Sukses

Pilpres 2014 Tamat

MK telah memutuskan: “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.” Keputusan itu bersifat final and binding.

Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Sunariyah, Ahmad Romadoni, Hanz Zimenez Salim, Oscar Ferri Lukman Rimadi, Silvanus Alvin, Taufiqurrohman

Dua hari yang genting di Mahkamah Konstitusi. Hakim Muhammad Alim menatap tajam ke layar tablet yang ada di genggamannya. Konsentrasi penuh, sesekali kening pria kelahiran Palopo berkerut. Pun dengan Hamdan Zoelva. Pak Ketua MK terpaku di kursinya.

Pada 19 dan 20 Agustus 2014, rapat rahasia digelar di Lantai 16 Gedung MK. Tumpukan tinggi dokumen di kiri dan kanan hakim, layar tablet 14 inci menyala di depan mereka, sementara layar proyektor besar terus menampilkan data-data. Suasana sangat serius, menjurus tegang.

Saat itu, 9 hakim konstitusi tak sedang memutus sembarang perkara. Ini soal gawat. Soal legitimasi Pilpres 2014 yang berlangsung sengit antara duet Prabowo-Hatta melawan Jokowi-JK. Pasangan pertama menilai telah terjadi kecurangan terstruktur, sistematis dan masif yang membuatnya kalah.

Sidang perdana digelar pada 6 Agustus 2014, dan yang terakhir pada 18 Agustus lalu. Selama itulah bukti-bukti dan para saksi disampaikan. Dari pihak Prabowo-Hatta sebagai pemohon, KPU sebagai termohon, juga Jokowi-JK yang menjadi pihak terkait.

Pada Kamis 21 Agustus 2014, pukul 20.44 WIB, keputusan akhirnya dibacakan. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Hamdan Zoelva membacakan amar putusan. Keputusan MK kali ini bulat, tak ada beda pendapat (dissenting opinion). (Baca juga: [INFOGRAFIS] Pilpres 2014 Tamat!)



Suasana MK sontak meriah. Para penasihat hukum Jokowi-JK dan juga penasihat hukum KPU kompak mengacungkan 3 jari. Salam 3 jari!

Salam 3 jari dipopulerkan oleh Jokowi tak lama setelah KPU memutuskan dia sebagai pemenang Pilpres. “Salam 3 Jari, Persatuan Indonesia!” ucap Jokowi saat menyampaikan pidato kemenangan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Juli lalu.

Sejumlah orang mengaitkan hari diucapkannya putusan MK, 21 Agustus, dengan pemecatan Prabowo 16 tahun lalu.

“Yang menarik tanggal 21 Agustus 2014 kemarin, di mana MK menyatakan gugatan Prabowo ditolak, itu persis 16 tahun setelah Prabowo dipecat dari militer,” ungkap peneliti dari Human Rights Watch (HRW) Andreas Harsono.

Pada 21 Agustus 1998 lalu, Dewan Kehormatan Perwira (DKP) mengeluarkan surat pemecatan bernomor KEP/03/VIII/1998/DKP kepada Prabowo. Dalam surat itu ada 8 kesalahan Prabowo sebagai perwira yang berujung pada rekomendasi pemberhentiannya dari dinas keprajuritan.
 
Prabowo disebut melakukan tindak pidana ketidakpatuhan, perintah merampas kemerdekaan orang lain dan penculikan.

Lantas di mana Prabowo saat putusan MK dibuat? Disebutkan beberapa menit sebelum pembacaan putusan, mantan Danjen Kopassus itu tengah berada di Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Di hotel itu, dia menggelar pertemuan tutup bersama petinggi partai politik pendukungnya.

Kemudian pada pukul 21.15 WIB, Liputan6.com melihat mobil Lexus Putih Prabowo, B 17 GRD, meluncur dari Jalan MH Thamrin menuju Jalan Medan Merdeka Selatan. Suasana di sekitar dua jalan itu sudah sepi. Tak terlihat lagi kerumunan massa di lokasi yang sebelumnya menjadi pusat unjuk rasa pendukung Prabowo-Hatta.

Dalam keterangannya kepada media, beberapa saat setelah MK membacakan putusannya, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham mengungkapkan Prabowo tengah menuju Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot untuk menjenguk pendukungnya yang terluka saat aksi unjuk rasa, Kamis siang, di patung kuda, dekat Gedung MK. “Pak Prabowo bersama sejumlah ketum sedang membesuk korban di rumah sakit,” kata Idrus.

Terkait putusan MK, Prabowo mengaku akan menyerahkan langkah selanjutnya ke tim pemenangannya. "Kita serahkan ke tim hukum untuk melakukan... Kita lihat bagaimana nanti," ucap Prabowo singkat di RSPAD.

Final dan Mengikat

Sebelumnya Prabowo mengatakan, perjuangan mereka mencari keadilan tak hanya berhenti di MK. Masih ada jalan lain yang akan ditempuh yakni mengajukan tuntutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA).

 “Kita juga masih ada jalan menempuh ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kita juga masih bisa menempuh jalan ke Mahkamah Agung (MA),” kata Prabowo.

Tak hanya itu, tim pendukungnya yang tergabung dalam Koalisi Pengacara Masyarakat meminta DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pilpres 2014 dan menunda pelantikan Jokowi-JK.

Pemimpin Koalisi Pengacara Masyarakat, penasihat hukum kubu Prabowo-Hatta, Alamsyah Hanafiah mengatakan, penundaan pelantikan perlu dilakukan karena status Jokowi-JK saat ini bersifat status quo, lantaran tengah digugat sebagaimana terdaftar dalam perkara perdata Nomor 387/PDT/i2014/PN.JKT.PST pada 14 Agustus 2014 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Namun rencana Prabowo dan timnya menuai banyak kontra.  

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, semua pihak harus menerima putusan MK sebagai hasil maksimal yang bisa dicapai.

“Sejak awal saya sudah menduga MK akan mengambil putusan demikian,” ujar Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM itu. (Baca juga: [INFOGRAFIS] Pilpres 2014 Tamat!)

Di tempat terpisah, pakar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia Sri Hastuti Puspitasari menegaskan, keputusan MK sudah bulat dan mengikat. Jadi upaya hukum untuk menggugat hasil Pilpres telah berakhir di MK.

“Kalau untuk mempersoalkan sengketa hasil pemilu, upaya hukum sudah berakhir sejak putusan MK dibacakan,” kata Sri di Yogyakarta.

Dia menjelaskan, kemungkinan upaya gugatan lain seperti ke PTUN atau MA tidak akan dapat memberikan implikasi hukum apapun terhadap hasil Pilpres.

Terkait rencana pembuatan pansus, Ketua Departemen Bidang Pengkaderan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan, hal itu akan sia-sia. Sebab putusan MK merupakan keputusan hukum yang final dan mengikat, tidak bisa dikalahkan oleh keputusan politik.

“Tidak bisa kemudian segerombolan orang yang karena kalah lalu menggunakan politik memorak-porandakan amanah-amanah dalam hukum. Jadi semua harus legowo,” kata mantan anggota Komisi III DPR ini. "Semua orang harus mematuhi karena MK kan final and binding," lanjut dia.

Pernyataan senada disampaikan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. "Sesuai konstitusi, putusan MK bersifat final dan mengikat. Sehingga sudah tidak ada jalan lain (untuk menunda)," kata Muhaimin yang akrab disapa Cak Imin di Kantor DPP PKB, Jakarta, Minggu (24/8/2014).

Sebagai pihak tergugat, KPU jelas lega dengan putusan MK. Komisioner KPU Ida Budhiati menegaskan, pihaknya berkeyakinan KPU sudah melaksanakan tugas dan tahapan Pilpres 2014 sesuai amanat undang-undang.

“Keyakinan kami, apa yang sudah kami laksanakan sebagai pelaksana tugas wewenang KPU bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Ida. Ini bukan soal menang atau kalah. Dalam perspektif KPU, ini proses penegakan hukum pemilu. Khususnya dalam perselisihan hasil pemilu. Ini juga ruang bagi KPU mempertanggungjawabkan seluruh proses dan hasil pemilu,” dia melanjutkan.

Rasa lega juga diungkapkan kubu Jokowi-JK. “Kita cukup lega ini persidangan yang melelahkan 8 hari berturut-turut. Kita juga senang Mahkamah kali ini kita bisa saksikan, dia urai TSM (terstruktur, sistematis, masif) sampai keterlibatan pejabat,” ujar Ketua Tim Hukum Jokowi-JK, Trimedya Panjaitan, di Gedung MK.

Trimedya mengaku sejak awal sudah menduga permohonan gugatan kubu Prabowo-Hatta akan ditolak MK. Karena itu, kata dia, Jokowi-JK sudah sah sebagai presiden terpilih 2014-2019. “Muaranya semua permohonan ditolak. Sudah sah Jokowi Presiden sejak putusan ini, karena putusan MK final and binding.

Menyambut putusan MK, Jokowi-JK pun langsung menggelar jumpa pers di Taman Suropati, Jakarta.  


 
“Langkah selanjutnya segera merencanakan, mempersiapkan pemerintahan yang baru,” tegas Jokowi. Dia melanjutkan, “artinya segera kita bertemu dengan pemerintah sekarang, yaitu pemerintahan Pak SBY untuk mengetahui persoalan.”

Sementara Jusuf Kalla mengaku mengapresiasi sikap MK yang dinilai tetap objektif, meski 2 di antara hakim merupakan wakil partai yang kini berkoalisi dengan Prabowo-Hatta. Hamdan Zoelva mantan politisi PBB, sementara Patrialis Akbar punya rekam jejak sebagai politisi PAN.

Selesai sudah pertarungan Jokowi-JK memperebutkan kursi orang nomor 1 di negeri ini. Kini Jokowi-JK sudah dikawal pasukan pengamanan presiden (Paspampres). Kendati demikian, tak ada ucapan selamat dari kubu lawan.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon berkeras tidak akan mengucapkan selamat. Sebab, ujar dia, capresnya kalah akibat dicurangi.

“Saya rasa sih nggak ya. Enggaklah. Bagaimana mau mengucapkan? Kita sudah menjalankan pemilu dengan bersih, kami juga melihat kecurangan,” ujar Fadli di Hotel Grand Hyatt, Jakarta.

Sikap ini disayangkan banyak pihak. “Kalau misalnya sekali memberikan ucapan selamat, itu dapat meredakan emosi rakyat. Ucapan selamat itu baik untuk membangun tradisi,” kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang juga mantan ketua MK Jimly Asshiddiqie.

Seharusnya, ujar Jimly, sebagai pemimpin, Prabowo menjadi guru bagi para pendukungnya. “Sadarilah pemimpin itu juga guru, digugu dan ditiru. Jadi dengan memberi maaf dan mengucapkan selamat itu punya makna serius untuk fungsi kepemimpinan dan pendidikan politik,” ujar Jimly.

Pada kesempatan terpisah, sejumlah tokoh agama berkumpul menggagas rencana memfasilitasi rekonsiliasi nasional antara kubu Prabowo dan Jokowi.

Rekonsiliasi yang akan digagas nanti bukanlah dalam artian politik, melainkan rekonsiliasi sosial di antara masyarakat. Sebab, 2 calon yang bersaing dalam Pilpres 2014 telah membuat anak bangsa terbelah menjadi 2 bagian.

Para tokoh lintas agama di Indonesia pun berharap semua pihak bisa menerima hasil keputusan MK yang bersifat final dan mengikat. Damai.

Selanjutnya: Siapa Berpaling dari Koalisi Merah Putih?

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Siapa Berpaling dari Koalisi Merah Putih?

Siapa Berpaling dari Koalisi Merah Putih?


Oleh: Mevi Linawati, Ahmad Romadoni, Luqman Rimadi, Taufiqurrohhman, Hanz Jimenez Salim

Tok… Hanya dengan sekali ketuk, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menutup sidang sengketa Pilpres 2014, yang menolak seluruh gugatan yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta. Kemenangan Jokowi-JK tak bisa diganggu gugat.

Sementara itu di lokasi berbeda, di kantor Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPI) yang terletak di DPP Partai Golkar, Slipi, keputusan final MK mengundang senyum di wajah Agus Gumiwang Kartasasmita, Nusron Wahid, dan Poempida Hidayatullah.

 “Alhamdulillah!” seru Agus Gumiwang. “Saya hampir nangis dengar putusan MK ini,” tambah Poempida.

Konferensi pers pun digelar. “Demokrasi yang kita jalankan hari ini sesuai keinginan rakyat. Kekuatan dan legitimasi Jokowi-JK kuat sekali menjadi presiden dan wakil presiden terpilih,” kata Nusron. Usai jumpa pers, mereka bertiga berdiri dari kursi, berdoa, lalu sujud syukur.

Ketiganya adalah kader partai beringin yang dipecat sang Ketua Umum Aburizal Bakrie, karena dianggap membelot, condong ke kubu Jokowi. Meski, Jusuf Kalla yang jadi pasangan Jokowi pada Pilpres 2014 nyatanya adalah senior Golkar.

Aksi sujud syukur sebelumnya dilakukan sejumlah pendukung Prabowo-Hatta. Mereka mengira kubu pasangannnya yang dimenangkan MK.

Pasca-putusan MK, Golkar belum memutuskan berpaling dari koalisi Merah Putih. Politisi seniornya, Hajriyanto Y Thohari menegaskan, pihaknya tetap bertahan di kubu Prabowo-Hatta karena enggan merecoki amanat rakyat. Karena itu, Golkar tetap menjadi partai penyeimbang atau oposisi.

Sementara, Wakil Ketua Balitbang DPP Golkar Ali Mochtar Ngabalin menyatakan, Aburizal Bakrie atau Ical tidak akan merestui kadernya masuk dalam kabinet pemerintahan Jokowi-JK. Sebab, partainya itu solid dengan Koalisi Merah Putih.

Selain Golkar, sejumlah partai dikabarkan melakukan pendekatan ke pasangan pemenang. Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat,  Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kemungkinan akan bergabung dalam koalisi pemerintahan Jokowi-JK.

Politisi PDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan, khusus Partai Demokrat, pendekatan dilakukan bukan antara Ketua Umum Partai Demokrat SBY dengan Jokowi, melainkan dilakukan melalui Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan dengan elite DPP PDIP.
 
“Tidak langsung Pak SBY dan Pak Jokowi. Ada lapis berikutnya. Bisa dicek ke Pak Syarief Hasan, dia yang mulai jalan (komunikasi) dengan DPP PDIP,” ujar Eva.

Sebelumnya, SBY mengutarakan, Demokrat lebih baik menjadi kekuatan independen yang tidak tergabung baik dalam Koalisi Permanen Merah Putih Prabowo-Hatta, maupun koalisi partai pengusung Jokowi-JK.
 
“Saya berpikir partai politik yang saya pimpin lebih baik independen, lebih baik kami menjadi kekuatan penyeimbang dan tidak masuk, baik dalam koalisi permanennya Pak Prabowo maupun kubunya Pak Joko Widodo, itulah pilihan partai yang saya pimpin," kata SBY dalam video wawancara yang diunggah di kanal YouTube, Kamis 7 Agustus 2014 malam.

Sementara, Syarief Hasan pada Senin 25 Agustus 2014 memastikan, SBY tidak akan memberi izin bagi kader Demokrat yang ingin bergabung menjadi pembantu pasangan Jokowi-JK dalam pemerintahan ke depan.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua Umum PAN Drajad Wibowo menepis kabar soal kesiapan partainya untuk masuk ke koalisi Jokowi-JK. “Saya tidak tahu siapa yang menjalin komunikasi,” kata Drajad.

Sikap berbeda disuarakan Partai Kabah. Ketua DPP PPP Dimyati Natakusumah mengatakan,  tidak menutup kemungkinan jika pada akhirnya pihaknya melawat ke kubu pemerintahan Jokowi-JK.
 
“Ya bisa jadi (bergabung), tergantung pemimpinnya setelah muktamar. Setelah putusan muktamar bukan pada forum sekarang-sekarang, orang ke sana ke mari. (Meskipun) PPP sudah konsisten hasil Mukernas PPP ada di Koalisi (Merah Putih)," ujar politisi senior PPP tersebut.


Kecuali Gerindra dan PKS


 
Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan menilai, berlabuhnya parpol Koalisi Merah Putih ke kubu Jokowi-JK sangat mungkin terjadi. Bahkan hanya 2 partai yang tetap berada dalam lingkaran koalisi Merah Putih, yakni Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sedangkan Partai Golkar, PAN, PPP, Partai Demokrat, dan PBB diperkirakan bakal menyeberang.

Partai Golkar yang memiliki peluang terbesar bergabung dengan Jokowi-JK. Selain memiliki suara cukup kuat di parlemen, adanya sosok Jusuf Kalla sebagai tokoh Golkar menambah kuat kemungkinan partai beringin ini untuk merapat.

"Kalau saya lihat yang paling kuat Golkar. Golkar cukup punya alasan kuat untuk bergabung karena di situ juga ada JK yang kita tahu juga kader Golkar," kata Djayadi kepada Liputan6.com, Minggu 24 Agustus 2014.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina ini mengatakan, walau anggota Koalisi Merah Putih  mengaku solid, tapi hal itu tidaklah lama. Sebab, pernyataan tersebut hanyalah menguatkan bargaining politik kepada kubu Jokowi-JK sebelum benar-benar beralih.

"Itu menurut saya hanya retorika saja. Kalau dilihat tidak ada ketua umum dalam konferensi pers itu. Paling tinggi sekjen, nggak ada ketua partai. Ini simbol kalau yang mereka lakukan masih kuat. Maklumlah keputusan MK baru saja. Tapi paling hanya sampai akhir September. Karena sulit memelihara Koalisi Merah Putih," jelas Djayadi.

Djayadi mengatakan, setidaknya ada 3 alasan partai politik berkoalisi. Alasan itu, yakni ideologi, orientasi kebijakan, dan logistik. Sejauh ini, tidak ada satu pun alasan yang menguatkan parpol tetap berada di Koalisi Merah Putih.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro juga memprediksi, Partai Demokrat dan PPP akan bergabung ke Jokowi-JK. Ini karena semua kader kedua partai tersebut dianggap tidak seutuhnya mendukung pasangan Prabowo-Hatta dalam Pilpres 2014.

"Satu atau dua partai kemungkinan akan merapat ke Jokowi-JK. Seperti Demokrat ini tidak jelas kadang-kadang hadir di Koalisi Merah Putih, kadang hadir juga di koalisi Jokowi-JK," kata Siti, Sabtu 23 Agustus 2014.
 
Siti menilai, kemungkinan berpalingnya PAN itu kecil karena beban moral yang dialami partai. Apalagi karena dalam koalisi Merah Putih Ketua Umum PAN Hatta Rajasa maju sebagai cawapres.
 
Hal yang sama pun dialami Partai Golkar. Siti berkeyakinan, selama Ical memimpin Golkar, partai berlambang pohon beringin ini tetap bersama Koalisi Merah Putih.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago menambahkan, kemungkinan bergabungnya Partai Golkar, Partai Demokrat, PPP, dan PAN masih sangat tipis.
 
"Semua ini akan berjalan dinamis (koalisi pemerintah). Ini tergantung kesolidan parpol Koalisi Merah Putih," kata Pangi kepada Liputan6.com melalui pesan elektronik, Sabtu malam.

Pengamat politik dari Indobarometer M Qodari menjelaskan, saat ini pemerintahan maupun oposisi sama-sama memiliki perannya masing-masing dalam proses pembangunan bangsa. Perbedaan antara keduanya pun kini samar.

Posisi eksekutif hanya memiliki ruang gerak yang lebih luas untuk bekerja dan menjalankan program pemerintahan. Sementara, oposisi atau legistatif hanya sebatas pada pengawasan.

Karena itu, peluang bagi parpol Koalisi Merah Putih pindah ke Jokowi-JK masih sangat besar. Paling tidak ada 3 tahapan partai yang dapat bergabung dengan Jokowi-JK, yakni PPP, disusul Partai Demokrat dan PAN, lalu ditutup dengan Partai Golkar.

“PPP paling tidak punya konflik dengan Jokowi-JK. PAN dan Demokrat mungkin masih terbentur masalah dengan Megawati (Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri). Sedangkan Golkar masih ada urusan politik. PDIP tentu tidak mau terbelenggu dengan kuatnya parlemen Golkar,” terang Qodari.

Sejauh ini, dia belum melihat apa yang bisa menguatkan Koalisi Merah Putih untuk bertahan dengan Prabowo. Dia juga tidak bisa memprediksi janji apa yang diberikan kepada Prabowo agar koalisi tetap permanen.

Qodari juga memprediksi, hanya akan ada 2 partai yang benar-benar oposisi dalam pemerintahan ke depan. Kedua partai itu adalah Gerindra dan PKS.

Lalu, apa kata Gerindra dan PKS?

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menyebut, Koalisi Merah Putih atau pihak yang selama ini mengusung pasangan Prabowo-Hatta sebagai presiden dan wakil presiden tetap solid. Kelompok yang terdiri dari Gerindra, Golkar, PAN, PPP, PKS, dan PBB tidak akan masuk dalam pemerintahan Jokowi-JK. Termasuk Partai Demokrat yang belakangan dikabarkan bakal merapat ke pasangan Jokowi-JK.

Jadi menurut Fadli, jika ada pernyataan dari kubu Jokowi-JK mengenai sikap Partai Demokrat yang akan berbalik mendukung mereka, merupakan pernyataan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.

"Saya kira hanya asbun (asal bunyi) saja itu.  Kita pastikan di DPR Koalisi Merah Putih solid," ujar Fadli Zon, Kamis 21 Agustus.
 
Sementara itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid (HNW) menegaskan, partainya akan berkomitmen untuk tetap bersama Prabowo-Hatta, meskipun harus jadi oposisi.
 
"Silakan rakyat menilai apakah dia konsisten atau tidak. Kami tidak akan tergiur," ucap mantan Presiden PKS itu.
 
Ketua Fraksi PKS itu juga masih yakin, PAN tidak akan mengalihkan dukungannya dari Koalisi Merah Putih ke kubu Jokowi-JK. Ia menyatakan, jangan sampai apa yang disebutkan Jokowi bahwa PAN mau merapat pada kubunya sebagai strategi untuk memecah belah. (Baca juga: [INFOGRAFIS] Pilpres 2014 Tamat!)

Kabinet Jokowi-JK

Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla ( Jokowi-JK) saat ini tengah menggodok kabinet pemerintahannya di  Kantor Transisi. Sejauh ini belum ada nama-nama yang muncul.

Deputi Kantor Transisi Andi Widjajanto memaparkan, ada 3 opsi struktur kementerian yang diusulkan Tim Transisi kepada Jokowi-JK. Opsi pertama, tak ada perampingan jumlah kementerian atau tetap 34 kementerian seperti sebelumnya.
 
Andi menambahkan, sekalipun tak ada perubahan jumlah, kemungkinan ada beberapa penamaan kementerian yang diubah. Karena berdasarkan kajian timnya, ada 31 urusan pemerintahan yang tumpang tindih, tersebar di banyak kementerian. Misalnya, tentang urusan keamanan navigasi laut yang tersebar di 12 kementerian.
 
Opsi kedua yang diambil berdasarkan kajian terhadap Undang-Undang Kementerian Negara, yakni menjadi 27 kementerian. Namun, sekalipun terdapat pengurangan, ada 6 kementerian yang tak akan diutak-atik, yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Keuangan. Karena jika diubah harus melalui persetujuan DPR.
 
Terakhir adalah opsi ketiga yang dibagi ke dalam 2 versi. Ada 3A dan 3B. Keduanya juga dilakukan perampingan. Opsi 3A adalah 20 kementerian. Opsi 3B adalah 24 kementerian.



Andi juga mengatakan, Jokowi memilih 3 program yang akan menjadi prioritas pada awal pemerintahan nanti.
 
Program pertama adalah Indonesia sehat dan cerdas yang lebih diutamakan untuk masyarakat Indonesia di pedalaman. Yang kedua adalah pembenahan infrastruktur vital di daerah-daerah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
 
Andi menambahkan, program lainnya yang menjadi prioritas Jokowi-JK dalam pemerintahan awalnya, yaitu menerapkan revolusi mental. Menurut Andi, untuk program ini tidak akan membutuhkan proyek khusus seperti program-program lain. Untuk membahas transisi pemerintahan, Jokowi juga berencana bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada akhir Agustus.

Dalam penggodokan kabinet Jokowi-JK ini, siapa yang akan menjadi pembantu keduanya dalam pemerintahan menjadi sorotan. Dalam susunan kabinetnya nanti, Jokowi ingin menteri yang berasal dari partai politik tidak rangkap jabatan atau duduk dalam posisi tertentu di partai.

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika mengatakan, permasalahan yang ada di dalam kabinet bukan mengenai asal para menteri tersebut dari kalangan profesional atau dari partai. Tetapi, lebih kepada apakah menteri  tersebut mau turun langsung ke lapangan atau tidak.
 
“Banyak menteri yang hanya melakukan koordinasi di atas meja tetapi tidak turun langsung ke lapangan,” jelas Ahmad kepada Liputan6.com.

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar juga mengatakan, Jokowi-JK harus selektif dalam memilih menteri, khususnya Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Menteri Agama, Menteri Pertahanan, Jaksa Agung, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional.
 
“Orang-orang yang menduduki posisi tersebut harus diuji kelayakan dalam memperjuangkan HAM,” kata Haris di kantor Kontras, Jakarta, Minggu 24 Agustus 2014.

Selanjutnya: Warisan SBY untuk Jokowi...

3 dari 3 halaman

Warisan SBY untuk Jokowi

Warisan SBY untuk Jokowi

Oleh: Raden Trimutia Hatta dan Taufiqurrohman

Kamis 21 Agustus 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan untuk tetap berada di Jakarta, memantau sidang putusan sengketa hasil Pilpres yang digelar Mahkamah Konstitusi. Agenda kunjungan ke Papua hari itu dibatalkan.

Jika SBY ke Papua, maka tidak ada pemimpin Indonesia di Ibukota. Wakil Presiden Boediono masih berada di Pittsburgh, Amerika Serikat. Menemani sang istri menjalani operasi kecil di sana.

Untungnya, meski demo sempat ricuh di sekitar Bundaran Patung Kuda dan Monas, rusuh tak sampai meluas. SBY melalui juru bicaranya mengapresiasi situasi tetap yang kondusif. “Jadi, Presiden mengapresiasi semuanya bisa menahan diri meski sempat ada kejadian di Patung Kuda tadi sore,” kata Jubir Kepresidenan Julian Aldrin Pasha.

Setelah putusan MK diketuk, yang menguatkan kemenangan pasangan Jokowi-JK, SBY siap melaksanakan apa yang telah ia janjikan: membantu presiden yang baru.

Apalagi, fakta menunjukkan, Indonesia mempunyai catatan sejarah peralihan atau masa transisi yang kurang baik. Itu yang tak diinginkan, SBY ingin lengser dengan tenang pada 20 Oktober 2014 mendatang, tanpa masalah. Tak ada niatan lain, apalagi ‘ngrecoki’. (Baca juga: [INFOGRAFIS] Pilpres 2014 Tamat!)

Dalam akun Twitter pribadinya, @SBYudhoyono, SBY mengaku menerima pesan negatif. “Pesan negatif itu berbunyi, ‘SBY & PD jangan ngrecoki Jokowi’. Artinya, SBY jangan mengganggu atau mengatur atur Jokowi,” tulis Yudhoyono, Kamis 21 Agustus 2014.  
 
“Saya tidak paham apa yang dimaksud dengan ‘ngrecoki’ itu. Tidak ada niat & pikiran sedikit pun untuk mengganggu Pak Jokowi. Sewaktu saya menyampaikan Pidato Kenegaraan, 15 Agustus 2014, saya katakan secara moral saya wajib membantu Presiden Baru.”
 
Sebaliknya, Jokowi juga mengaku tak pernah merasa direcoki atau diganggu oleh SBY maupun partai politik pimpinannya, Partai Demokrat. “Kami dengan beliau (SBY) sering bertemu. Beliau malah ingin bantu kami.”

Pertemuan SBY dengan Jokowi rencananya berlangsung pada 27 atau 28 Agustus di Bali. Pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, ada 3 peninggalan SBY yang perlu dilanjutkan Jokowi.



“Pertama, SBY telah menjaga harmoni yang menjadi bagian dari nilai-nilai budaya kita dengan merangkul semuanya karena negara ini kan Bhinneka Tunggal Ika,” ungkap Siti Zuhro.

Menurut dia, politik harmoni perlu diteruskan Jokowi agar demokrasi Indonesia semakin matang. “Lalu fokus pada meneruskan juga bagaimana melakukan reformasi birokrasi,” imbuh wanita yang karib disapa Wiwik itu.

Yang ketiga, lanjut dia, adalah keberhasilan Presiden SBY memberantas korupsi. “Pemberantasan korupsi perlu diteruskan. Supremasi hukum itu penting agar ada pengawasan setiap detik,” ujar Wiwik.

Netralitas SBY

Keputusan Mahkamah Kontitusi adalah momentum bahwa Pilpres 2014 sudah tamat. Pakar psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengatakan, suksesnya Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014 tak lepas dari andil SBY.

“Saya rasa ada andil SBY dalam pelaksanaan pemilu ini khususnya Pilpres 2014. Dengan sikap netralnya SBY, maka membuat semua pihak tidak ada yang merasa Presiden akan ‘memenangkan’ kubu mana,” kata dia.

Menurut Hamdi, meskipun Partai Demokrat merapat ke kubu Prabowo-Hatta, namun secara negarawan SBY bersikap netral atau tidak memihak siapa pun. Presiden ke-6 RI itu juga dinilai bisa membuat Indonesia kondusif ketika persaingan elite politik sedang bergejolak.

“Walaupun sempat dikabarkan SBY akan mendukung kubu sana (Prabowo-Hatta), namun SBY tetap bersikap netral dan tetap berpikir panjang untuk masa depan Indonesia dan tetap netral. Bisa dikatakan sukses SBY menggelar pemilu ini,” ujar Hamdi.



Hal senada diungkapkan pengamat politik Populi Center Nico Harjanto. Dia mengapresiasi pemerintahan SBY karena penyelenggaraan pemilu sejak 2004 hingga 2014 mengalami banyak kemajuan.

“Semenjak Pemilu 2004 hingga sekarang mengalami kemajuan, terus dengan adanya pilkada langsung juga yang tadinya banyak konflik-konflik menjadi sedikit, pileg dan pilpres juga berhasil dijalankan menjadi sebuah pemerintahan. Ini perlu diapresiasi,” kata Nico.

Selain itu, Nico juga sangat mengapresiasi sikap netral Presiden SBY mulai proses pelaksanaan hingga sengketa Pilpres 2014 ini berakhir diputuskan di MK.

“Sikap SBY sendiri yang netral memang membantu proses penyelesaian sengketa pada Pilpres 2014 lebih baik. Karena kalau kemarin Presiden mendukung salah satu calon, tentu itu bisa menyulitkan, karena pasti bakalan ada tuduhan kecurangan yang tersistematis itu ya,” tandas Nico.

Selain netral, Presiden SBY juga dinilai telah berhasil menciptakan pemilu yang damai. Meskipun, ketidakpuasan peserta pemilu masih mewarnai pesta demokrasi.

“Harus diakui Presiden SBY ikut bertanggung jawab menciptakan pemilu damai, meskipun ada riak kecil,” ujar peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro kepada Liputan6.com.

Menurut dia, dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Presiden 2014 ini, Presiden SBY juga telah berhasil menggelar pemilu yang prosedural. Walaupun sejumlah penyimpangan masih terjadi.

“SBY berhasil, istilahnya, mengadakan pemilu yang prosedural. SBY belum menghadirkan pemilu dengan penegakan hukum dalam artian yang sebenarnya, karena justru dalam Pileg ada 700-an sengketa yang masuk ke MK,” ujar Siti Zuhro.

Meski berhasil ciptakan Pemilu yang prosedural, sambung dia, Presiden SBY belum melahirkan pesta demokratis yang substansial. “Karena masih ada praktik pencoblosan yang rentan disimpangkan, seperti dengan noken, pemutakhiran data pemilih dengan DPKTb, dan lainnya.”

Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto menegaskan proses Pemilu 2014 tidak akan berhasil tanpa kepemimpinan Presiden SBY. Di antara 6 presiden yang pernah memimpin Indonesia, SBY dianggap paling berkomitmen melakukan transisi secara damai dan aman.

“Saya tak ingin seperti terlihat membela Bapak SBY. Tapi lihat saja, siapa presiden yang paling komitmen untuk transisi? Ya Bapak SBY,” kata Djoko Suyanto di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat 22 Agustus 2014.

SBY, lanjut Djoko, menginginkan transisi berjalan dengan baik agar rakyat Indonesia tidak menjadi korban. Karena itu, situasi kondusif ditugaskan SBY pada Djoko dan hal itulah yang dilakukan. “Kami sebagai aparat negara harus dukung transisi dengan sukses aman dan damai,” tegas Djoko.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini