Sukses

Anggota DPR Bela Aksi Elanto Cegat Konvoi Moge di Yogyakarta

Tindakan Elanto Wijoyono dianggap mencerminkan masyarakat yang muak dengan perilaku tak patuh pengendara di jalan raya.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mendukung aksi warga Yogyakarta yang mencegat konvoi motor gede (moge) lantaran dinilai melanggar rambu lalu lintas. Tindakan tersebut dianggap mencerminkan masyarakat yang muak dengan perilaku tak patuh pengendara di jalan raya.

"Itu sudah tepat. Karena itu kan akumulasi kekecewaan warga. Apa yang dilakukan itu sudah benar. Walaupun pengguna moge sudah ada pengawalan, tapi itu akumulasi," tegas Masinton di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/8/2015).

"‎Yang dilakukan oleh warga Yogya adalah ekspresi kemuakan atas arogansi motor gede selama ini. Itu akumulasilah. Dan tentu kita tidak suka perilaku di jalanan seperti itu," imbuh dia.

Politikus PDIP ini juga meminta agar polisi menindak para pengendara moge yang melanggar rambu. Jangan sampai polisi melakukan pembiaran. Selama ini pengendara moge sesuka hati melaju di jalan raya karena tidak pernah ditindak tegas.

"‎Kalau ada yang arogan ya ditindak. Tidak usah dibiarkan walaupun moge. Selama ini kan tidak ditindak, sehingga mereka leluasa saja, seakan jalanan milik mereka," tandas Masinton.

Elanto Wijoyono, seorang pengendara sepeda menghadang pengendara moge di perempatan Condongcatur, Sleman, Sabtu 15 Agustus 2015. Aksinya itu menimbulkan banyak komentar di media sosial setelah videonya menyebar di internet.

Rombongan moge yang mempunyai acara di Candi Prambanan mulai 14-17 Agustus 2015 memang telah membuat jalanan di Yogyakarta bergemuruh. Terlihat beberapa pengendara moge berkendara membahayakan orang lain. Misalnya mengebut dan melanggar lalu lintas. Hal itulah yang membuat Elanto geram.

Sementara itu Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan, rombongan moge tersebut sah-sah saja untuk melanggar rambu-rambu lalu lintas seperti halnya lampu merah. Hanya saja jika perjalanan konvoinya tersebut mendapat pengawalan dari pihak kepolisian.

"Ada ketentuan di Pasal 134 itu yang menilai kepentingannya itu polisi, jadi kalau itu untuk ketertiban dan keselamatan, boleh (dikawal). (Kalau melanggar) Yah polisi itu yang memberikan diskresi, boleh di dalam UU-nya boleh, makanya minta pengawalan polisi," kata Badrodin di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa 18 Agustus 2015. (Ado/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini