Menurut Kabag Humas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Hary Tirto Djatmiko, kejadian hujan lebat disertai kilat atau petir dan angin kencang berdurasi singkat lebih banyak terjadi pada masa transisi atau pancaroba. Baik dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya.

Indikasinya, kata dia, sehari sebelumnya udara pada malam hingga pagi terasa panas dan gerah. Kemudian, udara terasa panas dan gerah diakibatkan adanya radiasi matahari yang cukup kuat yang ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 LT (> 4.5°C), disertai dengan kelembaban yang cukup tinggi ditunjukkan oleh nilai kelembaban udara di lapisan 700 mb (> 60%).

"Mulai pukul 10.00 WIB terlihat tumbuh awan Cumulus (awan putih berlapis–lapis). Di antara awan itu ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu–abu menjulang tinggi seperti bunga kol," ucap Hary saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (3/12/2016).

Tahap berikutnya awan itu akan cepat berubah warna menjadi abu–abu atau hitam yang dikenal dengan awan Cb (Cumulonimbus). "Pepohonan di sekitar tempat kita berdiri ada dahan atau ranting yang mulai bergoyang cepat," kata dia.

Jika satu sampai tiga hari berturut–turut tidak ada hujan pada musim transisi atau pancaroba atau penghujan, maka ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun diikuti angin kencang, baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun yang tidak.

"Sifat angin kencang berdurasi singkat itu sangat lokal. Luasannya berkisar 5–10 km, waktunya singkat sekitar kurang dari 10 menit. Lebih sering terjadi pada peralihan musim (pancaroba), lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, dan terkadang menjelang malam hari," kata dia.

Selain itu, angin hanya berasal dari awan Cumulonimbus, bukan dari pergerakan angin monsoon maupun pergerakan angin pada umumnya. Akan tetapi, tidak semua awan Cumulonimbus menimbulkan puting beliung

"Kemungkinannya kecil untuk terjadi kembali di tempat yang sama," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini