Sukses

Menaker Minta Atase Ketenagakerjaan Jadi Marketing Intelejen

Peran Atase Ketenagakerjaan yang sangat penting adalah sebagai market intelligence, yaitu mencari peluang kerja bagi TKI formal

Liputan6.com, Jakarta Saat ini, pemerintah Indonesia memiliki 13 perwakilan atase ketenagakerjaan di negara-negara penempatan yaitu Hongkong, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Brunei Darussalam, Arab Saudi (Riyadh dan Jeddah), Kuwait, Qatar, UEA, Taiwan, Syria dan Yordania.

Atase ketenagakerjaan mempunyai tugas pelayanan tenaga kerja yang diantaranya perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), pendataan TKI di negara penempatan, pemantauan keberadaan TKI, penilaian terhadap mitra usaha atau agen dalam pengurusan dokumen TKI, upaya advokasi TKI, legalisasi perjanjian atau kontrak kerja serta pembinaan TKI yang telah ditempatkan.

Dengan tugas dan kewenangan yang strategis, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri menginstruksikan para atase ketenagakerjaan agar mengoptimalkan tugasnya sebagai marketing intelejen (marketing intelligence) di negara penempatan TKI.

“Atase ketenagakerjaan di negara penempatan harus memainkan perannya dalam rangka perluasan kesempatan kerja di luar negeri khususnya sektor formal dengan memperkuat jejaring kerja atau networking,” kata Menaker Hanif dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa 6 Oktober 2015.

Instruksi tersebut juga dikemukakan Hanif saat membuka acara penguatan jejaring kelembagaan penempatan yang mengambil  tema "Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Fungsi Ketenagakerjaan Pada Perwakilan Republik Indonesia" di Surabaya.

Pada kesempatan tersebut, Hanif mengatakan bahwa salah satu peran penting atase ketenagakerjaan adalah sebagai market intelligence, yaitu mencari demand khususnya pada sektor formal sebanyak-banyaknya sebagai salah satu solusi mengurangi masalah pengangguran di Indonesia.

“Kesempatan kerja bagi TKI terutama yang bekerja di sektor formal masih sangat terbuka. Oleh karena itu, para atase ketenagakerjaan harus membuka akses peluang kerja dan melakukan pemetaan kebutuhan pasar kerja di luar negeri,” kata Hanif.

Prinsip Kehati-hatian

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Prinsip Kehati-hatian

Hanif mengingatkan, para atase yang tengah mencari kesempatan kerja TKI formal agar menerapkan prinsip kehatian-hatian hati dan meningkatkan kewaspadaan atas kesempatan kerja yang ditawarkan.

“Akhir-akhir ini marak adanya modus job-job order untuk pekerjaan formal seperti cleaning service atau penjahit, namun kenyataannya sesampainya di negara penempatan mereka dipekerjakan di rumah tangga serta berpindah-pindah majikan,” ujar Hanif.

Menurutnya, prinsip kehati-hatian sangat diperlukan mengingat risiko yang akan dihadapi oleh TKI di tempat kerjanya. Hal seperti itu banyak terjadi khususnya di Timur Tengah sejak diberlakukannya moratorium di kawasan ini.

“Saya tidak akan segan untuk menindak siapa pun yang dengan sengaja melakukan pelanggaran-pelanggaran yang mengorbankan keselamatan para TKI kita yang bekerja di luar negeri,” jelas Hanif.

Perbaikan Regulasi dan Sistem

Permasalahan TKI di luar negeri sangat kompleks dan melibatkan berbagai elemen yang saling terkait. Di beberapa negara penempatan, kasus-kasus TKI timbul akibat lemahnya sistem hukum ketenagakerjaan di sana yang tidak memberikan perlindungan yang memadai terhadap TKI, serta membuka ruang bagi tindakan kesewenang-wenangan oleh majikan, agency, serta pihak-pihak terkait lainnya.

3 dari 3 halaman

Perbaikan Regulasi dan Sistem

“Kunci  penyelesaian permasalahan TKI di luar negeri adalah perbaikan regulasi, sistem dan mekanisme penempatan dan perlindungan TKI, law inforcement serta koordinasi dengan kementerian dan lembaga (K/L) yang terkait dalam penanganan TKI," kata Hanif.

“Peran atase ketenagakerjaan sangat diperlukan untuk mengeliminasi permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan di negara penempatan. Sedangkan kompleksitas pada sisi hulu di dalam negeri, terus-menerus sedang kita benahi, salah satunya yaitu melalui amandemen Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dan aturan-aturan turunannya,” kata Hanif.

Sedangkan terkait isu migrasi sudah menjadi isu global. Hanif menjelaskan, peran atase ketenagakerjaan juga diperlukan melalui peningkatan aktivitas kinerja agar lebih kredibel menangani masalah-masalah migrasi atau movement on natural person (MNP) tidak hanya dalam penanganan penempatan dan perlindungan TKI.

Mengingat peran dan fungsi atase ketenagakerjaan sangat kompleks, dibutuhkan koordinasi dan sinergitas dengan fungsi-fungsi lain yang ada di perwakilan RI, termasuk memperkuat jejaring kerja  yang baik khususnya di bidang
ketenagakerjaan dengan aparat ketenagakerjaan di negara penempatan.

“Koordinasi dengan fungsi konsuler dibutuhkan manakala terjadi permasalahan TKI terkait isu non labour case seperti masalah-masalah kriminal/pidana,” kata Hanif.

Atase ketenagakerjaan juga harus memiliki pengetahuan atau pemahaman tidak hanya terbatas pada hal-hal yang terkait dengan permasalahan TKI, namun juga dengan ketenagakerjaan secara umum seperti pelatihan, hubungan industrial, dan labour inspection, yang secara umum  semua saling terkait dalam upaya pembenahan perlindungan dan penempatan TKI di luar negeri. (Ron)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini