Sukses

Horor 'Pembunuh' Ginjal di Sri Lanka

Warga Sri Lanka dicekam horor. Penyakit ginjal mematikan menyebar di wilayah lumbung padi. Penyebab pastinya masih misterius.

Liputan6.com, Kolombo - Perempuan itu melangkah terhuyung-huyung menuju pintu. Bajunya yang berwarna pink cerah tak bisa menyembunyikan kondisinya yang payah. Jemari tangan dan kakinya gendut, bukan oleh lemak, tapi cairan. Pun dengan lengan dan tungkai yang menggelembung tak wajar, mirip balon berisi air.

Di usianya yang baru 40 tahun, V.G. Karunawathie kini sekarat. Tapi, tak ada yang tahu mengapa.

Dua ginjalnya berhenti berfungsi. Perempuan Sri Lanka itu harus bergantung dengan pompa yang menyaring zat-zat sampah dari darahnya, lewat tabung mirip snorkel yang ditanamkan ke lehernya.

Hari itu, adalah jadwalnya cuci darah. Dokter menyuruhnya makan sebelum menjalani perawatan yang bisa makan waktu 4 jam itu. Dengan terpaksa, ia menelan nasi bercampur ikan asin dan kuah santan, diakhiri seteguk air. Cukup, tak boleh dari itu. Dalam sehari ia hanya boleh minum 500 mililiter cairan.

Karunawathie tak menderita sendirian. Sekitar 70.000 sampai 400.000 saudaranya sebangsanya mengalami sakit yang sama. Semua masyarakat tani dari wilayah lumbung padi di Sri Lanka. Bahkan, dalam 2 dekade, sudah 20.000 nyawa putus.

Penyebabnya masih misterius hingga kini. Bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum bisa menerka apa gerangan biang keladinya.

Bagi, Karunawathie, horor penyakit ginjal kronis yang tak diketahui asal usulnya adalah nyata.

Ayah, ibu, dan 5 saudara lelakinya tewas akibat penyakit itu. Tiga saudaranya yang lain juga jadi pasien. Sama seperti dirinya. Sejak dulu, kematian rutin datang ke desanya di kawasan Padaviya. Dalam sebulan, setidaknya 10 warga meninggal dunia dengan sebab yang sama.

Cuci darah seharusnya dilakukan 3 kali seminggu. Namun, hanya ada 183 mesin dialisis di seluruh negeri -- meskipun 2.000 pasien baru bertambah setiap tahunnya

“Para korban adalah para petani yang telah memberi makan bangsa selama tiga atau empat dekade terkahir,” kata Hemantha Withanage, Direktur Center for Environmental Justice seperti Liputan6.com kutip dari FoxNews. “Sekarang mereka sedang sekarat, dan negara tidak merawat mereka dengan semestinya.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dicekam Horor

Dicekam Horor

Warga Sri Lanka dicekam horor. Setiap harinya, ratusan penduduk berbondong-bondong mendatangi pusat kesehatan. Bahkan ada yang datang tiap hari. Demi memastikan mereka tak bakal jadi korban berikutnya.

Saat merasakan sakit di badan, yang terlintas di pikiran adalah organ ekskresi: ginjal, ginjal, dan ginjal. Ketika dokter menganjurkan seorang pasien menjalani tes urine, yang terjadi adalah panik!

“Jika seseorang merasakan sakit di bagian perut, maka yang terlintas di pikirannya adalah, jangan-jangan itu penyakit ginjal,”kata salah satu warga, Kalyani Samarasinghe seperti dikutip dari Independent, Senin 19 Januari 2014.

Gawatnya lagi, dalam beberapa kasus, seseorang baru ketahuan menderita penyakit ginjal setelah jasadnya diotopsi.

Di tengah kepanikan, seorang spesialis ginjal dari Rumah Sakit di Anuradhapura, Dr Rajeeva Dassanayake `turun tangan` agar penduduk lebih tenang dalam menghadapi penyakit. Ia menyarankan warga melakukan pemeriksaan dini bukannya lari dan berpindah ke tempat lain. “Anda tidak perlu takut dan lari dari tempat ini,” kata Rajeeva.

Dua tahun lalu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sempat melakukan penelitian untuk mencari tahu apa penyebab dari penyakit ginjal ini. Sayang, WHO tidak dapat menemukan penyebab jelasnya.

Sejauh ini, bahan kimia pertanian dan minimnya fasilitas cuci darah (dialisis) bagi penderita gagal ginjal di Sri Lanka menjadi penyebab kematian.

“Dua prioritas pemerintah Sri Lanka saat ini seharusnya adalah menyediakan pasokan air minum yang aman kepada warga, dan mengeluarkan aturan tegas soal penggunakan pestisida,” kata salah seorang peneliti dari WHO di Jenewa, Shanthi Mendis.

Lebih lanjut Shanthi menjelaskan bahwa dua tahun lalu, kenaikan pasien sebesar 15 persen terjadi di tiga distrik di Sri Lanka. Menimpa banyak kaum wanita dan pria berusia di atas 39 tahun.

Sementara itu di India, di sebuah desa kecil, Wimal Rajaratna duduk bersila di atas amben kayu. Matanya memandangi pohon-pohon palem yang tumbuh mengelilingi kediamannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Tubuhnya terlalu lemah dan lesu untuk mengayun cangkul di ladang.

Di usia 46 tahun, ia merasa ajal kian dekat menghampirinya. Cemas dan tanda tanya besar bergelayut di benaknya: “Kapan ia mendapat sumbangan ginjal?” Hanya itu cara agar ia bertahan hidup.

Pun dengan Laxmi Narayna. Dulu, segala upaya ia kerahkan demi membeli makan keluarga, dengan menjadi pekerja lepas memanen kelapa. Kini, ia tenaganya habis gara-gara menempuh perjalanan 100 mil untuk menerima perawatan dialisis (cuci darah). Jadwalnya dua kali dalam seminggu. Ia hanya ingin hidup lebih lama…

3 dari 3 halaman

Penemuan 3 Detektif Ilmiah

Penemuan 3 Detektif Ilmiah

Menyaksikan tragedi yang tak kunjung usai, 3 detektif ilmiah Sri Lanka turun tangan melakukan investigasi. Bak Sherlock Holmes, Dr. Channa Jayasumana, Dr. Sarath Gunatilake, dan Dr. Priyantha Senanayake berusaha mengulik penyebab penyakit ginjal misterius.

Sejauh ini pestisida dan bahan-bahan kimia diduga menjadi faktor utama terjadinya penyakit. Semua mungkin berawal 30 tahun yang lalu...

Dr Channa, mengatakan, sejak perubahan politik terjadi di Sri Lanka pada 1970, penduduk di sana dikenalkan dengan bahan kimia pertanian, khususnya pertanian padi. Namanya glifosat, herbisida berspektrum luas (dapat mematikan sebagian besar tipe tanaman) yang dapat mengedalikan gulma.

Awalnya glifosat tidak dirancang sebagai herbisida. Saat dipatenkan oleh Stauffer Chemical Company pada 1964, glifosat digunakan sebagai bahan untuk membersihkan kandungan mineral dari pipa-pipa di boiler dan sistem air panas lainnya.

Bahayanya, sifat-sifat yang terkandung di dalam glifosat dapat menyatu dengan arsenik, kadmium (Cd), dan logam berat lain yang ditemukan di dalam air tanah dan butiran tanah di Sri Lanka, Amerika Tengah, dan India. Racun juga dapat masuk ke dalam tubuh dengan beragam cara, bisa saja terhirup atau diserap melalui kulit.

Bila sudah masuk ke dalam tubuh tidak menutup kemungkinan zat berbahaya itu mencapai tubulus ginjal, di mana keasaman yang tinggi memungkinkan logam untuk membebaskan glifosat itu. Akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal yang berujung pada kematian.

Namun hasil invesitigasi yang dilakukan ini masih dianggap 'angin lalu'. Tetap diperlukan penelitian lebih lanjut apakah glifosat juga menjadi penyebab utama terjadinya chronic kidney disease of unknown origin (CKDu), istilah untuk penyakit yang sama di El Savador.

Pemerintah El Salvador sudah melarang penggunaan glifosat pada September 2013 dan sedang mencari alternatif yang lebih aman. Dan pada Maret tahun lalu, glifosat pun telah dilarang di Sri Lanka.

Melansir Truth-out, Jumat (23/1/2015), Dr Channa menjelaskan bahwa udara panas di Sri Lanka dan El Salvador dapat juga dijadikan penyebab terjadinya penyakit ginjal misterius. Ditambah pula dengan stres dan racun kimia yang masuk ke dalam tubuh para pekerja.

Dr Channa kembali menegaskan bahwa dari hasil satu penelitian yang dilakukan terhadap tikus, glifosat pun dapat menyebabkan terjadinya gangguan di payudara, hati, dan ginjal. Semua itu tergantung dari hormon masing-masing individu. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini