Sukses

E-KTP, Antara Untung-Rugi dan Sanksi

Masyarakat akan rugi jika tidak membuat e-KTP, seperti membuat atau mencari paspor, dan cari surat izin lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kian gencar mengampanyekan KTP elektronik atau e-KTP. Pangkalnya, batas waktu (deadline) warga untuk memiliki e-KTP adalah 30 September 2017.

Walaupun, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa tanggal tersebut hanyalah percobaan. Alasannya tidak lain, agar warga bergerak cepat melakukan perekaman data.

"Deadline 30 September itu kan hanya percobaan saja, karena ini amanat undang-undang. Kalau kita konsisten dengan amanat undang-undang tahun 2015 harusnya kan masih tambah 1 tahun. Sehingga bisa menggerakkan orang untuk datang," jelas Tjahjo di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (25/8/2016).

Sebenarnya, dalam setiap harinya pengurusan e-KTP menghiasi berbagai kantor pemerintahan. Terlebih mereka yang baru menikah, pindah alamat, atau baru 17 tahun, pasti akan mengurus KTP. Namun, lagi-lagi, hasrat warga untuk melakukan perekaman data terbilang minim.

"Yang di kota saja enggak mau datang ke kecamatan. Untuk rekam data saja masih 20 juta lho (yang belum rekam)," kata Tjahjo.

Ia menegaskan kembali bahwa pada 30 September 2016 mendatang bukanlah batas waktu perekaman data e-KTP. Tenggat waktu tersebut, diungkapkan dia, untuk meningkatkan kembali kesadaran masyarakat akan kepemilikan nomor induk kependudukan.

Politisi PDIP itu mengungkapkan, nomor induk ini hanya bisa didapat setelah merekam data di sentra pelayanan publik milik pemerintah. "Niatnya mengajak masyarakat untuk ayo dong meluangkan waktu untuk ini. Ini kan penting," pungkas Tjahjo.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Plus Minus Ber-e-KTP


Nah, pertanyaannya apa yang akan terjadi jika warga tidak melakukan perekaman data kependudukan (baca e-KTP). Adakah kerugian yang dialami warga jika tidak ber-e-KTP. Atau keuntungan yang didapat dari memegang KTP elektronik. Dan terakhir, adakah sanksi yang akan diberikan pemerintah kepada warganya.

Soal sanksi, sudah dipastikan Kemendagri, akan diberikan kepada warganya. Melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Arif Zudan Fakrulloh, ia memastikan, warga akan menerima sanksi administrasi. Bentuknya adalah dengan penonaktifan KTP. Yang dampaknya warga tidak akan mendapatkan pelayanan publik. Artinya jika warga mengurus segala keperluan terkait kependudukan, tidak akan dilayani.

Dan dampak yang lebih besar adalah, hak-hak sebagai warga negara Indonesia tidak terpenuhi sepenuhnya. "Contohnya, BPJS, itu kan basisnya Nomor Induk Kependudukan (NIK), kemudian membuka kartu perdana itu basisnya NIK. Jika NIK tidak muncul, maka hak dia sebagai penduduk Indonesia tidak akan bisa dipenuhi," kata Zudan di Jakarta seperti dikutip dari laman setkab.go.id, Selasa (23/8/2016).

Dari sisi pelayanan perbankan juga akan terkena imbas, jika warga tidak memiliki e-KTP. Pelayanan lainnya, yang juga akan terkena imbas warga yang tidak ber-e-KTP adalah layanan kepolisian, layanan kesehatan, layanan izin mendirikan bangunan, dan surat izin perkapalan.

Tentunya, dari semua penjelasan kerugian warga yang tidak ber-e-KTP, juga sekaligus menegaskan akan keuntungan yang didapat warga. Dengan data kependudukan yang terintegrasi, akan memudahkan segala keperluan kependudukan warga. Bahkan, tidak hanya terkait kependudukan, aspek pelayanan lainnya pun akan termudahkan. Sebab, sumber dari pemberian pelayanan adalah data kependudukan warga.

Rentetan plus minus ber-e-KTP, tentunya mensyaratkan satu hal. Yakni, tidak adanya data ganda alias data tunggal. Sebab, Zunan menambahkan, berdasarkan pantauan yang ada, masih banyak warga yang ber-KTP lebih dari satu, bahkan mencapai tiga.

Ia mengimbau kepada warga yang sudah dinonaktifkan datanya bisa langsung datang ke Dinas Dukcapil setempat untuk mengurus data kependudukan.

"Untuk masyarakat nanti yang datanya sudah dinonaktifkan bisa langsung datang ke Dinas Dukcapil, bukan kecamatan dan bukan juga kelurahan, karena kecamatan dan kelurahan hanya bisa membaca bukan mengakses," Zudan menegaskan.

3 dari 3 halaman

Sanksi yang Tak Ber-e-KTP

Kampanye gencar sudah dilakukan Kemendagri terkait perekaman data kependudukan warga. Juga, plus-minus ber-e-KTP. Lantas, apa yang akan diberikan Pemerintah jika warganya masih membandel.

Soal sanksi, Mendagri Tjahjo Kumolo mengungkapkan, pihaknya tidak akan memberikan sanksi. Sebab, menurut dia, saat ini masih ada sekitar 20 juta lebih warga yang belum merekam maupun memperbarui data e-KTP. "Enggak ada sanksi," ucap Tjahjo di kantor Kompolnas, Jakarta Selatan, Kamis (25/8/2016).

Meski tidak ada sanksi, tapi Tjahjo mengingatkan, warga yang tidak memiliki e-KTP nantinya akan kesulitan mengurus keperluan dokumen pribadi. Sebab, sanksi itu akan lahir dengan sendirinya seiring warga yang tidak ber-e-KTP.

Misalnya, Tjahjo mencontohkan, dalam pembuatan paspor, warga akan kesusahan jika tidak memiliki e-KTP. Begitu juga warga yang tidak merekam datanya akan susah mendapatkan surat izin mengemudi (SIM). Selain itu, warga juga akan kesulitan mendapatkan fasilitas yang diberikan BPJS.

"Dia akan rugi sendiri, nanti mau cari paspor, cari surat izin apa-apa, ya enggak bisa tanpa e-KTP," ucap Tjahjo.

Namun, tak lupa Tjahjo meminta maaf kepada warga yang masih banyak belum terekam e-KTP. Alasannya, karena masih ada kekurangan dalam hal pengumpulan data rekaman Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk e-KTP.

"Mohon dimaafkan SDM kita (di daerah) mungkin tidak sama dengan di Jakarta yang cepat," kata politikus PDIP ini

Karena itu, Politikus PDIP ini meminta masyarakat agar proaktif mendatangi kantor kecamatan setempat untuk melakukan pengambilan data NIK.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini