Sukses

KPK Tetapkan Eks Dirjen Dukcapil Tersangka Baru Korupsi E-KTP

Irman diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP 2011-2012, Sugiharto.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan tersangka baru kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012. Tersangka baru itu, yakni eks Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Irman.

"Penyidik KPK menemukan dua alat bukti yang cukup dan menetapkan IR (Irman), mantan Dirjen Dukcapil sebagai tersangka," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/9/2016).

Yuyuk menjelaskan, Irman diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP 2011-2012, Sugiharto. Proyek itu menelan biaya Rp 6 triliun dan ditengarai merugikan keuangan negara sebesar Rp 2 triliun akibat perbuatan Sugiharto dan Irman.

"IR bersama tersangka S (Sugiharto), diduga bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang terkait pengadaan e-KTP yang nilai total proyeknya Rp 6 triliun," ucap Yuyuk.

Atas perbuatannya, Irman dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

KPK telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2011-2012 pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih. Sebelumnya, pada kasus ini KPK baru menetapkan satu tersangka, yakni Sugiharto.

Sugiharto, yang ketika itu menjabat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri itu dijerat Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sugiharto juga berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dalam sengkarut proyek senilai Rp 6 triliun itu. Dia diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 2 triliun.

Adapun berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan pada semester I tahun 2012 silam, ditemukan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan tender proyek e-KTP, yakni melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pelanggaran tersebut telah berimbas buruk kepada penghematan keuangan negara.

Dalam auditnya, BPK juga menyimpulkan bahwa konsorsium rekanan yang ditunjuk, yakni Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) tidak dapat memenuhi jumlah pencapaian e-KTP tahun 2011 yang telah ditetapkan dalam kontrak. Hal tersebut terjadi karena PNRI tidak pernah berupaya memenuhi jumlah penerbitan e-KTP tahun 2011 sesuai kontrak yang disepakati.

Dalam audit BPK disebutkan juga terdapat 'kongkalikong' yang dilakukan antara PT PNRI dengan Panitia Pengadaan. Persekongkolan itu terjadi saat proses pelelangan, yakni ketika penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini