Sukses

5 Alasan Melarang Anak di Bawah Umur Mengemudi

Ini alasannya mengapa anak di bawah umur dilarang mengemudi

Liputan6.com, Jakarta Sebagian orangtua mungkin bangga ketika melihat anaknya yang baru SMA, bahkan SMP, bisa mengemudikan kendaraan. Tapi menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, usia minimal pemohon surat izin mengemudi (SIM) adalah 16 tahun untuk SIM C dan 17 tahun untuk SIM A. Dengan kata lain, membiarkan anak di bawah umur untuk mengemudi berarti sama saja dengan menjerumuskan mereka ke jerat hukum.

Namun bagaimana kalau orangtua tidak sempat antar-jemput anak ke sekolah sehingga terpaksa memberikan kendaraan kepada mereka? Ah, itu kan alasan saja. Masih bisa pakai angkutan umum bukan? Atau mungkin pakai jasa antar-jemput? Biarpun mungkin lebih mahal ongkosnya, keamanan anak lebih terjamin.

DuitPintar.com merangkum lima alasan melarang anak yang masih di bawah umur untuk mengemudi.

1. Belum memiliki SIM
Sudah sedikit disinggung di atas, anak yang belum punya SIM seharusnya dilarang mengemudi kendaraan sendiri. Bila terkena razia, pasti berurusan dengan hukum.
Selain itu, bila terlibat kecelakaan, posisi anak lebih lemah lantaran tidak punya SIM. Meski sebenarnya tidak salah, dia bisa tersudut karena mengemudi tanpa izin.

2. Mental belum cukup
Salah satu alasan penerapan batas usia pemohon SIM adalah pertimbangan mental. Anak remaja usia 16-17 tahun dianggap sudah memiliki mental yang lebih matang ketimbang anak usia 13 tahun, misalnya.

Jika berkendara tanpa mental yang mumpuni, konsentrasi rentan terganggu. Misalnya baru putus dengan pacar, lalu naik motor ngebut karena galau. Akhirnya tabrakan.
Atau main kebut-kebutan di jalan tanpa memikirkan keselamatan diri dan orang lain. Hal inilah yang diharapkan bisa dicegah jika pemilik SIM sudah berusia 16 tahun ke atas.

3. Fisik belum cukup
Tidak hanya mental, fisik pun berpengaruh. Ini terutama buat anak-anak usia bawah, seperti SMP dan SD. Kaki yang belum cukup jenjang untuk menginjak pedal rem dan gigi motor, misalnya, bisa membahayakan diri dan orang lain. Belum lagi ketika berhenti karena lampu merah, kaki harus turun dulu ke aspal. Jadi malah repot mau berkendara.

4. Orangtua ikut repot

Berhubungan dengan poin pertama, ketika anak ditilang, orangtua pasti ikut repot membayar denda. Bahkan anak Anda yang hobi ikut balap liar bisa ditangkap. Kita selaku orangtua jadi harus ke markas kepolisian untuk mengurus pemulangannya. Bukan hanya denda yang jadi beban, rasa malu pun ikut mendampingi.

5. Tidak bisa klaim asuransi
Bila terlibat kecelakaan, biaya pengobatan anak tidak bisa diklaim ke perusahaan asuransi. Sebab, si anak semestinya belum boleh mengemudi. Dia melanggar ketentuan yang berlaku untuk pengurusan klaim. Walhasil, ongkos jadi tanggungan pribadi. Bila cuma lecet mungkin tidak seberapa, tapi kalau sampai membutuhkan operasi?

Ini juga berlaku untuk asuransi kendaraan yang dipakai. Kalau ketahuan oleh pihak asuransi bahwa yang mengemudi adalah anak di bawah umur, jangan harap kerusakan yang timbul bisa diganti. Biaya yang dikeluarkan akan berlipat ganda, dari mulai pengobatan anak hingga memperbaiki kendaraan.

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa kita harus tegas dan keras melarang anak di bawah umur untuk mengemudi. Selain membahayakan jiwa, hal itu membuat kesehatan finansial terancam.

Niatnya memberikan motor agar ngirit ongkos transportasi sekolah anak, eh malah nombok karena kecelakaan. Lebih baik cari aman saja. Ikuti ketentuan yang berlaku agar tidak terkena masalah di kemudian hari.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.