Sukses

Unik, Kafe Bernuansa 80-an di Bantul Jajakan Barang-Barang Langka

Selain tempatnya asyik, kafe ini juga cocok bagi mereka para kolektor barang-barang langka.

Liputan6.com, Bantul Kafe 80 Bocor Alus di Yogyakarta mulai hits dikenal kalangan traveler dan masyarakat Jogja. Berlokasi di Tarudan Kulon Bangunharjo Sewon, Bantul, Yogyakarta, kafe bertemakan nuansa 80-an ini menyajikan suasana kafe yang syahdu dan beragam spot foto “instagramable”

Bayu Arya Setiawan, owner Kafe Bocor Alus, kepada Liputan6.com mengatakan, setidaknya ada beberapa ruang yang bisa digunakan untuk memesan makanan dan minum sekaligua berfoto. Background foto dibuat menarik mulai dari kata kata maupun benda benda bertema 80-an.

"Buka dari jam 10 -11 malam. Ada sarapan lodeh mangut lele. Ada esr jadul. kelapa muda cincau. tape ijo dan ketan ada. untuk memperkuat rasa. Disini kuliner plus foto foto," ujar beberapa waktu lalu.

Bayu mengatakan kafe dengan konsep 80-an yang ditawarkannya menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan warga dari luar kota Yogyakarta sengaja datang ke Kafe Bocor Alus karena tertarik. Banyak yang mengaku puas Setelah datang ke kafe ini.

"Surabaya ada dari yang sengaja kesini sabtu berangkatnya, minggu pagi datang trus pulang lagi kesana. Solo ada yang sengaja kesini pakai sepeda. dari Bandung juga ada," katanya.

Kafe yang dibuatnya berawal dari galeri yang memajang berbagai barang lawas. Namun barang barang itu kemudian ditata dengan bagus. Justru banyak yang datang ke galerinya senang berfoto.

"Banyak numpang foto. Akhirnya buka untuk spot foto. satu orang 10 ribu. dari situ mulai banyak yang minta bikin minum. Jadinya bikin kafe," ujarnya.

Hasilnya saat ini kafenya juga menyediakan menu makanan ringan hingga berat. Harga yang ditawarkan juga terjangkau untuk minuman Rp 5 ribu sampai Rp 12 ribu. Makanan dari Rp 3 ribu sampai Rp 25 ribu. Sementara sayur lodeh di harga Rp 7 ribu, ditambah menu paket Rp 20 ribu. Setiap datang ke tempat ini juga disuguhi makanan tradisional, seperti telo kacang.

"Ada yang tadarusan ada pengajian di sini arisan macem-macem pokoknya. Kalau menu spesial ada oseng-oseng godhong kates tidak ada menu tapi bisa dipesan. kalau minuman ada wedang serai dan jahe pakai gula batu. Rasanya lebih enak," ujarnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Barang-Barang Unik

Selain makanan dan minuman ternyata yang menjadidaya tarik adalah bisa membeli barang yang dipajang. Perlu waktuselama tiga tahun untuk bisa seperti saat ini. Barang barang unik dan lama ini berjumlah ratusan dengan berbagai jenis koleksi. Seperti mainan, boneka hingga meja dan kursi.

"Paling murah itu dari 5 ribu itu pensil setip buku lagu. Paling mahal sekelas meja kursi sekitar 5 juta kualitas jadul. kualitas besi sudah tidak dijual dipasar," katanya.

Koleksi yang dipajang di kafenya ini datang dari berbgai daerah. Tidak hanya dari Yogya tapi hingga Surabaya. Jika dilihat barang itu tidak bernilai maka pengunjung akan terkejut dengan harga yang ditawarkan. Sebab benda benda yang dipajang dan menjadispot foto ini memiliki nilai yang tidak sedikit.

"Ada boneka itu walaupun kecil itu satu tidak boleh Rp 500 ribu. kita beli itu di Surabaya kecil itu Rp 500 ribu. Sepele ya sepertinya kita enggak nyangka itu berharga. Kalau lagi "in" itu pintu jendela sekitar Rp 500 ribu," katanya.

Tidak hanya benda yang bisa dibeli tapi juga kata kata d dindibg juga menjadidaya tarik' Bahkan menjadi spot foto. Ada satu ruanga bertuliskan Miskin bOleh asal Bahagia. Kata kata inj memiliki makna filosofis sendiri. Sehingga setiap kata yang dipajang memiliki nilai untuk dipelajari.

"Diharapkan kalo seseorang merasa miskin itu bukan tidak ia maka dari itu harus berusaha bahagia. Kalo miskin itu bahagia maka itu bersyukur. makaya bekerja terus," ujarnya.

Bayu mengatakan kata-kata yang ditulis di berbagai dinding kafe itu bagiandari Sanepo atau ungkapan yang memiliki filosofi jawa. Ia berharap dengan sanepo ini isa diketahui dan dimaknai secara mendalam.

"Urip nunut modar katut. Itu bahasa kasar tapi jargon nya kan apa yang dibawa kalo mati. Itu filosofi. idenya dari keluhan. Ada ungkapan Kelon Terus kapan rabi itu kan kenapa kelon dulu baru rabi estetika sebelumnya kan tidak gitu," katanya. (Yanuar h)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.