Sukses

Sisi Menarik Museum Bahari, dari Arsitektur hingga Kegunaannya

Gedung Museum Bahari merupakan salah satu bangunan bersejarah yang ada di kawasan Kota Tua Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta Kawasan Kota Tua menjadi salah satu destinasi wisata paling digemari wisatawan mancanegara yang datang ke Jakarta. Bukan tanpa sebab, di kawasan ini banyak bangunan peninggalan Belanda yang masih berdiri hingga kini.

Selain ada Museum Fatahillah yang awalnya merupakan gedung Balai Kota dan diresmikan oleh Gubernur Jenderal Abraham Van Riebeeck pada 1710, kawasan ini juga punya beragam bangunan bersejarah lainnya, antara lain Gedung Raad van Justitie yang kini menjadi  Museum Keramik dan Seni Rupa, serta Museum Bahari yang awalnya adalah gedung penyimpanan komoditas perdagangan VOC.

Di antara ketiganya, Museum Bahari yang paling banyak terlupakan karena lokasinya yang berjauhan dengan Taman Fatahillah. Setelah beberapa kali beralih fungsi, mulai dari gudang penyimpanan barang VOC, pada masa penjajahan Jepang gedung ini difungsikan sebagai gudang logistik tentara Jepang.

Pasca-kemerdekaan, gedung ini sempat digunakan PLN dan PTT sebagai gudang. Baru pada 1967, bangunan ini dipugar dan direvitalisasi sebagai bangunan cagar budaya. Pada Juli 1927, gedung ini kemudian diresmikan sebagai Museum Bahari Indonesia.

Di Museum Bahari sendiri tersimpan berbagai peninggalan budaya bahari masyarakat Indonesia dari masa ke masa. Mulai dari perahu nelayan tradisional dan modern (bentuk asli dan miniatur), folklore dan lagu-lagu masyarakat pesisir, hingga beragam alat penunjang pelayaran dan maket Pulau Onrust yang bersejarah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sisi Menarik Museum Bahari

Ira, Direktur Eksekutif Pusat Dokumentasi Arsitektur, saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (16/1/2018) mengatakan, gedung Museum Bahari punya catatan menarik. Komplek bangunan ini telah diubah beberapa kali sampai 1759. Catatan Heuken (2000: 36-37) menunjukkan, angka tahun perbaikan, perluasan, atau penambahan gudang dapat dilihat di atas beberapa pintu museum, misal tahun 1718, 1719, atau tahun 1771.

“Melihat posisi Batavia sebagai semacam ‘head quarters’ untuk kawasan Asia Tenggara saat itu, bandar besar pengumpul rempah-rempah dan komoditas lainnya, tentu Museum Bahari kala itu punya peran penting dalam sejarah perdagangan dan maritim,” ungkap Ria.

Lebih jauh Ria mengatakan, bangunan gedung Museum Bahari juga punya struktur yang unik. Sistem strukturnya berupa balok-balok kayu besar yang ujungnya dipasang besi, seperti huruf Y terbalik, sebagai pengaku.

“Dengar kabar museum ini terbakar, mudah-mudahan masih bisa direvitalisasi. Kalau datanya cukup, tidak masalah untuk revitalisasi. Tentu harus ada kajian dulu, apakah materialnya yang tersisi masih layak digunakan secara kelaikan struktur. Yang susah itu mencari kayu pengganti, karena kayu lama ukurannya besar-besar sekali, belum tentu stok kayu ukuran besar masih ada,” ungkap Ria menambahkan.

3 dari 3 halaman

Tanggapan Komunitas Wisata Sejarah

Sementara itu, Edi Ketua Backpacker Jakarta, saat dihubungi Liputan6.com mengatakan, musibah kebakaran menjadi pengingat dinas dan pihak terkait untuk lebih memperhatikan dan menjaga situs bersejarah Ibu Kota. 

"Harapan saya segera ditindak dan diselidiki apakah ada unsur kesengajaan, kelalaian, apa memang musibah. Yang paling penting, semua benda yang ada di museum bisa diselamatkan terlebih dahulu," ungkap Edi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini