Sukses

Kasus Setya Novanto Diibaratkan Salat Berjemaah

Namun, jika imam tidak batal sedikit pun maka harus tetap menjalankan salatnya hingga selesai.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Tubagus (TB) Hasanuddin menilai, kasus dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto yang akan menjalani sidang di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Dia mengibaratkan Setya Novanto selaku Ketua DPR, sebagai ‎imam yang batal di tengah-tengah salat berjemaah.

Maka sebagai orang yang mengerti, imam tersebut langsung mundur dan kembali mengambil air wudu. Sedangkan posisi imam digantikan makmum yang posisinya di barisan terdepan dan dekat dengan imam.

"Ibaratnya saya sebagai muslim, saya salat berjemaah menjadi imam terus kentut, batal kan? Nah saya merasa dan tahu saya kentut lalu mundur dong, mengambil air wudu kembali agar saya bisa melanjutkan salat," kata TB Hasanuddin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (27/11/2015).

"Tapi imam sudah digantikan oleh makmum yang di barisan terdepan. Itu kalau memang saya merasa batal salat saya, tapi memang harus merasa batal karena kentut," sambung dia.

Namun, jika imam tidak batal sedikit pun maka harus tetap menjalankan salatnya hingga selesai. Sama halnya Setya Novanto, jika memang tidak melakukan apa yang dituduhkan, politikus Partai Golkar itu harus menunjukkan dirinya tak bersalah.

"Nah, kalau imam itu tidak kentut ya jangan membatalkan salatnya. Saya tidak merasa kentut, ya jangan mengaku kentut. Jangan mengaku dirinya kentut karena dugaan orang. Ini persoalan kejantanan dan nurani, kembali kepada diri masing-masing," ujar TB Hasanuddin.


Untuk itu, politikus PDIP ‎ini mengimbau kepada semua pihak agar tidak berspekulasi terhadap kasus Setya Novanto, yang diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden dalam dugaan negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

"Ini perlu diperdalam saja, siapa saja yang ada dalam rekaman itu. Nanti diminta ke MKD rekaman itu seluruhnya dibuka. ‎Serahkan ke MKD semuanya agar tidak melebar ke mana-mana," tandas TB Hasanuddin.

‎Anggota DPR berinisial SN atau diduga Setya Novanto dilaporkan ke MKD oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Sudirman Said pada Senin 16 November 2015 lalu. Laporan itu terkait dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk dugaan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

Bahkan, Setya Novanto juga disebut-sebut meminta saham kepada perusahaan tambang raksasa milik Amerika Serikat (AS) itu. Namun, Setya Novanto membantah tudingan dia mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden. Bahkan, dia mengatakan, dalam transkrip pembicaraannya dengan bos Freeport yang beredar tidak ada satu kalimat pun yang meminta saham.‎ (Rmn/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.