Sukses

Islah Demi Kuasa Daerah

Meskipun islah ini terlihat pamrih semata-mata demi Pilkada serentak, diharapkan dapat menjadi islah permanen.

Liputan6.com, Jakarta - 4 Poin kesepakatan akhirnya disepakati kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie atau Ical. Kesepakatan tersebut dihasilkan melalui islah terbatas Partai Golkar di rumah dinas Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteng, Jakarta Pusat.

Kalla yang lebih dikenal dengan sapaan JK itu, memang mantan Ketua Umum Partai Golkar. Karena itu, sesepuh partai berlambang pohon beringin itu merasa terpanggil, demi menyatukan dua kubu yang tengah berseteru itu.

Selain merangkul kembali elite-elite Golkar yang telah lama berseteru, islah sementara ini sekaligus merapatkan barisan dalam rangka menyambut Pilkada serentak 2015. Karena tidak mungkin partai kawakan ini bisa mengikuti Pilkada, jika tidak melakukan islah. Apalagi pendaftarannya dibuka 26-28 Juli 2015.

4 Kesepakatan yang dibacakan JK itu, pertama berisi persetujuan kubu Agung dan Ical mendahulukan Partai Golkar ke depan, sehingga ada calon pemimpin yang diajukan pada pilkada.

Kedua kubu bersepakat membentuk tim penyaringan calon pemimpin yang diajukan secara bersama di daerah, yang selanjutnya diajukan pada Pilkada serentak. Ketiga, calon yang diajukan harus memenuhi kriteria yang telah disepakati bersama.

Poin terakhir, adalah menyinggung soal keabsahan siapa yang akan menandatangani pendaftaran calon pimpinan kepala daerah pada Pilkada, yang akan diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara.

"Pendaftaran calon pada Juni 2015, akan ditandatangani oleh pengurus yang diakui KPU," ujar JK menjelang penandatangan hasil islah terbatas di kediamannya, Sabtu 30 Mei 2015.

Setelah membacakan kesepakatan islah, JK memanggil Ketua Umum Golkar hasil Munas Bali Ical beserta Sekjennya Idrus Marham, dan Ketua Umum hasil Munas Ancol Agung bersama Sekjennya Zainuddin Amali untuk menandatangani surat keputusan islah.

Selain kedua kubu, JK pun ikut menandatangani surat keputusan islah tersebut sebagai saksi. Setelah islah terbatas ini, diharapkan ada kesepakatan lanjutan.

"Ini baru langkah pertama. Pada waktunya nanti akan kita tentukan kesepakatan selanjutnya," ujar JK.

Islah terbatas ini menurut Ical adalah demi kepentingan bangsa dan negara. Islah tersebut merupakan inisiatif JK, karena itu pada kesempatan tersebut dia mengucapkan terima kasih kepada mantan penggawa Golkar itu.

"Islah ini adalah untuk kepentingan bangsa dan negara, kemudian kepentingan partai, baru kepentingan fraksi," kata Ical, seraya mendoakan, agar pada Munas ke-9 Golkar Agung terpilih menjadi ketua umum.

Agung pun mengatakan hal yang sama, dia memuji JK sebagai perunding yang ulung. Menurut dia, islah terbatas ini merupakan langkah awal, untuk menuju perundingan-perundingan berikutnya dengan kubu Ical. "Ini baru awal, permulaan," ucap dia.

Meskipun islah ini terlihat pamrih hanya semata-mata demi Pilkada serentak, diharapkan dapat menjadi islah permanen. Minimal membuka lebih banyak komunikasi di antara kedua kubu.

"Golkar ini sebenarnya punya kemampuan sebesar 50 persen merebut kursi kepala daerah yang ada. Itu sudah modal besar. Kalau memang rencana besok bisa dipermanenkan, maka itu lebih baik. Artinya ada kestabilan. Karena itu harus dipermanenkan," ujar Ketua DPP Golkar kubu Munas Bali Jerry Sambuaga di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat 29 Mei kemarin.

Sementara Wakil Ketua Umum Golkar kubu Munas Ancol, Yorrys Raweyai mengatakan, pihak yang menandatangani pengajuan ke KPU tetap harus menunggu proses hukum yang berjalan. Kendati, dia meminta agar suasana tenang.

"Cooling down dululah. Besok itu masing-masing sampaikan kesepakatan kubu Ancol seperti apa, kubu Ical seperti apa? Kalau yang kasih restu menunggu proses hukum dan KPU dulu," kata Yorrys saat dihubungi Jumat 29 Mei 2015.

Syarat Ikut Pilkada

Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan, ada 3 syarat partai politik (parpol) menjadi peserta Pilkada serentak yang digelar pada 9 Desember 2015 mendatang. Pertama harus ada SK Menkumham.

"Tapi kalau SK Menkumham itu statusnya sedang disengketakan tidak bisa," kata Arief di Gedung KPU, Jakarta, Jumat 28 Mei 2015.

Kedua, parpol harus memiliki keputusan inkracht atau bersifat final dan meng‎ikat dari pengadilan. Jika itu tidak ada juga maka tidak bisa menurut undang-undang. Dan ketiga‎, parpol yang sedang bersengketa harus melakukan islah yang disahkan SK Menkumham.

"Opsi ketiga harus islah, jadi tidak ada jalan lain kalau parpolnya masih bersengketa, sedangkan Pilkada sudah semakin dekat ya harus islah dan didaftarkan ke Menkumham, lalu suratnya diserahkan ke kami. 3 Syarat itu menjadi landasan kami," tegas Arief.

Arief menegaskan, aturan tersebut tertuang dalam‎ Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Komisioner KPU lainnya Juri Ardiantor menambahkan, KPU menerima calon peserta Pilkada serentak harus tegas menegakkan undang-undang,‎ meskipun akan ada salah satu pihak yang merasa tidak puas dengan PKPU tersebut.

"Kan KPU harus konsisten dengan peraturannya yang dibuat. Dalam PKPU sudah jelas kan, islah itu satu pilihan yang bisa diambil oleh parpol bersengketa untuk mengusungkan pasangan calon Pilkada. Tetapi islah pun harus dalam rangka menentukan satu kepengurusan yang sah, yang berhak mengajukan dan merekomendasikan pasangan calon," papar Juri di tempat yang sama.

Juri menjelaskan, pengertian islah yah sah adalah final dan mengikat. Yakni tanpa ada gugatan dari pihak lainnya yang diakui Menkumham. "SK Kemenkumham yang terbit dengan proses islah, maka dengan otomatis menghapuskan atau mencabut SK Menkumham yang ada di pengadilan atau yang sudah dikeluarkan Menkumham sebelumnya," jelas Juri.

Senada dengan Juri, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menyatakan, bagi parpol yang masih berkonflik internal harus tetap mematuhi PKPU, yang mengatur syarat menjadi peserta Pilkada. Jika akhirnya partai bisa islah, harus tetap didaftarkan ke Menkumham untuk mendapat surat pengesahan, setelah itu didaftarkan ke KPU.

"Tetap islah, itu kepengurusannya didaftarkan dulu, kalau itu kan berubah dari SK dia (sebelumnya). Jadi ini hasil islah sesuai peraturan perundangan yang diakui, ya inilah misal pengurus yang kami sepakati jadi, ya harus didaftarkan ke Menkumham. SK Menkumham itulah yang menjadi pegangan kami menerima pencalonan," papar dia.

Pengurus Baru

Kalah di  Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Menkumham Yasonna H Laoly tidak tinggal diam atas putusan terhadap perkara administrasi yang diajukan Partai Golkar kubu Ical.

Yasonna mengatakan, pihaknya tetap banding atas putusan PTUN.‎ Sebab, tanpa ada kepengurusan yang sah, Golkar tidak bisa ikut Pilkada. Artinya, jika banding Menkumham diterima, kepengurusan Golkar kubu Agung kembali sah dan bisa ikut Pilkada serentak.

Meski saat ini 2 kubu di Golkar melakukan islah terbatas, belum diketahui apakah ada kepengurusan baru yang disepakati kedua pihak. "Karena nanti kalau tidak (banding), tidak akan ada penyelesaian yang lebih tuntas," ujar politikus PDIP itu Jakarta, Kamis 28 Mei 2015.

Menurut Yasonna, sejatinya kisruh internal Golkar seharusnya diselesaikan di Mahkamah Partai Golkar. Hasilnya pun sudah ada, di mana SK Menkumham atas kepengurusan Agung itu didasarkan oleh keputusan Mahkamah Partai.

"Ancol dan Bali kan menurut UU parpol harus diselesaikan melalui Mahkamah Partai. Putusan Mahkamah Partai sudah ada. Urusan administratifnya saja yang di Kemenkumham," kata Yasonna.‎

Yasonna melihat, Golkar tak mungkin bisa ikut Pilkada serentak jika hanya melakukan islah terbatas, tanpa melahirkan kepengurusan baru. Sebab, calon-calon kepala daerah harus dapat persetujuan dari ketua umum dan sekretaris jenderal partai ini.

Karena itu, Yasonna berharap kubu Agung dan Ical mau duduk bersama dan menentukan kepengurusan DPP Golkar lagi, dengan mengakomodir suara dan orang-orang dari masing-masing kubu.‎‎

Sementara pengamat politik Ray Rangkuti mengungkapkan, ada 3 skenario jika Golkar ingin andil dalam pesta demokrasi Desember 2015 mendatang.

Skenario pertama, manyandarkan pada putusan PTUN yang mengembalikan kepengurusan Golkar dari hasil Munas Riau 2009 lalu. Namun opsi itu lemah karena ada upaya banding dari kubu Agung atas putusan tersebut.

Kepengurusan lama yang dipimpin Ical dan Agung harus mendaftarkan ulang ke Kemenkumham. Karena demisioner yang dilakukan di Munas Bali dan Ancol 2014 lalu, secara otomatis telah menghapus daftar kepengurusan lama Golkar di Kemenkumham.

Tidak adanya masa bakti yang jelas juga bisa menyalahi AD/ART, karena melebihi 5 tahun sesuai yang ditentukan. "Kecuali kalau sepakat mengubah AD/ART. Dan itu harus melalui munas. Tidak bisa melalui pengadilan," ujar Rayi dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 27 Mei 2015.

Direktur Lintas Madani untuk Indonesia (Lima) ini juga mengatakan, pengadilan seharusnya tidak bisa mengembalikan kepengurusan lama. Itu dinilainya sama saja mengobok-obok kewenangan partai politik, dan semua permasalahan internal seharusnya diselesaikan di Mahkamah Partai (MP).

Skenario kedua, dengan cara membentuk kepengurusan baru hasil kesepakatan kedua kubu. Namun masalahnya, mandat apa yang akan digunakan Ical dan Agung di luar Munas Bali dan Ancol untuk mendaftar ke Kemenkumham.

"Kalau ini dilakukan, menurut saya secara tidak langsung Golkar siap  melegitimasi kerusakan di internal mereka. Kecuali mereka membuat munas baru dan membentuk kepengurusan baru. Namun justru akan memakan waktu lebih banyak," kata Ray.

Opsi skenario yang ketiga, Ical harus mempunyai kebesaran hati untuk sementara mengakui kepengurusan Agung. Sikap itu perlu dilakukan dalam konteks menyambut Pilkada sampai ada kesepakatan munas baru.

"Jadi kepengurusan yang harus diakui adalah Agung Laksono berdasarkan SK Kemenkumham. Meski SK dijatuhkan di PTUN, tapi karena kini tengah ada upaya banding, maka proses hukum tetap berlanjut," jelas dia.

Jadi di skenario ketiga ini Golkar harus menggunakan administrasi kepengurusan Agung untuk memuluskan pendaftaran calon-calon mereka dalam Pilkada. Dengan catatan untuk Ical agar menekankan bahwa 2016 harus dilakukan munas baru untuk memilih ketua baru.

"Itu substansi yang menurut saya paling realistis. Tapi kalau ini tidak disepakati dan deadlock, maka tidak menutup kemungkinan akan ada banyak eksodus kader-kader terbaik Golkar pindah ke partai lain untuk maju sebagai kepala daerah," pungkas Ray. (Rmn/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.