Sukses

Penjelasan Kemenag soal Terjemahan 'Awliya' sebagai ‘Teman Setia’

Muchlis menjelaskan, kata awliya dalam Alquran disebutkan 42 kali dan diterjemahkan beragam sesuai konteksnya.

Liputan6.com, Jakarta - Pada beberapa edisi terbitan terjemahan Alquran yang beredar saat ini, kata "awliya" pada Alquran Surat Al Maidah ayat 51 diterjemahkan sebagai ‘teman setia’.

Pejabat pengganti sementara (Pgs) Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Kementerian Agama (Kemenag) Muchlis M Hanafi mengatakan, terjemahan Alquran tersebut merujuk edisi revisi 2002 terjemahan Alquran Kemenag, yang telah mendapat tanda tashih dari LPMQ.

Muchlis mengatakan, pernyataan ini menanggapi beredarnya unggahan di media sosial, tentang terjemahan kata "awliya" pada Alquran Surat (QS) Al Maidah: 51, yang disebutkan telah berganti dari "pemimpin" menjadi "teman setia".

Unggahan tersebut menyertakan foto halaman terjemah QS Al Maidah: 51 dengan keterangan yang menyebutnya sebagai "Alquran palsu'".

"Tidak benar kabar yang menyatakan bahwa telah terjadi pengeditan terjemahan Alquran belakangan ini. Tuduhan bahwa pengeditan dilakukan atas instruksi Kementerian Agama juga tidak berdasar," kata Muchlis dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Minggu, 23 Oktober 2016.

Muchlis menjelaskan, kata "awliya" dalam Alquran disebutkan 42 kali dan diterjemahkan beragam sesuai konteksnya. Merujuk pada terjemahan Alquran Kementerian Agama edisi revisi 1998-2002, pada QS Ali Imran/3: 28, QS An Nisa/4: 139 dan 144 serta QS Al Maidah/5: 57, kata "awliya" diterjemahkan dengan "pemimpin".

Sedangkan, lanjut Muchlis, pada QS Al Maidah/5: 51 dan QS Al Mumtahanah/60: 1 diartikan dengan "teman setia". "Pada QS At Taubah/9: 23 dimaknai dengan "pelindung", dan pada QS An Nisa/4: 89 diterjemahkan dengan "teman-teman"," dia menambahkan.

Menurut Muchlis terjemahan Alquran Kemenag pertama kali terbit pada 1965. Pada perkembangannya, terjemahan ini telah mengalami dua kali proses perbaikan dan penyempurnaan. Yaitu pada 1989-1990 dan 1998-2002.

Proses perbaikan dan penyempurnaan itu, kata Muchlis, dilakukan oleh para ulama dan ahli di bidangnya. Sementara Kementerian Agama bertindak sebagai fasilitator.

"Penyempurnaan dan perbaikan tersebut meliputi aspek bahasa, konsistensi pilihan kata atau kalimat untuk lafal atau ayat tertentu, substansi yang berkenaan dengan makna dan kandungan ayat, dan aspek transliterasi," dia memaparkan.

Pada terjemahan Kementerian Agama edisi perdana (1965), kata "awliya" pada QS Ali Imran/3: 28 dan QS An Nisa/4: 144 tidak diterjemahkan. Terjemahan QS An Nisa/4: 144, misalnya, berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin," ujar dia.

"Pada kata wali diberi catatan kaki: wali jamaknya awliya, berarti teman yang akrab, juga berarti pelindung atau penolong. Catatan kaki untuk kata wali pada QS Ali Imran/3: 28 berbunyi: wali jamaknya awliya, berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong," Muchlis menambahkan.

Terjemahan Makna Alquran

Terkait penyebutan "Alquran palsu" yang beredar di media sosial, Doktor Tafsir Al-Quran lulusan Universitas Al Azhar Mesir ini mengatakan, terjemahan Alquran bukanlah Alquran. Terjemahan adalah hasil pemahaman seorang penerjemah terhadap kitab suci agama Islam tersebut.

Oleh karenanya, kata Muchlis, sebagian ulama berkeberatan dengan istilah "terjemahan Alquran". Mereka lebih senang menyebutnya dengan "terjemahan makna Alquran".

"Tentu tidak seluruh makna Alquran terangkut dalam karya terjemahan, sebab Alquran dikenal kaya kosa kata dan makna. Seringkali, ungkapan katanya singkat tapi maknanya padat. Oleh sebab itu, wajar terjadi perbedaan antara sebuah karya terjemahan dengan terjemahan lainnya," dia memaparkan.

Terkait kata atau kalimat dalam Alquran yang menyedot perhatian masyarakat dan berpotensi menimbulkan perdebatan, Kemenag menyerahkan kepada para ulama Alquran untuk kembali membahas dan mendiskusikannya.

Saat ini, sebuah tim yang terdiri dari para ulama Alquran dan ilmu-ilmu ke-Islaman, serta pakar Bahasa Indonesia dari Badan Bahasa Kemendikbud, sedang bekerja menelaah terjemahan Alquran dari berbagai aspeknya.

Mereka antara lain Prof Dr M Quraish Shihab, Prof Dr Huzaimah T Yanggo, Prof Dr M Yunan Yusuf, Dr KH A Malik Madani, Dr KH Ahsin Sakho Muhammad, Dr Muchlis M Hanafi, Prof Dr Rosehan Anwar, Dr Abdul Ghofur Maemun, Dr Amir Faesal Fath, Dr Abbas Mansur Tamam, Dr Umi Husnul Khotimah, Dr Abdul Ghaffar Ruskhan, Dr Dora Amalia, dan Dr Sriyanto.

"Teks Alquran, seperti kata Sayyiduna Ali, hammalun dzu wujuh, mengandung aneka ragam penafsiran. Oleh karena itu, Kementerian Agama berharap umat Islam menghormati keragaman pemahaman keagamaan," Muchlis menguraikan.

Menurut Muchlis, terbitan terjemah Alquran dapat menjadi sarana bagi masyarakat, untuk memahami isi kandungan ayat suci. Namun, ia mengingatkan, dalam memahami ayat-ayat Alquran, hendaknya tidak hanya mengandalkan terjemahan, tetapi juga melalui penjelasan ulama dalam kitab-kitab tafsir dan lainnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini