Sukses

Merasa Salah Atas Tragedi AirAsia, Teknisi Airbus Bunuh Diri

Gavin Price Jones memutuskan bunuh diri, tak kuat menanggung rasa bersalah atas kecelakaan AirAsia di Indonesia.

Liputan6.com, London - Hati Gavin Price Jones (37) gelisah bukan main saat mendengar kabar pesawat AirAsia Indonesia QZ8501 dinyatakan hilang pada Minggu pagi 28 Desember 2014 pukul 06.17 WIB, dalam penerbangan jarak pendek dari Surabaya menuju Singapura.

Apalagi, beberapa hari kemudian, serpihan Airbus A320-200 yang membawa 162 orang di dalamnya itu ditemukan di Selat Karimata. Tak ada yang selamat dalam musibah tersebut.

Entah bagaimana, Gavin, yang bekerja sebagai teknisi pada Airbus A320 -- yang mirip dengan pesawat yang celaka -- didera rasa bersalah. Ia merasa ikut menyebabkan AirAsia QZ8501 menemui nasib nahas.

Pria asal Saltney, Cheshire, Inggris tersebut lalu melakukan tindakan nekat: bunuh diri.

Kasus tersebut sudah lama terjadi, namun baru terungkap belakangan ini.

Kementerian Hubungan telah memastikan Pesawat AirAsia jurusan Surabaya-Singapura mengalami hilang kontak.

Dalam pemeriksaan, keluarga korban menceritakan bagaimana insinyur tersebut menjadi 'gila' dengan pikiran yang tak masuk akal, bahwa ia lah yang menyebabkan kecelakaan maut itu terjadi.

Sang istri, Louise menemukan Gavin -- yang bekerja untuk Airbus di Broughton, Flintshire dalam kondisi tergantung, dengan leher terjerat pada 20 Januari 2015. Gantung diri. Pesan terakhir yang ditulis dalam secarik kertas ditemukan di dekatnya.

Dalam pemeriksaan di West Cheshire Magistrates Court -- pengadilan yang menyidangkan perkara kecil dan perdata -- diketahui bahwa mendiang Gavin mengalami depresi akibat kombinasi masalah: merasa bersalah atas kecelakaan AirAsia, kematian ayahnya, juga terpengaruh percakapan dengan tema berat, soal bunuh diri, dengan seorang temannya.

"AirAsia yang jatuh setelah Natal adalah Airbus A320, di mana ia menjadi teknisinya," kata sang istri seperti Liputan.com kutip dari Daily Mail, Sabtu (23/5/2015).

"Ia merasa dirinya lah yang patut disalahkan akibat kecelakannya tersebut. Pikiran semacam itu yang membuatnya gila. Dan suami saya terobsesi dengan itu."

Louise menambahkan, ia sudah berulang kali memberikan pencerahan pada pasangannya itu. Namun, Gavin kemudian memberi gambaran, termasuk dengan membuat bagan di kertas, untuk menjelaskan 'bagaimana ia patut dipersalahkan' atas kecelakaan tersebut.

Namun, perempuan itu tak menyerah. Ia mengatur pertemuan antara suaminya dan kepala bidang keselamatan kerja di perusahaan tempatnya bekerja. Petinggi itu berusaha meyakinkan Jones bahwa ia sama sekali tak bersalah. Namun, upaya itu sia-sia.

"Kondisi justru makin memburuk," kata Louise. "Rasa bersalah menguasai pikirannya."

Ibu Gavin Jones, Susan juga berusaha membujuk putranya itu, bahwa ia terjebak dalam keyakinan yang salah. "Saat ia bicara kala itu, saya tahu ada yang salah pada dirinya. Dia sakit," kata dia.

Pembicaraan ibu dan anak tersebut berlangsung seminggu sebelum kematian mendiang.

Dan, pagi hari sebelum ia memutuskan mengakhiri hidupnya, Jones yang dikenal pendiam sempat pamit dan mencium ibunya. Namun, ia tak pernah mengatakan akan mati bunuh diri.

Alan Moore, asisten koroner Cheshire menyimpulkan, Gavin Jones bunuh diri saat mengalami ketidakseimbangan dalam benaknya.

"Untuk alasan yang hanya diketahui Gavin, dalam dirinya terbentuk keyakinan bahwa entah bagaimana ia terlibat dalam tragedi itu," kata dia.

Bagi orang lain -- termasuk Airbus, perusahaan tempatnya bekerja juga media -- akan melihatnya sebagai hal yang tak masuk akal. Namun, itulah yang dirasakan dan kemudian diyakini Gavin.

"Pikiran irasional itu memicu suasana hati atau mood yang buruk juga kegelisahan," kata Moore. "Anggota keluarga dan teman-temannya mungkin tak tahu apa yang kemudian akan terjadi karenanya. Mereka sama sekali tak tahu niat (bunuh diri) yang terpendam di dirinya."

Hingga berita ini diturunkan, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) masih belum tuntas menyelidiki kecelakaan Airasia QZ8501. Hasil penyelidikan sementara menyebut ada 18 poin faktual informasi yang diperoleh penyelidik.

Ada sejumlah poin krusial, di antaranya pesawat dalam kondisi laik terbang dan dioperasikan dalam batas berat yang seimbang. Sebelum celaka, Air Asia QA8501 berada di ketinggian 32 ribu kaki.

Juga diungkap bahwa kondisi cuaca tanggal 28 Desember 2014 berawan dan terdapat awan kumulonimbus. Bahkan, awan itu mencapai titik tertinggi, yakni 44.000 kaki.

Berdasarkan investigasi awal KNKT, moncong pesawat naas itu mengalami kondisi ketika pitch angle lebih dari 8 derajat sebelum jatuh. (Ein/Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.