Sukses

Menit-menit Penuh Gejolak Pemilihan Menteri Jokowi

Butuh 7 hari bagi Jokowi untuk memutuskan siapa saja yang masuk kabinetnya. Ada yang terpental, ada juga yang mendadak diminta masuk.

Liputan6.com, Jakarta - Panggung kecil yang membelakangi laut, sebuah mikrofon, dan deretan lampu sorot disiapkan di tepian Teluk Jakarta. Kapal-kapal kargo penuh tumpukan peti kemas yang berselimut cahaya, menjadi latar megah. Rabu 22 Oktober 2014, Dermaga Peti Kemas III Pintu 9, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara siap jadi lokasi perhelatan akbar.

Malam itu, tepat 2 hari setelah dilantik menjadi Presiden ke-7 RI, Jokowi berencana mengumumkan susunan kabinetnya. Tapi niatnya tak terlaksana. Batal.

Dari Istana, Joko Widodo tak jadi ke Tanjung Priok. Mobil yang ditumpanginya kabarnya mengarah ke Jalan Teuku Umar, Menteng. Menuju kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Menurut mantan Deputi Tim Transisi pemerintahan Jokowi-JK, Andi Widjajanto, malam itu sang presiden masih melakukan pembahasan terkait nama-nama calon anggota kabinetnya. “Iya, masih (membahas) menteri,” kata dia, Kamis 23 Oktober 2014.  

Andi tak menyebut soal rumah Mega. Justru Sekjen Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono yang bersuara. Kata dia, beberapa hari terakhir menjelang pengumuman susunan kabinet kegiatan sang presiden terpusat di rumah pribadi Megawati Soekarnoputri.

Isu pun berembus soal pembahasan yang berlangsung pelik. Terutama soal 2 nama: Rini M Soemarno yang kini menjadi Menteri BUMN dan seorang perwira tinggi Polri yang akhirnya ditolak Jokowi.

“Presiden Jokowi bisa dinyatakan sebagai melanggar konstitusi atau tindakannya bersifat inkonstitusional (bila ada campur tangan Megawati dalam penyusunan kabinet). Presiden Jokowi harus berterus terang dan jangan membohongi rakyat,” kata Ibas dalam pernyataan tertulisnya yang disebar ke media.

Jokowi memang tak secepat SBY, yang mengumumkan kabinet pertamanya sehari setelah dilantik sebagai Presiden ke-6 RI pada 20 Oktober 2004. Tapi tak sampai butuh dua pekan seperti Mega.

Dan ia mengawali sesuatu yang baru: dengan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk meneliti rekam jejak para calon menteri. Ia ingin mencari orang-orang yang bersih.

Dari 33 nama yang disodorkan ke lembaga antikorupsi, 8 di antaranya dalam posisi tak aman. Jokowi harus mencari gantinya. “Posisi KPK kan sudah memberi rekomendasi, ya. Ada merah, ada kuning. Antara merah dan kuning itu sama, tidak boleh jadi menteri,” kata Ketua KPK Abraham Samad.

“Kalau merah mungkin itu tidak lama lagi. Misalnya, merah tinggal 1 tahun lagi, kalau kuning bisa 2 tahun.” Penyusunan kabinet makin berlarut.

Pada akhirnya teka-teki itu terjawab. Minggu petang 27 Oktober 2014, kandidat menteri terpilih berseragam kemeja putih berbaris di halaman belakang Istana Merdeka. Ada 34 orang, 8 perempuan dan 26 pria yang tergabung dalam Kabinet Kerja.

Satu per satu mereka mendekat saat nama mereka disebut satu demi satu oleh Presiden Jokowi. Ada anak desa, ‘bakul ikan’ yang sukses jadi pengusaha, perempuan pertama yang jadi Menlu RI… “Lari Pak, biasanya lari,” ucapan itu ditujukan untuk Ignatius Jonan, mantan Dirut PT KAI yang ditunjuk jadi Menteri Perhubungan.

Dalam sambutannya, Jokowi mengakui, lambatnya susunan kabinet diumumkan lantaran pihaknya harus mengubah atau mengutak-atik nama yang 'dicoret' KPK. “Kita ingin mendapatkan orang-orang yang terpilih dan bersih. Kita konsultasikan ke KPK dan PPATK. Kita semua percaya pada KPK dan PPATK,” kata dia.

Selain menunggu rekomendasi KPK, pertimbangan dari DPR soal perubahan kementerian juga menjadi sebab. Ada kementerian yang digabung dan dipecah. Nomenklatur diubah.

Sehari kemudian, Senin (27/10/2014), Jokowi melantik 34 menteri dan 2 wakil menteri di Istana Negara. Tak ada yang pakai stelan jas licin atau kebaya warna-warni. Semua mengenakan kemeja batik coklat. Atribut tambahan bahkan dipakai Menteri Susi Pudjiastuti -- yang memakai kebaya dan bersanggul tatkala dilantik -- saat sesi foto bersama: kaca mata gelap.

Setelah acara seremonial selesai para punggawa Jokowi bisa langsung bertugas. Kerja…kerja…kerja!

Pengamat dan peneliti senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai format kabinet dan sosok-sosok yang direkrut Jokowi menjadi menteri sudah bagus. Bahkan persentase perempuan naik 2 kali lipat  menjadi 8 orang atau 23,5% dibanding kabinet SBY yang hanya empat orang.

“Perempuan diletakkan di posisi penting, seperti Menlu (Retno Lestari), Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Puan Maharani), Menteri Kehutanan (Siti Nurbaya), Menteri Kelautan (Susi Pudjiastuti),” kata Zuhro. “Dari segi usia, mereka rata-rata relatif muda.”

Namun, Zuhro mengkritisi posisi Mendagri yang dijabat politisi senior PDIP Tjahjo Kumolo. “Tantangannya bagaimana membuat birokrasi di Kemendagri tidak partisan dan mampu bekerja profesional.”

Dia berharap semua menteri yang telah dipilih Jokowi mampu menunjukkan diri sebagai pembaharu, yang sejalan dengan moto revolusioner mental yang dijadikan acuan Jokowi. Para menteri juga harus amanah, dan mampu melaksanakan program-program pro rakyat. Harapan perbaikan masa depan bangsa ini ada di pundak mereka.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Batal Jadi Menteri

Batal Jadi Menteri

Sabtu 25 Oktober 2014 pukul 22.00 WIB, telepon milik Tedjo Edhy Purdijatno berdering. Suara Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto terdengar di ujung sana. Ia diminta menghadap Presiden.

Tedjo mengaku bingung. Selama ini ia sering bertemu Jokowi, tapi tak ada tawaran yang mampir. Ada apa ya... “Saya nggak ngerti karena semua sudah selesai dipanggil, kok malam-malam ngapain,” kata Tedjo.

Meski demikian, ia menuju istana. Janji bertemu dokter gigi dibatalkan. Ternyata Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) ditunjuk jadi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam).

Kursi Menko Polhukam menjadi salah satu yang paling hangat diperbincangkan. Sejumlah bocoran menyebut nama-nama calon yang bakal menempati jabatan itu. Tapi selalu berubah-ubah.

Awalnya, nama Ketua Umum Partai Hanura Wiranto yang santer dikabarkan bakal menjadi Menko Polhukam sehari menjelang pengumuman susunan kabinet oleh Jokowi-JK.

Saat itu belum ada kabar mengenai calon kuat selain Wiranto, baik dari kalangan profesional atau pun parpol.

Sebab, selain pernah menjabat Menko Polhukam era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Wiranto juga memimpin Partai Hanura, yang merupakan anggota Koalisi Indonesia Hebat yang mengusung Jokowi-JK pada Pilpres 2014.

Ada juga nama Purnawirawan Jenderal TNI Luhut Binsar Panjaitan. Ia selama ini dianggap sebagai salah satu sosok paling berjasa atas terpilihnya Jokowi sebagai Presiden ke-7 RI. Bahkan sebagai kader, ia rela berbeda pendapat dengan Partai Golkar yang sejak awal Pileg mengusung Aburizal Bakrie sebagai Capres.

Tedjo mengaku tidak tahu kenapa nama Wiranto dan Luhut mental dari bursa Menko Polhukam. “Saya tidak tahu, tidak tahu siapa. Saya hanya diminta mengisi jabatan itu,” jelas politisi Nasdem itu.

Tak hanya itu, kedatangan Maruarar Sirait, mengenakan kemeja putih seperti para menteri lainnya, ke Istana Minggu petang juga jadi pertanyaan. Pengumuman anggota kabinet pun diundur.

Ara, begitu ia akrab dipanggil, awalnya disebut bakal kadi Menteri Pemuda dan Olahraga. Lalu berembus kabar, politisi PDIP itu ditunjuk jadi Menteri Komunikasi dan Informatika. Namun saat pengumuman nama anggota kabinet, Jokowi tak menyebut namanya.

Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengungkap, Ara sempat mendatangi kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjelang pengumuman kabinet. Namun, ia menampik kabar Ara mendatangi Mega untuk protes dan marah karena tidak masuk ke dalam kabinet kerja.

“Pak Ara dalam kapasitas sebagai DPP partai, sebagaimana saya ke sini (rumah Mega),” kata Hasto, Minggu (26/10/2014).
Malam hari, usai nama-nama menteri diumumkan, Presiden Jokowi tiba-tiba keluar dari kompleks Istana Kepresidenan dengan berjalan kaki. Mengantar Ara menuju mobilnya.

Saat ditanya mengenai isu yang beredar bahwa Ara protes karena dicoret menjadi menteri, Jokowi tampak tak biasa. Jokowi menyatakan, meski tak menjadi menteri, Ara tetap membantunya dalam melaksanakan tugas kepresidenan. “Yang jelas Ara akan terus bantu saya,” kata Pak Presiden.

Jokowi juga tampak bingung ketika wartawan bertanya alasan Ara menggunakan baju yang sama dengan calon menteri yang lain. Dia lalu meminta Ara untuk menjelaskannya sendiri. “Saya kan fans-nya Jokowi,” jawab Ara.”Kita yakin Indonesia lebih baik di bawah Jokowi. Kan kabinetnya banyak profesional.”

Ara menegaskan bahwa dirinya menghargai keputusan yang diambil Jokowi -- yang mengganti dirinya dengan Komisaris Independen PT Indosat Tbk Rudiantara untuk jabatan Menteri Komunikasi dan Informatika. “Itu merupakan hak prerogatif presiden untuk memilih menteri-menterinya,” ungkap Ara.

Dia mengaku telah berbicara banyak dengan Presiden Jokowi usai pengumuman Kabinet Kerja yang akan bertugas pada periode 2014-2019. “Kita harus menghargai dan memberikan ucapan selamat bekerja kepada Kabinet Kerja demi Indonesia baru,” tambah Ara.

Jokowi kemudian mengantar Ara untuk naik ke mobilnya. Jokowi Widodo belum beranjak pergi ketika mobil Ara melaju, meninggalkan tanda tanya besar. (Ein/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.